Silsilah
Teungku Haji Muhammad Yusuf lebih dikenal dengan nama panggilan Abu Kruet Lintang. Ia merupakan anak keempat dari Teungku Ibrahim bin Teungku Mahmud bin Teungku Amin Silang bin Teungku Rampah Tarung bin Teungku Shalahuddin. Teungku Shalahuddin lebih dikenal dengan nama panggilan Teungku Chik Keurukon yang konon berasal dari Yaman.
Abu Kruet Lintang lahir pada tanggal 21 Agustus 1917 di desa Kruet Lintang, Kemukiman Rambong Payong, Peureulak Aceh Timur. Ketika berusia 10 tahun, orang tuanya meninggal dunia dan selanjutnya Abu Kruet Lintang diasuh oleh pamannya yaitu Teungku Usman bin Mahmud. Saudara Abu Kruet Lintang yang lain adalah Abdul Manaf, Aisyah, dan Sakinah. Ibunda Abu Kruet Lintang bernama Ummi Hamidah binti Teungku Mahmud atau lebih dikenal dengan sebutan Teungku Chik Mud Julok bin Abdul Muin. Teungku Chik Mud juga seorang ulama terkenal dan tokoh masyarakat di daerahnya yang mempunyai andil besar dalam perjuangan melawan penjajah serta dalam bidang dakwah Islam. Abu Kruet Lintang nikah dengan seorang perempuan yang bernama Ummi Aminah binti Teungku Chik Ahmad Simpang ulim. Dari perkawinan itu, Abu Kruet Lintang dikarunia delapan orang anak, yaitu teungku Abdurrahman, Teungku Abdurrani, Hamdan, Ramlah, Muhammad, Syafur, Maryam, serta Abdullah.
Pendidikan
Sebagaimana lazimnya anak –anak di Aceh bahwa pendidikan pertama ia peroleh dari orang tuanya dirumah, apalagi jika orang tuanya juga seorang yang alim. Setelah orang tuanya meninggal, ia kemudian belajar pada pamannya seperti belajar membaca Alquran dan kitab – kitab agama dalam bahasa Jawi. Sedangkan pada pagi hari ia belajar pada Sekolah Rakyat (SR). Alue Nireh. Disekolah ini beliau hanya belajar hingga kelas tiga, selanjutnya beliau lebih banmyak belajar di lembaga pendidikan Dayah. Pendidikan di Dayah yang dilaluinya tidak hanya pada satu dayah saja tetapi dari satu Dayah ke Dayah yang lain. Hal itu karena ia memiliki kecendrungan menuntut ilmu dalam berbagai bidang. Di antara Dayah tempat ia belajar adalah Dayah Cot Plieng, Bayu, selama delapan bulan dibawah asuhan Teungku Cut Ahmad. Ketika pimpinan Dayah itu meninggal, Abu Kruet Lintang pindah ke Dayah Krueng Kalee, Aceh Besar pada tahun 1939 yang dipimpin oleh Teungku Hasan Krueng Kalee. Setelah itu Abu Kruet Lintang belajar pula pada Dayah Blang Batee Peureulak pada tahun 1942, di bawah asuhan Teungku Muhammad Ali. Pada Dayah Blang Batee ini Abu Kruet Lintang memperdalam ilmu Tauhid, Tafsir, ilmu Kalam dan lain – lain selama satu tahun.Aktivitas Sosial dan Keagamaan. Dengan kecerdasan dan pengetahuannya tentang agama Islam yang ia miliki, Teungku Muhammad Ali (pimpinan Dayah Blang Batee) meminta Abu Kruet Lintang untuk kembali ke Dayah Mutaallimin di Aceh Timur untuk memimpin Dayah itu sebagai pengganti pamannya yang sudah meninggal. Pada tahun 1943 Abu Kruet Lintang mulai memimpin Dayah itu dan sekaligus melakukan berbagai pembenahan menyangkut sistem pendidikan. Sebagai seorang ulama motivasinya beraktivitas dalam melaksanakan pendidikan umat semata-mata karena mengharap ridha Allah. Ilmu yang telah ia kuasai selanjutnya diajarkan kepada masyrakat daan santri – santri di Dayah Darul Mutaallimin. Dengan ketinggian ilmu agama yang dimiliki oleh Abu Kruet Lintang, selanjutnya beliau mendapat pengakuan masyarakat sebagai ulama. Apalagi dilihat dari latar belakang keluarga dan pendidikan, Abu Kruet Lintang memang terkenal dari keluarga ulama. Dengan demikian tidak heran apabila ia menghabiskan usianya demi pendidikan dakwah Islam. Kepedulian Abu Kruet Lintang terhadap problem – problem masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan sangat tinggi. Akibatnya masyarakat mudah sekali terpengaruh oleh ajaran yang menyimpang dari tuntunan Islam yang sebenarnya. Misalnya masyarakat banyak yang terjerumus dalam kesyirikan, bidah, khurafat dan sebagainya karena tidak memiki pengetahuan. Problem itu mendorong Abu Kruet Lintang mencoba menumbuhkan sikap keagamaan masyarakat berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Oleh karena itu masalah pertama yang dilakukan dalam memulai dakwahnya adalah dengan pembenahan keyakinan karena akidah atau keyakinan itu merupakanprinsip dasar yang harus dipahami dengan benar oleh setiap muslim. Apabila keyakinan seorang muslim rusak maka sia – sialah ia melaksanakan amalan lain dalam Islam. Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah pembersihan setiap amalan dari unsur bidah dan khurafat yang tidak ada contohnya dalam Islam. Selain mengajar ilmu agama di Dayah, Abu Kruet Lintang juga member pengajian diberbagai tempat di Aceh Timur. Dalam pengajian itu beliau membahas berbagai permasalahan agama, terutama menyangkut amalan praktis seperti shalat, puasa, zakat, haji, thaharah dan sebagainya. Abu Kruet Lintang mempunyai peranan yang penting sebagai ulama dan pimpinan masyarakat dalam menegakkan ajaran Islam yang benar dan mempersatukan umat dari perselisihan. Beliau telah membina dan mendidik masyarakat dari kerusakan akidah kepada yang benar sebagaimana Alquran dan Hadits. Pada tahun 1963 Teungku Hasan Krueng Kalee mengirim surat kepada Abu Kruet Lintang yang isinya menyebut agar Abu Kruet Lintang mendirikan organisasi PERTI (Persatuan Tarbiyah Islam) di Aceh Timur. Abu Kruet Lintang lalu bermusyawarah dan bermufakat dengan berbagai pimpinan dayah di Aceh Timur dalam rangka pendirian organisasi PERTI tersebut. Dalam musyawarah itu terpilih pula Abu Kruet Lintang sebagai ketu umum PERTI di Aceh Timur dengan sekretarisnya Teungku Mukhtar Juned Amin. Organisasi itu kemudian beliau kembangkan dan sosialisasikan ke masyarakat terutama melalui dayah. Langkah pertama yang dilakukan oleh Abu Kruet Lintang adalah mengintruksikan kepada setiap dayah yang tergabung dakla morganisasi PERTI wajib mencetak kader dakwah dan calon ulama yang terampil. Dalam pembinaan kader dakwah cara yang ditempuh oleh Abu Kruet Lintang adalah dengan cara membuka latihan – latihan dan kursus – kursus kepada masyarakat terutama melalui pendidikan did ayah. Selanjutnya usaha Abu Kruet Lintang dalam bidang pendidikan adalah dengan menganjurkan kepada setiap pimpinan PERTi di daerah untuk mempersiapkan anak – anak muslim yang terpelajar. Untuk itu dibukalah Madrasah Ibtidaiyah dan pengajian Alquran disetiap daerah sehingga mulai saat itu bermunculan Madrasah Ibtidayah di Peureulak. Akhir hayat. Manusia boleh berencana tetapi ketentuan hanya di tangan Tuhan. Begitulah yang terjadi pada diri Abu Kruet Lintang. Ketika beliau masih aktif berdakwah dan ingin mengembangkan terus sistem pendidikan kea rah yang lebih baik tetapi Tuhan menghendaki lain, sehingga beliau berpulang kerahmatullah pada tahun 1985. Kepergiannya tidak sia –sia karena ia telah berbuat banyak terhadap umat dan menjadi tugas generasi sesudahnya untuk melanjutkanperjuangan beliau. Semoga amalnya diterima disisi Allah.
#Ditulis oleh : Tgk Zulfahmi MR,staf pengajar di Dayah Raudhatul Ma'arif, merupakan nukilan dari buku:" Biografi Ulama Aceh abad XX Jilid II".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar