Renungan

Minggu, 22 April 2012

Takhrij Hadits dalam Syarah al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin (Juz. I, Hal. 40-41)


1.        Hadits Muslim dari Jabir :
أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم   نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW melarang kencing dalam air yang tenang. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 40)

Imam al-Nawawi dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab mengatakan :
“Hadits ini telah diriwayat oleh Muslim dan yang senada dengannya terdapat dalam Shahihaini dari Abu Hurairah r.a.”[1]


2.        Hadits Abu Daud dan lainnya berbunyi :
انه صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم نهَى عن أَن يبال فِي الْجُحر
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW melarang kencing dalam lobang. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 40)

Menurut keterangan Ibnu Mulaqqan, hadits ini shahih telah diriwayat oleh Ahmad dalam Musnadnya, Abu Daud dan al-Nisa’i dalam Sunan keduanya, Hakim dalam al-mustadrak, Baihaqi dalam sunannya dengan sanad yang shahih dan semua rijalnya terpercaya. Al-Hakim mengatakan, hadist ini shahih atas syarat Bukhari dan Muslim dan kedua beliau ini berhujjah dengan semua perawinya.[2]

3.        Hadits Muslim, Rasulullah SAW bersabda :
اتَّقوا اللعانين قَالُوا وَمَا اللعانان ؟  قَالَ : الَّذِي يتخلى فِي طرق النَّاس أَو فِي ظلهم
Artinya : Takutlah kepada dua kutukan. Mereka bertanya, apa dua kutukan itu ? Rasulullah menjawab : “Orang-orang yang buang air besar dan kecil pada jalan atau pada tempat berteduh manusia. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 40)

Imam Muslim meriwayat hadist ini dalam kitabnya, Shahih Muslim.[3] Dalam riwayat Ibnu al-Sakn : طَرِيق المسملين (jalan kaum muslimin) ganti dari lafazh النَّاس" dan dalam satu riwayat Ibnu Hibban : “فِي طَرِيق النَّاس وأفنيتهم (pada jalan dan halaman rumah manusia)[4]

4.        Riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, hadits :
النهي عن التحدث على الغائط
Artinya : larangan dari berbicara dalam kakus (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 41)

Hadits ini diriwayat oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan telah menshahihkannya oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Lafazhnya :
لَا يقْعد الرّجلَانِ عَلَى الْغَائِط يتحدثان يرَى كل مِنْهُمَا عَورَة صَاحبه فَإِن الله يمقت ذَلِك
Artinya : Tidak duduk dua orang dalam kakus, lalu saling berbicara, dimana masing-masing keduanya melihat aurat temannya, karena sesungguhnya Allah membenci hal itu.[5]


5.        Riwayat Bukhari pada hadits :
القَبْرَيْنِ لا يستبرئ
Artinya : Dua kubur yang tidak melakukan istibra’ ((Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 41)

 
Dalam Tuhfah al-Muhtaj ila Adallah al-Minhaj disebutkan :[6]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍا كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ فأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.(متفق عليه)
Artinya : Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan, Nabi SAW melewati dua perkuburan, maka Nabi mengatakan, “Kedua-duanya sedang disiksa, tetapi bukan karena dosa besar, yang seorang buang air kecil tidak bersuci dan seorang lagi tukang fitnah.” Kemudian Nabi mengambil pelepah kurma yang masih basah dan dibelah dua. Kemudian masing-masing ditanam pada setiap perkuburan. Ada yang bertanya, Ya Rasulullah kenapa engkau lakukan ini ? Jawab beliau, “Mudah-mudahan keduanya dapat meringankan siksaannya selama belum kering.(Muttafaqun ‘alaihi)


Pada lafazh Muslim :
لاَ يَسْتَنزه عن البول او  مِنَ الْبَوْلِ
Artinya : Tidak suci dari kencing



Dan pada satu lafazh Bukhari :
لا يستبرئ مِنَ الْبَوْلِ
Artinya : Tidak istibra’ dari kencing.



[1] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 93
[2] Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 321-322
[3] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 156, No. Hadits : 641
[4] Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 311
[5] Ibnu Mulaqqan, Tuhfah al-Muhtaj ila Adallah al-Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 164
[6] Ibnu Mulaqqan, Tuhfah al-Muhtaj ila Adallah al-Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 165-166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar