Renungan

Jumat, 30 September 2011

Air dan Bangkai Laut

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِي اَلْبَحْرِ: - هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ - أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ, وُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ ورواه مالك والشافعي واحمد

Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda tentang laut, "Airnya menyucikan dan halal bangkainya."

(Dikeluarkan oleh imam yang empat, lbnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazh miliknya dan oleh Ibnu Khuzaimah dan at Tirmidzi. Juga diriwayat oleh Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad)[1]

Kualitas Hadits

Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ menjelaskan bahwa bahwa hadits ini adalah shahih. Malik telah meriwayatnya dalam al-Muwataha’ dan juga telah diriwayat oleh Syafi’i, Abu Daud, Turmidzi, al-Nisa-i dan lainnya. Bukhari juga telah menyebut dalam kitab bukan Shahihnya bahwa hadits ini adalah shahih. Demikian juga Turmidzi mengatakannya sebagai hadits hasan shahih.[2]

Asbabul Wurud Hadits

Ahmad, Hakim dan Baihaqi telah meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., berkata :

كنا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما ، فجاء صياد فقال : يا رسول الله إننا ننطلق في البحر نريد الصيد ، فيحمل أحدنا معه الأداوة وهو يرجو أن يأخد الصيد قريبا ، فربما وجده كذلك ، وربما لم يجد الصيد حتى يبلغ من البحر مكانا لم يظن أنه يبلغه ، فلعله يحتلم أو يتوضأ ، فإن اغتسل أو توضأ بهذا الماء ،فلعل أحدنا يهلكه العطش.فهل ترى في ماء البحر أن نغتسل به أو نتوضأ به إذا خفنا ذلك ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " اغتسلوا منه وتوضئوا فإنه الطهور ماؤه الحل ميتته

Artinya : Pada suatu hari, kami bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah sekelompok nelayan, berkata : “Ya Rasulullah, kami berlayar di laut mencari ikan, salah seorang dari kami membawa perbekalan dengan mengharapkan mendapatkan ikan pada lokasi yang dekat. Kadang-kadang memang didapatinya, tetapi kadang-kadang tidak didapatinya sehingga sampai pada suatu lokasi yang tidak diduga akan sampai. Pada saat itu, terkadang ada yang bermimpi atau berwudhu’, lalu jika mandi atau berwudhu’ dengan air ini, maka kemungkinan salah seorang dari kami celaka karena haus. Maka apa pendapatmu mengenai air laut seandainya kami mandi atau berwudhu’ dengannya apabila kami kuatir yang demikian itu ? Pada ketika itu, Rasulullah SAW bersabda : “Mandilah dan berwudhu’ dengannya, sesungguhnya air laut itu menyucikan serta halal bangkainya.”[3]

Al-Ahkam

1. Berdasarkan hadits di atas, air laut termasuk dalam katagori air suci lagi menyucikan (air mutlaq)

2. Tidak terjadi perbedaan pendapat para ulama mengenai kehalalan hewan laut yang dinamai dengan ikan, namun mereka berbeda pendapat mengenai hewan laut yang tidak berbentuk ikan pada umumnya. Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’, mengutip keterangan Qadhi Abu Thaib dan lainnya, mengatakan bahwa telah terjadi perbedan pendapat mengenai hukum makan hewan laut yang tidak berbentuk ikan pada umumnya dalam tiga pendapat, yaitu :

1). Pendapat yang lebih shahih di sisi sahabat Syafi’i, yaitu halal semuanya. Ini merupakan pendapat yang disebut oleh Syafi’i dalam al-Um, Mukhtashar al-Muzni dan Ikhtilaf al-Iraqiyun. Alasannya, nama ikan mencakup semua hewan dalam laut. Allah SWT berfirman :

حل لكم صيد البحر وطعامه

Artinya : Dihalalkan bagimu perburuan laut dan makanannya (Q.S. al-Maidah : 96)

Ibnu Abbas dan lainnya berkata :

Perburuan laut adalah hewan yang diburu, sedang makanannya adalah sesuatu yang dimuntahnya (makanan yang berasal dari laut)”.

Alasan yang lain adalah berdasarkan sabda Rasululullah SAW :

“Air laut itu menyucikan serta halal bangkainya.”

2). Haram, ini merupakan mazhab Abu Hanifah

3). Hewan laut yang dimakan semisal dengannya di darat seperti lembu, kambing dan lainnya adalah halal. Sedangkan hewan laut yang tidak dimakan semisal dengannya di darat seperti babi laut dan anjing laut, adalah haram[4]



[1] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 23

[2] Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 82

[3] Al-Suyuthi, al-Luma’ fi Asbab Wurud al-Hadits, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 32

[4] Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. 9, Hal. 32

4 komentar:

  1. Tgk.. Apa hukumnya memakan Tupai? Boleh nggak!

    Tgk.. Tayammum pakek debu di kaca mobil dan di dinding boleh nggak ya?

    Makasiih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. dewi yth :
      1. menurut ulama2 dayah/pesantren di Aceh, tupai haram dimakan, karena tupai binatang yang makan dengan menggunakan taringnya. hadits Nabi menyebutkan :
      كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
      “Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim)

      2. tayamum disyaratkan harus dengan debu, karena itu, kalau diduga kuat pada kaca mobil atau dinding ada debu (yan dimaksud dengan debu dari tanah (bukan dari pasir) yang suci (tidak bernajis), maka boleh saja tayamum dengan debu tsb. Imam Zarkasyi, salah seorang besar dari mazhab Syafi'i menyebutkan :
      “Adapun debu suci yang dibawa angin, maka boleh bertayamum dengannya secara qatha’.”
      (Zarkasyi, I’lam al-Sajid bi Ahkam al-Masjid, Kairo, Hal. 362)

      wassalam

      Hapus
  2. di dalam hasyiah al bajuri jilid 2 hal.292 terdapat nas yg mengatakan bahwa tupai itu boleh di makan:
    وسمور بفتح السين وتشديد الميم وسنجاب لأن العرب تستطيبهما وهما نوعان من سعالب الترك

    bagaimana cara kita tgk menanggapi nas ini...?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut penjelasan guru2 kami waktu nyantri di dayah dulu, sanjaab dalam teks di atas, bukanlah bermakna tupai seperti tupai yang ma'ruf di Aceh dan Indonesia pada umumnya, tetapi ia merupakan sejenis binatang yang bentuknya mirip dengan tupai yang kita kenal dan ia termasuk jenis Sa'lab Turki sebagaimana dijelaskan dalam teks di atas.
      wallahu a'lam

      Hapus