( وَقِيْلَ ) أصول الفقه ( مَعْرِفَتُهَا ) أى معرفة أدلة الفقه وما عطف عليها ورجح الأول لأن الأدلة وما عطف عليها اذا لم تعرف لم تخرج عن كونها أصولا والأصل قال أصول الفقه دلائل الفقه اٌلإجمالية وقيل معرفتها ثم قال والأصولى العارف بها وبطرق استفادتها ومستفيدها مخالفا فى ذلك الأصوليين باعترافه وقرره فى منع الموانع بما لايشفى وقرره شيخنا العلامة الجلال المحلى بما لامزيد عليه واستبعده ايضا شيخه العلامة الشمس البرماوى وقال لا يعرف فى المنسوب زيادة قيد من حيث النسبة على المنسوب اليه وعدلت عن قوله دلائل الى قولى أدلة لأن الموجود هنا جمع قلة لا جمع كثرة ولما قيل ان فعائل لم يأت جمعا لاسم جنس بوزن فعيل وان رد بأنه أتى نادرا كوصائد جمع وصيد واعلم ان لكل علم مبادئ وموضوعا ومسائل فمبادؤه ما يتوقف عليه المقصود بالذات من تعريفه وتعريف أقسامه وفائدته وهى هنا العلم بأحكام الله وما يستمد منه وهو هنا علم الكلام والعربية والأحكام أى تصورها وموضوعه أى ما يبحث فى ذلك العلم عن عوارضه الذاتية كأدلة الفقه هنا ومسائله ما يطلب نسبة محموله الى موضوعه فى ذلك العلم كعلمنا هنا بأن الأمر للوجوب حقيقة والنهى للتحريم كذلك.
(Dikatakan), ushul fiqh (adalah mengenalnya) yaitu mengenal dalil-dalil fiqh dan yang di-’athaf-kan kepadanya.(1) Ditarjih devinisi yang pertama karena dalil-dalil dan yang di-‘athaf-kan atasnya apabila tidak dikenal, maka tidak keluar dari keadaannya sebagai ushul. Asal mengatakan bahwa ushul fiqh dalil-dalil fiqh secara global. Dikatakan, ushul fiqh adalah mengenal dalil-dalil fiqh. Kemudian beliau mengatakan, al-Ushuli adalah orang yang mengenal dalil-dalil fiqh, metode-metode istinbathnya dan mengenal orang-orang yang mengistibathkannya. Beliau mengakui sendiri bahwa pendapat ini berbeda dengan Ushuliyun. Dalam Man’u al-Mawani’,(2) beliau telah menetapkannya dengan keterangan yang tidak memadai. Guru kami al-‘Alamah al-Jalal al-Mahalli juga telah menetapkannya dengan sesuatu yang tidak lebih dari itu. Guru beliau, al-Alamah Syams al-Barmawy juga telah menganggap itu terlalu jauh, beliau mengatakan, tidak dikenal pada mansub ada tambahan qaid atas mansub ilaih-nya dari aspek nisbah-nya. Saya menggantikan perkataan Asal “dalail” kepada kepada perkataanku “adillah” , karena yang maujud di sini adalah jamak qillah, bukan jamak katsurah dan lagi pula dikatakan, bahwa timbangan fa’a-il tidak muncul sebagai jamak bagi isim jenis dengan timbangan fa’il, meskipun pendapat ini ditolak dengan sebab kemunculannya yang jarang. Misalnya washaid jamak dari washiid. Ketahuilah bahwa bagi setiap ilmu ada mubadi, mauzhu’ (objek) dan masalahnya. Mubadi ilmu adalah sesuatu yang tergantung maksud utama atasnya, yaitu devinisinya, devinisi pembagiannya, faedahnya, di sini yaitu mengetahui hukum-hukum Allah, sumbernya, di sini yaitu ilmu kalam dan Bahasa Arab dan hukum, yaitu gambarannya. Mauzhu’ ilmu adalah sesuatu yang dibahas pada suatu ilmu dari aspek ‘awarizh-nya yang al-zatiyah,(3) di sini seperti dalil-dalil fiqh.(4) Sedangkan masalahnya adalah sesuatu yang dituntut menetapkan mahmul kepada mauzhu’ pada suatu ilmu, di sini seperti kita mengetahui bahwa amar bermakna wajib secara hakikat dan nahi bermakna haram secara hakikat juga.
Penjelasan
(1). Dengan demikian, devinisi ushul fiqh menurut pendapat ini adalah mengenal dalil-dalil fiqh secara global, metode-metode istimbath satuan-satuannya dan keadaan orang yang mengistinbathkannya
(2). Man’u al-Mawani’ adalah sebuah karya Tajuddin al-Subky untuk menjawab kritikan-kritikan yang muncul dalam kitab beliau, Jam’u al-Jawami’1
(3). ‘Awarizh al-zatiyah ada tiga macam, yaitu : Pertama, keadaan yang dihubungkan kepada sesuatu karena zat sesuatu, seperti sifat kagum yang dihubungkan kepada manusia karena memang zat manusia ada sifat kagum Kedua, keadaan yang dihubungkan kepada sesuatu karena bagian sesuatu, seperti bergerak dengan sendirinya yang dihubungkan kepada manusia karena manusia adalah hewan. Ketiga, keadaan yang dihubungkan kepada sesuatu karena yang diluar sesuatu, tetapi sama dengan sesuatu, seperti sifat tertawa yang dihubungkan kepada manusia dengan perantaraan bahwa manusia ada sifat kagum. Sifat kagum di sini sama dengan manusia, karena tidak ada manusia yang tidak ada sifat kagum.2 Berdasarkan uraian ini, maka yang menjadi mauzhu’ ilmu ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh secara global yang dibahas dari aspek dalalah-nya (pemahamannya) seperti amar bermakna wajib dan lain-lain.
(4).Contoh lain untuk mauzhu’ ilmu adalah tubuh manusia sebagai mauzhu’ ilmu kedokteran. Karena tubuh manusia menjadi pembahasan ilmu kedokteran dari aspek sehat atau sakitnya dan kata-kata bahasa Arab sebagai mauzhu’ ilmu Nahu. Kata-kata Bahasa Arab menjadi pembahasan ilmu Nahu dari aspek i’rab dan bina’.3 Sehat dan sakit merupakan ‘awarizh al-zatiyah bagi tubuh manusia. Demikian juga i’rab dan bina’ adalah awarizh al-zatiyah bagi kata-kata Bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA
1.DR. KH. Sahal Muhafuzh, Thariqat al-Hushul ‘ala Ghayah al-Wushul, Hal.12
2.Muhammad bin Ali al-Shabban, Hasyiah al-Shabban ‘ala Syarah al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal.34
3.Muhammad bin Ali al-Shabban, Hasyiah al-Shabban ‘ala Syarah al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal.34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar