Renungan

Senin, 31 Desember 2012

Ghayatul Wushul (Terjemahan dan Penjelasannya), Pengertian tashawwur dan tashdiq, Hal. 21


( وَالإِدْرَاكُ ) لغة الوصول واصطلاحا وصول النفس الى تمام المعنى من نسبة أوغيرها ( بِلاَ حُكْمٍ ) معه من إدراك وقوع النسبة أولا وقوعها ( تَصَوُّرٌ ) ساذج ويسمى علما ايضا كما علم مما مر أما وصول النفس الى المعنى لابتمامه فيسمى شعورا ( وَبِهِ ) أى بالحكم أى والإدراك للنسبة وطرفيها مع الحكم المسبوق بذلك ( تَصَوُّرٌ بِتَصْدِيْقٍ ) أى معه كإدراك الإنسان والكاتب وثبوت الكتابة له وان النسبة واقعة أولا فى التصديق بأن الإنسان كاتب أو انه ليس بكاتب الصادقين فى الجملة ( وَهُوَ ) أى التصديق ( الْحُكْمُ ) وهذا من زيادتى وهو رأى المحققين وقيل التصديق التصور مع الحكم وعليه جرى الأصل فالتصورات السابقة على الحكم على هذا شطر منه وعلى الأول شرط له وتفسيرى له بأنه إدراك وقوع النسبة أولا وقوعها هو رأى متقدمى المناطقة قال القطب الرازى وغيره من المحققين وهو التحقيق وأما متأخروهم ففسروه بإيقاع النسبة أو انتزاعها وقدماؤهم قالوا الإيقاع والإنتزاع ونحوهما عبارات وألفاظ أى توهم ان للنفس بعد تصور النسبة وطرفيها فعلا وليس كذلك فالحكم عندهم من مقولة الإنفعال وعند متأخريهم من مقولة الفعل

(Dan idraak) menurut bahasa adalah sampai dan menurut istilah adalah sampai jiwa kepada makna yang sempurna, baik itu berupa nisbah maupun lainnya (tanpa disertai hukum) yaitu idraak terjadi nisbah atau tidak terjadi nisbah (adalah tasawwur) saja dan dinamakan juga dengan ilmu sebagaimana dimaklumi dari pembahasan yang lalu. Adapun sampai jiwa kepada makna, tetapi tidak dengan sempurna makna, dinamakan dengan syu’ur. (Sedangkan idraak dengannya) yakni dengan hukum, artinya idraak nisbah dan dua juzu’nya yang disertai hukum yang didahulukan hukum tersebut dengan idraak-idraak itu (adalah tasawwur dengan tashdiq), artinya tashdiq yang disertai tasawwur, seperti idraak insan dan idraak yang menulis serta penetapan menulis bagi insan dan  juga sesungguhnya nisbah itu terjadi atau tidak terjadi pada masalah tashdiq, yakni insan itu adalah penulis atau insan itu tidak menulis, yang terbenar kedua-keduanya secara jumlah. (Dan ianya) yakni tashdiq (itulah hukum).- Ini merupakan tambahanku –  Pendapat ini merupakan pendapat ulama muhaqqiquun. Ada yang mengatakan, tashdiq adalah tasawwur serta hukum, atas pendapat ini berjalan Ashal. Karena itu, berdasarkan pendapat ini, maka tashawwur-tashawwur yang terdahulu atas hukum merupakan juzu’ dari tashdiq dan syarat bagi tashdiq berdasarkan pendapat pertama. Penafsiranku, hukum adalah idraak terjadi nisbah atau tidak terjadi nisbah merupakan pendapat mutaqaddimun ahli manthiq. Al-Quthub al-Razi dan lainnya dari muhaqqiqun mengatakan, ini merupakan pendapat tahqiq. Adapun mutakhkhirun mereka menafsirkan dengan menjatuhkan nisbah atau mencabutnya. Pendahulu-pendahulu mereka mengatakan, menjatuhkan dan mencabut dan seumpamanya(1) yang terdiri dari ibarat-ibarat yang mewahamkan(2) bahwa sesungguhnya sesudah tashawwur nisbah dan dua juzu’nya, bagi jiwa ada fi’l/perbuatan, padahal tidaklah demikian. Maka hukum di sisi para pendahulu mereka termasuk dari maqulat infi’al dan menurut mutaakhkhirun termasuk ma’qullat fi’l.(3)

Penjelasannya
(1). Seperti ijab dan salab[1] pada contoh Insan menulis dan Insan tidak menulis
(2). ‘Ibarat seperti iqaa’, intiza’, ijab dan salab mewahamkan bahwa hukum merupakan pi’l/perbuatan jiwa yang terjadi darinya menurut mutaqaddimun ahli manthiq, padahal tidaklah demikian halnya.
(3). Ma’qullat Fi’l adalah keadaan sesuatu yang memberi bekas pada lainnya seperti keadaan pemotong selama ia memotong, sedangkan ma’qullat infi’al adalah keadaan sesuatu yang menerima bekas dari lainnya seperti yang terpotong selama ia terpotong.[2]



[1] DR. KH. Sahal Muhafuzh, Thariqat al-Hushul ‘ala Ghayah al-Wushul, Hal. 41
[2] Sayyed Ahmad Zaini Dahlan, Majmu’ Khamsin, al-Haramain, Hal. 27

Sabtu, 22 Desember 2012

Berdo’a untuk orang kafir


Mendoakan orang kafir, dapat diklasifikasikan dalam empat katagori, yaitu :
1.    Mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah.
Para Ulama membolehnya doa seperti ini, dalilnya antara lain hadits dari Abu Hurairah, beliau berkata :
قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهَا! فَقِيلَ: هَلَكَتْ دَوْسٌ! فَقَالَ: اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ بِهِمْ!ـ
Artinya : Suatu hari at-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan: “ya Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka! Maka ada yg mengatakan: “Mampuslah kabilah Daus”. Lalu beliau mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku).(H.R. Muslim)[1]

Dalam Hasyiah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalaini disebutkan sebagai berikut :
فلا يجوز لهم الإستغفار حينئذ واما الإستغفار للكافر الحى ففيه تفصيل وان كان قصده بذلك الإستغفار هدايته للإسلام جاز وان كان قصده أن تغفر ذنوبه مع بقائه فى الكفر فلا يجوز
Artinya : Maka tidak boleh meminta keampunan bagi orang-orang yang mati dalam keadaan kafir pada ketika itu. Adapun meminta ampun bagi kafir yang masih hidup, maka ada rinciannya, jika tujuannya dengan hal tersebut untuk hidayahnya kepada Islam, maka dibolehkan dan adapun jika tujuannya benar-benar untuk meminta keampunan dosanya sementara dia tetap dalam kekafirannya, maka tidak dibolehkan.[2]

2.    Mendoakan kebaikan dalam perkara dunia.
Hal ini dibolehkan karena adanya contoh dari Rasulullah SAW mendoakan kepada Kaum Yahudi pada ketika kaum Yahudi bersin dengan lafazh :
يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
Artinya : Semoga Allah memberi kalian hidayah, dan memperbaiki keadaan kalian

Ini sesuai dengan hadits berikut ini :
كان اليهود يتعاطسون عند رسول الله صلي الله عليه وسلم يرجون أن يقول لهم يرحمكم الله فيقول يهديكم الله ويصلح بالكم
Artinya : Kaum Yahudi bersin dekat Rasulullah SAW denga harapan supaya beliau berdo’a dilimpah rahmat untuk mereka, maka beliau mengatakan : “Yahdikumullah wa yushlih baalakum”

Hadits di atas diriwayat oleh Abu Daud dan Turmidzi. Turmidzi mengatakan hadits ini hasan sahih.[3]

3.    Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir.
Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa hal ini diharamkan. Al-Nawawi menjelaskan kepada kita sebagai berikut :
وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع
Artinya : Adapun shalat dan berdo’a atas orang kafir adalah haram dengan sebab ada nash al-Qur’an dan ijmak.[4]

Nash al-Qur’an yang melarang mendo’akan orang kafir antara lain :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Artinya : Tiadalah boleh bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.(Q.S. al-Taubah : 113)

4. Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup.
Seandainya meminta ampunan dosa orang kafir yang masih hidup dengan maksud supaya diberi hidayah oleh Allah kepadanya, maka ini dibolehkan sesuai dengan keterangan Hasyiah al-Shawy di atas.





[1] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. VII, Hal. 180, No. Hadits : 6611
[2] Ahmad al-Shawy, Hasyiah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalaini, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal. 171
[3] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Irsyad,, Jeddah, Juz. IV, Hal. 475
[4] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Irsyad,, Jeddah, Juz. V, Hal. 120

Minggu, 16 Desember 2012

Masalah poto tanpa menutup aurat


جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا يا شيخي وَجَزَاكَ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Pertanyaan :
Teungku, saya ingin bertanya sedikit tentang persoalan nahwu. dalam Kitab Al-jurumiyah, Bab Al-Munada, ada disebutkan ttg isim yg diserupakan dengan mudhaf (al-musyabbah bil mudhaf). 
(soal) mengapa isim tersebut tidak sah dikatakan sebagai mudhaf, tetapi mesti dikatakan dgn isim yg diserupakan dgn mudhaf??

saya juga ingin bertanya ttg hukum membuat foto dalam keadaan tidak menutup aurat baik di dunia nyata atau foto yg diposting di internet.
 

soal:
1.apakah org yg di foto dlm keadaan terbuka aurat itu berdosa terus-menerus hingga foto itu hancur ?
2.apakah foto itu juga dihukum sebagai aurat, sehingga org yg melihat foto tersebut juga berdosa?

Terima kasih banyak atas pencerahannya, saya juga memohon maaf krn sudah sangat merepotkan. Teungku boleh menjawabnya kapanpun Teungku memiliki kesempatan.
Wassalam

Jawab :
1.      Ada munada yang serupa dengan muzhaf adalah karena isim tersebut sama-sama mempunyai hubungan dengan isim setelahnya, seperti :
-          : يا عبدَ اللهِ contoh muzhaf, hubungan “‘abd” dengan “Allah” adalah hubungan izhafah
-          يا طالعاً جبلاً contoh serupa dengan muzhaf, hubungan “Thali’an” dengan “Jabalan” adalah hubungan maf’uliyah, yaitu : “jabalan” sebagai maf’ul “thali’an”

2.      Isim yang serupa dengan muzhaf tidak dapat dikatakan sebagai muzhaf, karena hubungan dua isim pada yang serupa dengan muzhaf bukan hubungan izhafah, tetapi hubungan sebagai maf’ul bagi thali’an pada contoh di atas.

3.      Aurat adalah bagian tubuh seseorang yang haram dibuka tanpa darurat atau suatu hajad. Karena itu, aurat pada poto, di layar televisi atau film bukanlah aurat, tetapi yang semisal aurat, jadi bukan aurat. Namun kalau dikuatirkan fitnah atau melihat dengan syahwat, maka hukumnya adalah haram, sebagaimana dinyatakan oleh al-Bakri ad-Damyathi :
 “Tidak haram melihat sesuatu dari badan perempuan ajnabiyah seperti pada cermin dan air. Yang demikian itu karena tidak dilihat aurat padanya, hanya saja yang dilihat adalah misal aurat. 
Selanjutnya beliau mengatakan:
“Dikatakan dalam Kitab Tuhfah : “keadaan tidak haram itu sebagaimana yang dhahir adalah pada ketika tidak dikuatirkan fitnah dan syahwat”.[1]

Berdasarkan keterangan di atas, maka persoalan di atas dapat dijawab sebagai berikut :
a.       Poto tersebut bukanlah aurat, tetapi tetap haram dilihat apabila dikuatirkan fitnah atau melihat dengan syahwat.
b.      Orang yang membuat poto tersebut berdosa apabila dia membuka aurat tanpa ada hajad atau tanpa darurat ketika dibuat poto tersebut
c.       Kalau orang tersebut tahu bahwa potonya itu menjadi fitnah dan membawa orang lain berbuat maksiat karena poto tersebut, maka dia selalu dalam berdosa selama ia tidak taubat. Kaidah fiqh mengatakan :
للوسائل  حكم المقاصد
Artinya : Bagi perantara berlaku hukum maqasid

d.      Disamping cara-cara taubat yang sudah dimaklumi, taubatnya harus dengan usaha semampunya untuk menghilangkan atau menghancurkan poto tersebut.

wassalam






[1] al-Bakri ad-Damyathi, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 259

Kamis, 13 Desember 2012

Fawatih al-Suwar (materi mata kuliah Pengantar Ilmu al-Qur'an di STAI Tapaktuan (pertemuan X))


Pengertian Fawatih As-suwar
Istilah Fawatih as-Suwar terdiri dari dua kata yaitu fawatih dan as-suwar. Fawatih merupakan jamak dari fatihah yang berarti pembuka. Sedangkan as-suwar adalah jamak dari surah, yang berarti surah, dan as-suwar bermakna surah-surah. Dengan demikian, istilah fawatih as-suwar secara harfiah berarti “pembuka surah-surah”. Berdasarkan makna harfiah tersebut, maka secara istilah fawatih as-suwar berarti suatu ilmu yang mengkaji tentang bentuk-bentuk huruf, kata, atau kalimat permulaan surah-surah al-Qur’an.
Dari segi makna bahasa, fawatih as-suwar berarti pembukaan-pembukaan surah karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks setiap surah. Bila sebuah surah dimulai oleh huruf-huruf hijaiyah, huruf itu biasa dinamakan ahraf muqatta’ah (huruf-huruf yang terpisah) karena posisi huruf tersebut cenderung “menyendiri”, tidak bergabung untuk membentuk sebuah kalimat secara kebahasaan. Namun, segi pembacaannya tidak berbeda dari lafaz yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Fawatih as-suwar adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surah-surah, ia merupakan bagian dari ayat mutasyabihat. Karena ia bersifat mujmal, mu’awwal, dan musykil. Jadi dapat disimpulkan bahwa fawatih as-suwar adalah pembuka-pembuka surah yang mengawali sebuah surah dalam al-Qur’an.

B.     Macam-Macam Bentuk Fawatih As-suwar
Surah-surah al-Qur’an dimulai dengan berbagai bentuk. Ia dimulai dengan bentuk yang bervariasi, ada yang sama ada pula yang berbeda. As Suyuti, dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an[1] membagi bentuk-bentuk huruf, kata, atau kalimat pembukaan surah-surah al-Qur’an itu kepada sepuluh macam, yaitu sebagai berikut :
1.    Surah-surah yang dimulai dengan pujian (ats-tsanah). Terdapat 14 surah yang di awali dengan pujian, yaitu tahmid, tabaraka, dan tasbih. Yang menggunakan lafaz tahmid terdiri dari lima surah, menggunakan lafaz tabaraka dua surah, dan yang menggunakan lafaz tasbih berjumlah tujuh surat.
2.    Surah-surah yang dimulai huruf-huruf hija’iyah atau huruf muqaththa’ah (huruf potong) terdapat 29 surah yang dimulai dengan huruf potong tersebut.
3.    Surah yang dimulai dengan panggilan (an-nida) hal ini berjumlah 10 surah, 5 di antaranya panggilan kepada Nabi Muhammad dan 5 lainnya panggilan kepada umat.
4.   Surah yang mulai dengan jumlah khabariyah (kalimat berita). Hal itu berjumlah 23 surah.
5.   Surah yang dimulai dengan qasam (sumpah), yang berjumlah 15 surah.
6.   Surah yang dimulai dengan jumlah syarthiyah, yang berjumlah 7 surat
7.   Surah yang dimulai dengan kalimat perintah (al-amr), berjumlah 6 surat
8.   Surah yang dimulai dengan pertanyaan (istifham), berjumlah 6 surat
9.   Surah yang dimulai dengan do’a, berjumlah 3 surat
10.  Surah yang dimulai dengan ilat (ta’lil), berjumlah 1 surat

C.    Fungsi Fawatih as-Suwar dalam bentuk huruf-huruf Hijaiyah
Dari kesepuluh bentuk fawatih as-suwar, yang sering menimbulkan kontroversi di antara para ulama adalah pembuka surat yang berbentuk huruf. Hal ini terbukti dari berbagai pembahasan yang dilakukan oleh para ulama. Dalam persoalan ini terdapat dua kubu ulama yang mengomentari permasalahan tersebut. Zarkasyi dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an[2] menjelaskan kepada kita dua kubu pendapat tersebut, yaitu :
1.    Makna huruf-huruf pada awal surat merupakan rahasia Allah yang hanya Allah saja yang mengetahuinya. Al-Shadiq r.a. mengatakan :
Pada setiap al-Kitab ada rahasianya dan rahasianya pada al-Qur’an adalah pada pembuka surat-surat.”

Al-Sya’bi mengatakan :
“Huruf-huruf pada pembuka surat merupakan mutasyabihaat, kita beriman dengan dhahirnya dan kita serahkan pengetahuan tentangnya kepada Allah Azza wa Jalla.”

2.    Makna dari huruf-huruf pada awal surat dapat diketahui maksudnya. Telah terjadi perbedaan pendapat kelompok ini dalam memaknai huruf-huruf pada awal surat ini dalam dua puluh lebih pendapat, diantaranya ada mendekati dan ada yang jauh, yaitu :
a.       Diriwayat dari Ibnu Abbas, setiap huruf itu diambil dari nama-nama Allah. Misalnya Alif Lam Mim : Alif = Allah, Lam = Lathif, Mim = Maajid.
b.      Allah bersumpah dengan huruf-huruf pada awal surat tersebut
c.       Huruf-huruf tersebut berkisar antara huruf dua puluh Sembilan, maka tidak ada huruf tersebut kecuali merupakan kunci dari nama-nama Allah, tanda-tanda-Nya, tanda-tanda malapetaka, masa para kaum dan ajal mereka. Maka Alif adalah satu tahun, Lam : 30 tahun, Mim : 40 tahun
d.      Diriwayat dari Ibnu Abbas juga bahwa Alif Lam Mim bermakna Ana Allah A’lam, Alif Lam Mim Shad bermakna : Ana Allah Afshil, Alif Lam Ra bermakna : Ana Allah Araa.
e.       Huruf-huruf itu merupakan nama-nama surat
f.       Huruf-huruf itu merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang yang rasikh ilmunya.
g.      Didatangkan huruf-huruf ini untuk ta’ajub bagi orang-orang Arab
h.      Huruf-huruf ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an tersusun dari huruf-huruf ini.
i.        Ibnu Faris dan lainnya menjadikan semua ta’wil menjadi satu ta’wil, maka dikatakan, Allah menjadikan huruf-huruf itu sebagai pembuka surah karena iradah setiap huruf itu mempunyai makna yang banyak, tidak hanya bermakna satu makna. Maka huruf-huruf itu mencakup sebagai pembuka surah, merupakan diambil dari nama-nama Allah, nama surah, setiap huruf itu merupakan isyarat kepada ajal dan rezki, dan diambil dari nama sifat Allah. Sehingga membuka surah dengannya menjadi mau mendengar al-Qur’an bagi siapa yang tidak mau mendengar,  memberitahu kepada bahwa al-Qur’an menjadi tanda nubuwah Nabi SAW dan menjadi mu’jizat baginya.
j.        Huruf-huruf itu seolah-olah merupakan pembangkit semangat bagi yang mendengarnya.
k.      Memberitahu bahwa datang huruf-huruf ini dari orang yang tidak terlatih menulis dan tidak menjalani jalan tersebut, sesuai dengan firman Allah Q.S. al-‘Ankabut : 48, berbunyi :
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
Artinya : Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya sesuatu kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (Q.S. al-‘Ankabut : 48)

l.        Huruf-huruf itu terdiri dari setengah dari nama-nama huruf mu’jam, karena huruf tersebut terdiri dari 14 huruf, sedangkan huruf mu’jam ada 28 huruf berdasarkan satu pendapat.
m.    Huruf-huruf itu datang pada 29 surah sesuai dengan jumlah huruf mu’jam, yaitu 29 huruf berdasarkan pendapat lain mengenai jumlah huruf mu’jam.

Dosen : Tgk Alizar Usman




[1] Al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, al-Haramain, Juz. II, Hal. 105-106
[2]. Zarkasyi, Burhan fi Ulumul Qur’an, Juz. I, Hal. 172-177