Renungan

Senin, 02 Juli 2012

Sayyid Bakri Syatha, Pengarang Kitab I’anah Ath-Thalibin

Kalau ada orang yang mengaku alim dalam ilmu fiqh, dan lebih khusus lagi dalam fikih Mazhab Syafi’i, tetapi tidak tahu kitab I’anah Ath-Tholibin dan pengarangnya siapa?, pengakuannya sangat patut diragukan. Mengapa? Kerana, kitab tersebut merupakan salah satu rujukan utama dalam fikih Syafi’i dan para penuntut ilmu di pasentren/ pondok. Sekurang-kurangnya tahu namanya. Sesungguhnya kitab ini merupakan kitab mashyor, meskipun tergolong kitab munculnya akhir kurun yang terkebelakang, yang lebih kurang berusia 130-an tahun.

Kitab I’anah Ath-Thalibin merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in. Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi'i yang paling banyak dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memu­tuskan masalah-masalah hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail (pengkajian masalah-masalah), kitab ini menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nash­nya. Kemashyoran kitab ini dapat dikata­kan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi'i di berbagai belahan dunia Islam. Kitab I`anah Ath-Thalibin adalah karya besar seorang tokoh ulama terkemuka Makkah abad ke-14 Hijriyyah (abad ke-19 Masehi), Sayyid Bakri Syatha.

Tokoh yang nama sebenarnya Abu Bakar bin Muhammad Zainal Abidin Syatha ini lahir di Makkah tahun 1266 H/1849 M. Ia berasal dari keluarga Syatha, yang terkenal dengan keilmuan dan ketaqwaannya. Namun ia tak sem­pat mengenal ayahnya, karena saat ia baru berusia tiga bulan, sang ayah, Say­yid Muhammad Zainal Abidin Syatha, berpulang ke rahmatullah. Sayyid Abu Bakar Syatha merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah al-Mukarramah pada permulaan abad ke XIV.

Sayyid Bakri Syatha meninggal dunia tanggal 13 Dzul­hijjah tahun 1310 H/1892 M setelah me­nyelesaikan ibadah haji. Usianya me­mang tidak panjang (hanya 44 tahun me­nurut hitungan Hijriyyah dan kurang dari 43 tahun menurut hitungan Masehi), te­tapi penuh manfaat yang sangat dirasa­kan urnat. Jasanya begitu besar, dan pe­ninggalan-peninggalannya, baik karang­an-karangan, murid-murid, maupun anak keturunannya, menjadi saksi tak terban­tahkan atas kebesarannya. Semoga Allah menempatkannya di surga.Kalau ada orang yang mengaku alim dalam ilmu fiqh, dan lebih khusus lagi dalam fikih Mazhab Syafi’i, tetapi tidak tahu kitab I’anah Ath-Tholibin dan pengarangnya siapa?, pengakuannya sangat patut diragukan. Mengapa? Kerana, kitab tersebut merupakan salah satu rujukan utama dalam fikih Syafi’i dan para penuntut ilmu di pasentren/ pondok. Sekurang-kurangnya tahu namanya. Sesungguhnya kitab ini merupakan kitab mashyor, meskipun tergolong kitab munculnya akhir kurun yang terkebelakang, yang lebih kurang berusia 130-an tahun.

Kitab I’anah Ath-Thalibin merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in. Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi'i yang paling banyak dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memu­tuskan masalah-masalah hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail (pengkajian masalah-masalah), kitab ini menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nash­nya. Kemashyoran kitab ini dapat dikata­kan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi'i di berbagai belahan dunia Islam. Kitab I`anah Ath-Thalibin adalah karya besar seorang tokoh ulama terkemuka Makkah abad ke-14 Hijriyyah (abad ke-19 Masehi), Sayyid Bakri Syatha.

Tokoh yang nama sebenarnya Abu Bakar bin Muhammad Zainal Abidin Syatha ini lahir di Makkah tahun 1266 H/1849 M. Ia berasal dari keluarga Syatha, yang terkenal dengan keilmuan dan ketaqwaannya. Namun ia tak sem­pat mengenal ayahnya, karena saat ia baru berusia tiga bulan, sang ayah, Say­yid Muhammad Zainal Abidin Syatha, berpulang ke rahmatullah. Sayyid Abu Bakar Syatha merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah al-Mukarramah pada permulaan abad ke XIV.

Sayyid Bakri Syatha meninggal dunia tanggal 13 Dzul­hijjah tahun 1310 H/1892 M setelah me­nyelesaikan ibadah haji. Usianya me­mang tidak panjang (hanya 44 tahun me­nurut hitungan Hijriyyah dan kurang dari 43 tahun menurut hitungan Masehi), te­tapi penuh manfaat yang sangat dirasa­kan urnat. Jasanya begitu besar, dan pe­ninggalan-peninggalannya, baik karang­an-karangan, murid-murid, maupun anak keturunannya, menjadi saksi tak terban­tahkan atas kebesarannya. Semoga Allah menempatkannya di surga.

(sumber :  http://sabilurrosyad.blogspot.com/2009_12_01_archive.html)

3 komentar:

  1. Ustad kalau ada ppt mata kuliah ushul Fikih dsb bisa dihsare. Jazakallah ahsanal jaza'

    BalasHapus
  2. Hatur nuhun .. ilmuna mugia manfaat dunia dan akhirat ..aamiin

    BalasHapus