Bencana banjir bandang dan longsor terjadi di sejumlah wilayah di
Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Peristiwa yang menimbulkan banyak
korban jiwa dan kerusakan yang meluas di tiga provinsi sungguh menimbulkan
penderitaan yang nyata. Harta benda, pemukiman, ternak, lahan kebun pertanian,
pekarangan hingga infrastruktur porak poranda bahkan hilang tak tersisa. Inna
lillah wa Inna ilaihi raji’un, Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya
kami akan kembali. Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ
قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ *أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ
صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn (Sesungguhnya kami milik Allâh
dan kepada-Nyalah kami kembali)’. Mereka itulah yang memperoleh shalawat dan
rahmat dari tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(Q.S. al-Baqarah: 156-157)
Dalam ayat
lain, Allah Ta’ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan Kami pasti
akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa,
dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Q.S. al-Baqarah: 155)
Hidup adalah panggung ujian, tempat di mana manusia menari di
antara takdir yang telah tergariskan. Ada saatnya kebahagiaan menyapa,
menghadirkan tawa dan kehangatan yang meresap hingga ke dasar hati. Namun, ada
pula saat di mana langit terasa begitu kelam, langkah terasa berat, dan harapan
seakan menjadi kabut yang enggan sirna. Di sanalah, manusia berdiri di
persimpangan, antara bertahan atau menyerah, antara meratap atau mencari makna,
antara tenggelam dalam kepedihan atau menemukan kekuatan untuk bangkit. Di
antara solusi- solusi yang ada, Islam menghadirkan dua kunci utama yang mampu
menenangkan jiwa dan menguatkan hati: sabar dan syukur. Sabar bukanlah tanda
kelemahan, bukan pula bentuk kepasrahan tanpa daya. Sabar adalah seni ketahanan
jiwa, kekuatan untuk tetap teguh di tengah badai, ketenangan yang lahir dari
keyakinan bahwa di balik kepedihan, ada hikmah, di balik ujian, ada kemuliaan;
dan di balik air mata, ada cahaya yang menanti di ujung jalan. Allah Ta’ala
berfirman:
وَاصْبِرُوا
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan bersabarlah! Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.
(Q.S. Al-Anfal: 46)
Imam al-Ghazali menyatakan:
فَمَا مِنْ نِعْمَةٍ مِنْ هَذِهِ النَّعَمِ
الدُّنْيَوِيَّةِ إِلَّا وَيَجُوزُ أَنْ تَصِيرُ بَلاءً وَلَكِنْ بِالإِضَافَةِ
إِلَيْهِ فَكَذَلِكَ مَا مِنْ بَلاءِ إِلَّا وَيَجُوْزُ أَنْ يَصِيرُ نِعْمَةً
وَلَكِنْ بِالإِضَافَةِ إِلَى حَالَةٍ
Tidak ada dari setiap nikmat duniawi kecuali memiliki kemungkinan
untuk menjadi malapetaka, jika dikaitkan dengan keadaan orang tertentu. Begitu
pula tidak ada setiap malapetaka duniawi kecuali memiliki kemungkinan untuk
menjadi kenikmatan, jika dikaitkan dengan kondisi tertentu. (Ihya ‘Ulumuddin:
IV/128)
AllahTa’ala berfirman:
وَلَوْ بَسَطَ اللّٰهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهٖ لَبَغَوْا فِى الْاَرْضِ
وَلٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاۤءُۗ اِنَّهٗ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرٌۢ
بَصِيْرٌ
Seandainya
Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat
melampaui batas di bumi. Akan tetapi, Dia menurunkan apa yang Dia kehendaki
dengan ukuran (tertentu). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat
(keadaan) hamba-hamba-Nya. (Q.S.al-Syuraa; 27)
Bila suatu bencana menimpa, itu memang tidak menyenangkan, akan
tetapi apabila dilihat dari sisi lain, maka di balik bencana tersebut kadang
justru ada hikmah yang menguntungkan. Misalnya karena bencana menggugahkan jadi
teringat bertaubat dari dosa-dosa dan karena bencana menghambat berbuat yang
tidak seharusnya diperbuat. Jadi, untuk semua kondisi yang bukan termasuk bala
secara mutlak, kita dihadapkan pada dua sikap sekaligus, yaitu sabar di satu
sisi dan syukur di sisi yang lain. Bersabar karena dihadapkan kepada musibah
yang tidak menyenangkan. Bersyukur karena ada hikmah yang menguntungkan di
balik musibah. Maksudnya, menggunakan sikap sabar dalam menyikapi sisi yang
menyengsarakan, dan menggunakan sikap syukur dalam menyikapi sisi yang
menguntungkan
Namun demikian, bagi sesama muslim apabila melihat saudaranya
tertimpa musibah ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan sebagai respon
empatinya, yaitu sebagai berikut:
1. Menghibur dan mengajak bersabar ketika seseorang tertimpa musibah
dan perasaan sedih. Rasulullah saw bersabda:
ما مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أخاهُ بِمُصِيْبَتِهِ
إِلاَّ كَساهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُلَلِ الكَرَامَةِ يَوْمَ القِيامَةِ
Tidaklah
seorang mukmin bertakziyah saudaranya yang ditimpa musibah kecuali Allah ‘Azza
wa Jalla akan mengenakannya pakaian kemuliaan pada hari Kiamat. (Ibnu Majah).
أن التعزية سنة
مؤكدة وأنها لا تختص بالموت فإنه أطلق المصيبة وهي لا تختص به إلا أن يقال إنها
إذا أطلقت إنما تنصرف إليه لكونه أعظم المصائب
Sesungguhnya
takziyah sangat dianjurkan dan tidak tertentu pada musibah kematian, tetapi
mencakup semua musibah. Hanya saja takziyah secara umum mengarah kepada musibah
kematian, karena merupakan musibah paling besar. (Faidhul Qadir: V/495)
2. Menolong mereka yang ditimpa musibah. Rasulullah SAW mengajarkan
umatnya untuk saling tolong menolong kepada orang yang sedang kesusahan. Dalam
riwayat Abu Hurairah, beliau bersabda:
مَنْ نَـفَّسَ
عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ
كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan
dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di
hari Kiamat. (H.R. Muslim)
3. Mendoakan agar mereka segera mendapatkan kemudahan dan kesabaran
dalam menghadapi cobaan. Dalam Shahih Bukhari dari ‘Aisyah r.a menceritakan:
أَنَّه صلعم
كَانَ يُعَوِّذُ بَعْضَ أَهْلِهِ، يَمْسَحُ بِيَدِهِ اليُمْنَى وَيَقُولُ:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ البَاسَ، واشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لَا
شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
Sesungguhnya
Nabi ketika menjenguk sebagian keluarganya yang sakit, Nabi mengusapkan tangan
kanan dan berdoa: Wahai Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah ia
karena engkau adalah zat yang maha memberi kesembuhan. Tidak ada yang dapat
memberikan kesembuhan, kecuali engkau dengan kesembuhan yang tidak menyisakan
rasa sakit. (H.R. Bukhari)
4. Mendoakan keselamatan dirinya dari musibah serupa. Rasulullah SAW
menganjurkan membaca doa berikut ketika melihat orang lain terkena
musibah:
مَنْ رَأَى
مُبْتَلًى، فَقَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ،
وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا، لَمْ يُصِبْهُ ذَلِكَ
البَلَاءُ
Siapa saja yang
melihat orang yang terkena musibah, maka hendaklah berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkanku dari musibah yang diberikan kepadamu dan melebihkan kepadaku
dari kebanyakan orang yang Dia ciptakan”, maka orang tersebut tidak terkena
musibah tersebut. (H.R. Turmidzi)
5. tidak merasa senang atas musibah yang menimpa orang lain, bahkan
jika orang tersebut adalah musuhnya. Rasulullah SAW mengingatkan agar tidak
berbahagia di atas penderitaan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
لا تُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ لِأَخِيكَ
فَيَرْحَمُهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ
Janganlah
engkau menampakkan kegembiraan atas musibah yang menimpa saudaramu, karena
Allah mungkin akan mengasihinya dan menimpakan ujian kepadamu. (H.R Turmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar