Renungan

Senin, 03 Desember 2012

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat (materi mata kuliah Pengantar Ilmu al-Qur'an di STAI Tapaktuan (pertemuan IX)


Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya : Dialah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu. Diantara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah ummul Qur’an dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya (sesuai dengan hawa nafsunya), padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya yang mengatakan : “kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal (Q.S. Al Imran : 7)

1.        Ayat Muhkamat adalah ayat yang dari sisi kebahasaan memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk ditakwil ke makna lain. Atau ayat yang diketahui dengan jelas makna dan maksudnya.
 Contohnya :
a.       Firman Allah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Artinya : Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (Q.S. asy-Syura: 11)

b.      Firman Allah :
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Artinya : Dia (Allah) tidak ada satupun yang menyekutui-Nya (Q.S. al Ikhlash : 4)

2.    Ayat Mutasyabihat adalah ayat yang belum jelas maknanya. Atau yang memiliki banyak kemungkinan makna dan pemahaman sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat.

Ada dua metode untuk memaknai ayat-ayat mutasyabihaat yang keduanya sama-sama benar :
 Pertama : Metode Salaf. Mereka adalah orng-orang yang hidup pada tiga abad hijriyah pertama. Yakni kebanyakan dari mereka menyerahkan maknanya kepada Allah tanpa mentakwilkannya, yaitu dengan mengimaninya serta meyakini bahwa maknanya bukanlah sifat-sifat jism (sesuatu yang memiliki ukuran dan dimensi), tetapi memiliki makna yang layak bagi keagungan dan kemahasucian Allah tanpa menentukan apa makna tersebut. Mereka mengembalikan makna ayat-ayat mutasyabihat tersebut kepada ayat-ayat muhkamat seperti firman Allah :
Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (Q.S. asy-Syura: 11)

Metode ini dinamakan juga dengan metode tafwizh, yaitu menyerahkan takwilnya kepada Allah Ta’ala.
Kedua : Metode Khalaf. Mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara terperinci dengan menentukan makna-maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam bahasa Arab. Seperti halnya ulama Salaf, mereka tidak memahami ayat-ayat tersebut sesuai dengan zhahirnya.

3.    Contoh-contoh ayat mutasyabihat,antara lain :
a.       Contohnya firman Allah :
 الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Artinya : Tuhan yang yang bersifat dengan Rahman istiwa’ atas arasy (Q.S. Thaha : 5)

Ayat ini wajib ditafsirkan dengan selain bersemayam, duduk dan semacamnya.. Berarti ayat ini tidak boleh diambil secara zhahirnya tetapi harus dipahami dengan makna yang tepat dan sesuai dengan ayat muhkamaat seperti “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya” di atas. Para ulama ada yang memaknai lafazh istiwa’ di sini dengan  al-qahr, menundukkan dan menguasai dan ada juga yang mentakwil dengan makna qashad (mazhab al-ta’wil, dianut oleh kebanyakan ulama Khalaf). Namun menurut kebanyakan ulama salaf, ayat mutasyabihaat ini diserahkan saja pengertiannya kepada Allah Ta’ala (mazhab al-tafwizh)
b.      Firman Allah SWT :
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
Artinya : Datang tuhanmu dan malaikat secara bershaf-shaf (Q.S. al-Fajr : 22)

Datang yang dinisbatkan kepada Allah SWT ini, maknanya bukan datang dengan bergerak, berpindah, mengosongkan suatu tempat dan mengisi tempat yang lain, karena Allah  SWT yang menciptakan sifat bergerak, diam dan semua sifat makhluk, maka Allah tidak disifati dengan bergerak dan diam. Jadi yang dimaksud adalah datang sesuatu dari Tuhanmu, yakni salah satu tanda kekuasaan-Nya. Inilah takwil yang dikemukakan oleh Imam Ahmad.
c.       Firman Allah SWT :
 وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Artinya : Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada (Q.S. al-Hadid : 4)

Perkataan al-ma’iyyah  (bersama) di sini berarti bahwa Allah, ilmu-Nya meliputi di manapun seseorang berada. Kadang al-ma’iyyah berarti juga pertolongan dan perlindungan Allah SWT.

4.        Sebab terjadi perbedaan pendapat mazhab Salaf dan Khalaf mengenai ayat mutasyabihat

Perbedaan para ulama dalam memahami ayat mutasyaabihat ini disebabkan perbedaan mereka dalam mewaqafkan atau menyambung firman Q.S. Al Imran : 7 di atas. Ulama Shalaf lebih cenderung mewakafkan pada lafazh وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ, sehingga makna ayat berbunyi : “Tidak diketahui takwil ayat mutasyabihat kecuali Allah”, sedangkan lafazh berikutnya merupakan permulaan kalam baru. Sehingga menurut golongan ini, ayat mutasyabihat diserahkan saja maksudnya kepada Allah Ta’ala, tanpa dicari maknanya tertentu.
Sedangkan ulama Khalaf cenderung menyambung lafazh tersebut dengan lafazh selanjutnya, sehingga ayat itu berbunyi : “Tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”.

Dosen : Tgk Alizar Usman

Daftar Pustaka
1.      Al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, al-Haramain, Singapura,
2.      Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Maktabah Wahbah, Kairo,
3.      Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Dar al-Turats, Kairo








10 komentar:

  1. terima kasih atas kunjungannya
    wassalam

    BalasHapus
  2. silah lihat kajian mendalam tentang ayat2 muhkamat dan mutasyabihat dlm http://kajian-quran.blogspot.com/ merupakan satu pencerahan baru yang menarik dan insyaallah benar.

    BalasHapus
  3. Salàm Dari bali ,bagi ulul Albab TDK ada anayat mutasyabih semua ayat mukhkamat, bagi orang yg TDK puny a ilmu semua ayat jadi mutsyabihat .myan bali

    BalasHapus
    Balasan
    1. alif lam mim, alif lam ra', ha miim, yaa siin ,,, jawab ya ulul albab dengan jelas? ga jawab berarti ulul AL-BACHOT

      Hapus
    2. UNTUK APA BERPENDAPAT KALAU HANYA MENJADIKAN CEMOOH

      Hapus
  4. ALHAMDULILLAH

    BEBERAPA REFRENSI YANG SAMA TERIMA MEMBERIKAN ISI URAIAN YANG RELATIF SAMA...... WASYUKURILLAH,,,,,, SAYA DAPAT MEMAHAMINYA....

    SEMOGA TULISAN USTADZ SENANTIASA DIBIMBING ALLAH DEMI KEMASLAHATAN UMAT

    BalasHapus
  5. Assalamu'alaikum, ustaz.. maaf butuh kepastian.. bukankah Shiekh Manna' al-Qaththan itu berpendirian sama seperti Wahhabi?

    Kerana beliau mengatakan bahawa makna TAKWIL yang dimaksudkan bagi Asya'irah adalah Takwil yang Mazmum (tercela). Ada dalam kitab beliau, al-Mabahits itu, dalam bab perbahasan Muhkam dan Mutasyabih.

    BalasHapus