Renungan

Jumat, 07 September 2012

Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang paling utama dari segala Nabi


Wajib mengi’tiqadkan bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang paling utama dari segala nabi. I’tiqad ini berdasarkan dalil sebagai berikut :
1.    Hadits Nabi SAW berbunyi :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ
Artinya : Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk memberikan syafa’at.” (Shahih Muslim).[1]

Hadits ini menyatakan bahwa Rasulullah SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari akhirat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia di dunia dan akhirat, sebagaimana dikemukan oleh al-Nawawi dalam mensyarahkan hadits di atas, yaitu :
Adapun sabda Rasulullah SAW pada hari kiamat, sedangkan beliau adalah sayyid, baik di dunia maupun di akhirat, sebab dikaidkan demikian adalah karena nyata sayyid beliau itu bagi setiap orang, tidak ada yang berusaha mencegah, menentang dan seumpamanya, berbeda halnya di dunia, maka ada dakwaan dari penguasa kaum kafir dan dakwaan orang musyrik”.[2]

2.             2.   Dari Abu Sa’id, berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أنا سيد ولد آدم يوم القيامة ولا فخر
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, Aku adalah sayyid anak Adam pada hari kiamat. Aku tidak sombong.(H.R. Turmidzi)[3]

Zainuddin al-Iraqi mengatakan, hadits ini merupakan riwayat al-Turmidzi dan beliau mengatakan, hadits hasan dan riwayat Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri.[4]
kelebihan sebagian Nabi Allah atas sebagian yang lain diakui oleh firman Allah antara lain :

a.    Q.S. al-Baqarah : 253, berbunyi :
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
Artinya : Rasul-rasul itu, Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain.(Q.S. al-Baqarah : 253)

b.    Q.S. al-Isra’ : 55, berbunyi :
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain) (Q.S. al-Isra’ : 55)

Memang ada hadits shahih yang dhahirnya bertentangan dengan keterangan-keterangan di atas. Hadits tersebut adalah sabda Rasulullah SAW, berbunyi :
لاََ تُفَضِّلُوا بَيْنَ أَنْبِيَاءِ اللهِ
Artinya : Janganlah kamu membeda-bedakan antara Nabi Allah. (H.R. Bukhari[5] dan Muslim[6]).

Menjawab pertentangan ini, Imam al-Nawawi dalam kitab beliau, al-Fatawa mengutip lima jawaban ulama mengenai ini, yakni antara lain :
1). Rasulullah SAW mengatakan hadits ini sebelum mengetahui bahwa beliau adalah yang paling utama dari segala nabi, manakala beliau mengetahuinya, maka beliau bersabda, “Aku adalah sayyid anak Adam”
2). Larangan membeda-bedakan itu dalam konteks dapat menyebabkan persengketaan. Hal ini karena asbab wurud hadits ini adalah penamparan seorang yahudi oleh seorang muslim.
3). Larangan membeda-bedakan itu dalam konteks dapat menyebabkan melecehkan kepada sebagian para nabi, bukan pembedaan dalam semua hal. Ini didukung oleh firman Allah berbunyi :
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain) (Q.S. al-Isra’ : 55)

4). Rasulullah SAW mengatakan hadits ini dalam konteks tawadhu’
5). Larangan membeda-bedakan itu dalam konteks diri kenabian, bukan pada zat/diri para nabi, umum risalah dan kelebihan-kelebihan keistimewaan mereka.[7]


[1] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. VII, Hal. 59, No. Hadits : 6079
[2] Imam al-Nawawi, Syarah Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. XV, Hal. 37
[3] Turmidzi, Sunan al-Turmidzi, Maktabah Syamilah, Juz. V, Hal. 308, No. Hadits 3148
[4] Zainuddin al-Iraqi, Takhrij al-Ihya, dicetak bersama kitab Ihya Ulmuddin, Thaha Putra, Semarang, Juz. IV, Hal. 510
[5] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 194, No. Hadits : 3414
[6] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. VII, Hal. 100, No. Hadits : 6300
[7] Imam al-Nawawi, al-Fatawa, Hal. 151-152

Tidak ada komentar:

Posting Komentar