Renungan

Rabu, 14 Desember 2011

Cara Berwudhu' Secara Sempurna

وَعَنْ حُمْرَانَ - أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ تمَضْمَضَ, وَاسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اَلْيُمْنَى إِلَى اَلْمِرْفَقِِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اَلْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اَلْيُمْنَى إِلَى اَلْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اَلْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. - مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Artinya : Dari Humran, sesungguhnya Utsman pernah minta air wudhu’, lalu beliau membasuh dua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya sampai siku-siku tiga kali, kemudian tangan kiri seperti itu pula, kemudian menyapu kepala kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki kiri seperti itu pula. Kemudian beliau berkata : “Aku melihat Rasulullah SAW berwudhu’ seperti wudhu’ku ini (Muttafaqun alaihi)[1]


Dalam Shahih Muslim redaksinya sebagai berikut :

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya : Dari Humran, hamba sahaya Utsman, dia pernah melihat Utsman minta bejana air wudhu’, lalu beliau menuangkan pada dua telapak tangannya tiga kali dengan membasuh keduanya, kemudian memasukkan tangan kanannya dalam bejana, maka beliau berkumur-kumur, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh dua tangannya sampai siku-siku tiga kali, kemudian menyapu kepalanya, kemudian membasuh dua kakinya tiga kali. Kemudian beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda :“Barangsiapa berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, kemudian shalat dua raka’at yang tidak berhadats dirinya pada dua raka’at itu, maka diampunkan dosanya yang telah lalu. (H.R. Muslim)[2]


Hadits di atas menjelaskan cara berwudhu’ yang sempurna atau yang lebih utama. Sedangkan perbuatan yang wajib dalam wudhu’ hanyalah membasuh muka dan tangan, menyapu kepala serta membasuh kaki hingga dua mata kaki sebagai firman Allah :

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki (Q.S. al-Maidah : 6)


Sedangkan perbuatan lain yang disebut dalam hadits di atas merupakan perbuatan sunnat, karena itu merupakan tanbahan dari apa yang diwajibkan dalam Q.S. al-Maidah : 6. Perbuatan tersebut yaitu membasuh dua telepak tangan, berkumur-kumur, isytinsyaq dan melakukan perbuatan wudhu’ tiga-tiga kali. Oleh karena itu, semua hadits yang menjelaskan Nabi SAW melakukan wudhu’ melebihi dari perbuatan yang diwajibkan dalam firman Allah Q.S. al-Maidah : 6 di atas, hanyalah menunjukkan keutamaan. Sebagian kaum muslim yang mewajibkan berkumur-kumur dan isytinsyaq pada wudhu’ berargumentasi dengan hadits Aisyah secara marfu’, yaitu :

المضمضة والاستنشاق من الوضوء الذى لابد منه

Artinya : Berkumur-kumur dan isytinsyaq termasuh wudhu’ yang tidak boleh tidak darinya.(H.R. Darulquthni)[3]


dan hadits riwayat Abu Hurairah :

عن النبي صلى الله عليه وسلم تمضمضوا واستنشقوا

Artinya : Dari Nabi SAW, berkumur-kumur dan isytinsyaqlah.(H.R. Darulquthni)[4]


Menurut keterangan Imam al-Nawawi, kedua hadits di atas adalah dha’if. Telah disebut kedhai’fannya oleh Darulquthni dan lainnya.[5] Oleh karena itu, kedua hadits di atas tidak dapat menjadi hujjah dalam penetapan hukum.

Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi mengomentari hadits riwayat Muslim di atas, antara lain :

1. Sunnat mengambil air pada berkumur-kumur dan isytinsyaq dengan tangan kanan

2. Berkumur-kumur dan isytinsyaq dilakukan dengan satu cebok. Jalan pendaliliannya adalah perkataan membasuh disebut secara berulang-ulang pada membasuh dua telapak tangan dan membasuh wajah, sedangkan pada berkumur-kumur dan isytinsyaq hanya disebut secara mutlaq.

3. Sunnat membasuh dua telapak tangan sebelum memasukkan keduanya dalam bejana, meskipun seseorang itu bukan baru bangun dari tidur, apabila dia meragukan najis tangannya.[6]


Sebagaimana penjelasan al-Nawawi di atas, menurut pendapat shahih, yang lebih utama berkumur-kumur dan isytinsyaq dilakukan dengan satu cebok. Adapun hadits riwayat Abu Daud, berbunyi :

عَنْ طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ دَخَلْتُ - يَعْنِى - عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَتَوَضَّأُ وَالْمَاءُ يَسِيلُ مِنْ وَجْهِهِ وَلِحْيَتِهِ عَلَى صَدْرِهِ فَرَأَيْتُهُ يَفْصِلُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالاِسْتِنْشَاقِ.

Artinya : Dari Thalhah dari bapaknya dari kakeknya, berkata : “Aku masuk menemui Nabi SAW, sedangkan beliau sedang berwudhu’ dan air mengalir dari wajah dan jenggot atas dada beliau. Maka aku melihat beliau memisahkan antara berkumur-kumur dan isytinsyaq. (H.R. Abu Daud)[7]


Menurut Imam Nawawi, perbuatan Nabi SAW tersebut hanya untuk menyatakan amalan tersebut jawaz (boleh), apalagi berdasarkan dhahir hadits tersebut, perbuatan Nabi SAW itu hanya dilakukan satu kali.[8]



[1] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 30

[2] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I, Hal. 204- 205, No. Hadits : 226

[3] Darulquthni, Sunan Darulquthni, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 144, No. Hadits : 275

[4] Darulquthni, Sunan Darulquthni, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 174, No. Hadits : 334

[5] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 365

[6] Al-Nawawi, Syarah Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 374

[7] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 53, No. Hadits : 139

[8] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 359

6 komentar:

  1. Tgk,, muka dalam tayammum apa sama dlm wudhuk? Mksudnya apa harus kena semua bagian muka pd tayammum?

    Tgk, katanya kalau kita berdiri sendiri di belakang shaf dlm salat berjama'ah tdk dpt pahala jama'ah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. tentu tidak perlu sama persis seperti wudhu', karena meratakan tanah pada semua lekuk muka dianggap kesulitan (masyaqqah). karena itu, Allah berfirman pada akhir ayat masalah tayammum :
      فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
      Artinya : maka bertayamumlah dengan tanah yang baik, sapulah wajahmu dan tangan2mu, sesungguhnya Allah Maha memaaf dan pengampun (al-Nisa' : 43)

      2. ya benar, karena keluar dari saf, namun kalau kita tidak mungkin masuk dalam saf, karena saf sudah penuh, maka tidak apa2, tetap dapat pahala jama'ah
      wassalam

      Hapus
  2. assalamu'alaikum tgk
    bagaimanakah hukum niat waktu membasuh muka.
    satu lagi tgk...saya pernah mendengar pendapat apabila sewaktu mengambil wudhu'k wajib mengqashat air ini suci dan menyucikan.
    mohon penjelasannya
    wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. niat pada waktu membasuh muka wajib, karena beramal dengan hadits "Semua hanyalah dgn niat." (H.R. muslim), adapun meniatkan atau mengqashadkan air ini suci dan menyucikan, menurut hemat kami tidak wajib, karena niat dibutuhkan ketika melakukan perbuatan, sedangkan air bukan perbuatan, tetapi suatu benda. jadi yg perlu niat ketika mengambil air utk berwudhu' yaitu niat wudhu'. yang berwajib berkenaan dgn air adalah dhan (dugaan) bahwa air itu suci dan menyucikan.

      wassalam

      Hapus
    2. atau meyakini bahwa air itu suci dan menyucikan.

      Hapus
  3. assalamualaikum ustadz, saya nanya apakah wajib hukumnya mencuci kedua tangan sebelum mencelupkan ke wadah air/bejana setelah bangun tidur malam ataupun tidur siang itu, kalau lupa atau tidak melakukkannya bagaimana hukumnya, misal langsung pas abis bangun tidur siang/malam langsung celupin keair tangannya tsb atau tangan yg habis bangun tidur td menyentuh makanan/benda basah lainnya??? apakah menyebabkan air sedikit yang kita sentuh menjadi mutanajis, krn blm dicuci sebelumnya?juga benda basah lainnya,krn bersentuh dengn telapak tangan habis tidur yg blm dicuci tadi? trus tanya juga ada kejadian dimana saya pernah lewat suatu lorong jalan (niat mau ngambil jalan pintas setelah dari jalan raya yg beraspal) bareng temen saya pakai motor (yg mengemudikan.motor temen saya, saya posisi dduduk dibelkang driver), kondisi jalan aspal/batako dilorong kondisi basah krn abis diguyur hujan yang merata didaerah saya, juga aspal di jalan jalan pun kondisi maaih basah abis terkena hujan, walaupun air basah nya gak banyak yg menggenang,namnya juga aspal, pas kami lewat lorong tsb pakai motor ternyata ada anjing hitam duduk bersimpuh di pinggir jalan yg basah kemudian larilah anjing tsb sambil mengibaskan badannya yg basah habis kehujanan juga kayaknya, dia lari bisa jadi krn motor kami akan lewat jalan tsb, namunnamuntidak terkena langsung bekas air kibasan badan anjing hitam tsb, krn kami lewat pakai motor beberapa detik setelah dia lari entah kemana, yg jadi pertanyaan khan jalanannya basah, otomatis ban motor mau gak mau melewati jalan basah yg bekas anjing tsb , dan ternyata ujung lorongnya juga buntu sehingga temen saya harus muter balik jalan dan otomatis kakinya menyentuh tanah yg basah, krn susah kalau langsung muter balik motornya krn lorongnya gak terlalu besar itu, apakah terkena najis mughalazoh kaki tmn saya dan ban motornya, krn susah menghindarinya, ??

    BalasHapus