Renungan

Kamis, 20 Oktober 2011

membasuh Najis Anjing

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.وَفِي لَفْظٍ لَهُ: - فَلْيُرِقْهُ -.وَلِلتِّرْمِذِيِّ: - أُخْرَاهُنَّ, أَوْ أُولَاهُنَّ

Artinya : Dan Abu Hurairah r.a., beliau berkara: Rasulullah SAW berrsabda : “Kesucian bejana salah seorang kamu apabila dijilat oleh anjing, supaya dicuci tujuh kali, yang pertama dicampur dengan tanah." (Dikeluarkan oleh Muslim) dan dalam lafazh miliknya: ‘Hendaklah ia menumpahkan airnya.” Dan lafazh milik Turmidzi, "Yang terakhir atau yang pertama”[1]


Menurut Mazhab Syafi’i, anjing adalah najis, baik anjing terlatih atau lainnya, kecil ataupun besar. Ini juga merupakan pendapat al-Auza’i, Abu Hanifah, Ahmad, Ishaq, Abu Tsur dan Abu ‘Ubaid. Sedangkan Al-Zuhri, Malik dan Daud berpendapat anjing adalah suci. Kelompok kedua ini mengatakan bahwa kewajiban membasuh bejana dari jilatan anjing hanyalah karena ta’abud, jadi bukanlah karena bejana tersebut bernajis. Pendapat kedua ini juga telah dihikayah dari Hasan Basri dan ‘Urwah bin Zubair. Mereka juga berdalil dengan firman Allah Ta’ala :

فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ

Artinya : Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu (Q.S. al-Maidah : 4)


Ayat ini menjelaskan halal makan binatang buruan tangkapan binatang terlatih seperti anjing tanpa ada perintah menyucikan tempat yang disentuh oleh binatang terlatih tersebut. Dalil lain yang digunakan sebagai dalil oleh kelompok ini adalah hadits Ibnu Umar r.a., beliau berkata :

كانت الكلاب تقبل وتدبر في المسجد في زمن رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم يكونوا يرشون شيئا من ذلك

Artinya : Anjing pulang dan pergi dalam mesjid pada zaman Rasulullah SAW, mereka (para sahabat Nabi) tidak memercik sesuatupun dari itu (H.R. Bukhari)


Adapun dalil yang menjadi pegangan Mazhab Syafi’i dan lainnya adalah sebagai berikut :

1. Hadits riwayat Abu Hurairah di atas, dengan pemahaman bahwa bersuci dari jilatan anjing tersebut adakalanya dari hadats atau adakalanya dari najis, tidak ada pertimbangan yang logis kalau itu adalah suci dari hadats, karena itu, tertentulah ia merupakan suci dari najis.

2. Perintah membuang air jilatan anjing sebagaimana terlihat dalam satu riwayat milik Muslim di atas, menunjukkan bahwa jilatan anjing adalah najis, karena kalau air tersebut tidak bernajis, maka membuangnya termasuk dalam katagori perbuatan yang sia-sia. Sedang Rasulullah SAW tidak mungkin memerintah perbuatan yang sia-sia.

3. Pendalilian dengan Q.S al-Maidah : 4, kalangan Syafi’iah menjawab, dikalangan kita terjadi perbedaan pendapat, apakah bagian dari binatang buruan yang disentuh oleh anjing wajib disucikan atau tidak ?. Kalau kita berpendapat tidak wajib, hal itu karena sukar menyucikannya, berbeda halnya dengan bejana.

4. Adapun hadits Ibnu Umar di atas, kejadian tersebut adalah ketika sebelum adanya perintah basuh sesuai dengan hadits Abu Hurairah di atas atau hal itu karena kencing anjing tersembunyi posisinya, maka siapa saja yang meyakininya, wajib membasuhnya dan siapa yang tidak meyakininya, maka tidak wajib membasuhnya. Jawaban ini telah dikemukakan oleh Baihaqi. Beliau beralasan bahwa telah terjadi ijmak najis kencing anjing dan wajib percik kencing anak-anak yang masih bayi, maka berpendapat najis anjing tentu lebih patut. Penjelasan semua yang tersebut di atas merupakan rangkuman dari apa yang telah dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab[2]


Catatan

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, terdapat beberapa riwayat mengenai berapa kali membasuh untuk menyucikan bejana dari jilatan anjing, yakni antara lain :

1. Tujuh kali

2. Tujuh kali, yang pertama dengan tanah

3. Tujuh kali, yang pertama atau yang terakhir dengan tanah

4. Tujuh kali, yang ketujuh dengan tanah

5. Tujuh kali dan yang kedelapan dilumuri dengan tanah


Selanjutnya An Nawawi mengatakan,


“Al-Baihaqi dan selainnya telah mengeluarkan seluruh riwayat ini. Ini menunjukkan bahwa penggunaan kata “yang pertama” dan penyebutan urutan lainnya bukanlah syarat, namun yang dimaksudkan adalah “salah satunya dengan tanah”. Adapun riwayat terakhir yang menyatakan “yang kedelapan dilumuri tanah”, maka menurut madzhab kita (Syafi’iyah) dan madzhab mayoritas ulama bahwa yang dimaksud adalah cucilah tujuh kali, salah satu dari yang tujuh itu dengan tanah bersama air. Maka seakan-akan tanah tadi diposisikan pada posisi satu kali basuh, sehingga disebut kedelapan.” [3]



[1] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Juz. I, Hal. 25

[2] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 567-568

[3] Al-Nawawi, Syarah Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 448

11 komentar:

  1. Assalamualaikum
    Tgk ada kah dalil akurat / referensi / kosekuensi bahwa anjing aulia 7 masuk syurga ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. baca :
      http://kitab-kuneng.blogspot.com/2013/04/menjawab-pertanyan-apakah-binatang.html

      wassalam

      Hapus
  2. Assalamu'alaikum tgku...Kebetulan kami sering berburu, dan sekarang kami sedang bingung tentang masalah memakan binatang buruan yang mati ditembak dengan senapan (senapan angin/api)..apakah boleh bersandar kepada mazhab maliki yang membolehkan memakan binatang tersebut karena sebelumnya telah diucapkan Bismillah...mohon jawaban dari teungku beserta kalam-kalam para ulama,kami sangat membutuhkan jawaban teungku,syukran.

    BalasHapus
  3. kami tunngu jawaban dari teungku..

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. semua mazhab dalam Islam (kalau sekarang mazhab yg dpt dipercya tersisa empat mazhab) boleh di amalkan, meskipun dlm sehari 2 seseorang itu bermazhab dgn mazhab tertentu, misalnya bermazhab syafi'i.

      2. menurut fatwa sebagian ulama mutaakhirin maliki , boleh makan binatang buruan yang ditembak dengan peluru (lihat syarah Shaghir karya al-Dardir, juz. II/162 (maktabah syamilah))

      3. bagi orang bermazhab syafi'i, boleh saja fatwa tersebut di amalkan dgn syarat pengamalannya tidak setengah2 yang dpt mengakibatkan talfiq mazhab. Diantara yg wajib dalam mazhab malik adalah membaca basmalah, mazhab syafi'i tidak wajib.

      4. berdasarkan keterangan para ulama kita, berpindah2 mazhab bukanlah hal yg gampang. karena rawan terjadi talfiq. ini bagi orang alim, nah apalagi bagi orang awam. namun demikian, bagi seseorang yg memang mampu memahami mazhab malik secara sempurna dlm satu masalah, maka tidak mengapa baginya utk mengamalkannya.

      wassalam

      Hapus
    2. contoh lain yg mengkuatirkan talfiq adalah jenis burung yg kita tembak. apakah jenis burung yang kita tembak yg kita anggap halal berdasarkan mazhab syafi'i juga halal menurut mazhab malik? kalau seandai nya mazhab malik mengatakan haram, maka tentu kita tidak boleh berpegang dgn mazhab syafi'i yg mengatakan halal, karena akan terjadi talfiq mazhab.

      Hapus
  4. terimakasih teungku,,,Insyaallah akan kami terapkan smua solusi dan jawaban yang teungku berikan,,,syukran.

    BalasHapus
  5. pegang anjing babi p hkm nya tgk...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kaarena keduanya najis, maka tentu haram dan wwajib disamak kalau bersentuhan dlm keadaan basah

      Hapus
  6. Bagaimana pendapat imam syafi'i dengan hasil buruan dari anjing terlatih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut mazhab syafii, boleh dimakan, dgn dibuag bagian yg kena gigitan anjing.

      Hapus