Dalam kitab Sulam al-Muta’allimin,[1]
karya Sayyed Ahmad Miiqary Syamilah al-Ahdal dijelaskan beberapa istilah lain
dalam al-Tuhfah, al-Nihayah dan al-Mughni yang tidak dijelaskan dalam
pembahasan di atas, yaitu :
1.
Apabila
mereka mengatakan :
القاضيان
Maka
maksudnya adalah al-Rauyani dan al-Mawardi.
2.
Apabila
mereka mengatakan :
الشيخان
Maka maksudnya
: al-Rafi’i dan al-Nawawi.
3.
Apabila
mereka mengatakan :
الشيوخ
Maka maksudnya
: al-Rafi’i, al-Nawawi dan al-Subki
4.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
على
ما
شمله
كلامهم
Maka beliau
terlepas dari pendapat tersebut atau pendapat tersebut ada isykal. Yang sama dengan
ini perkataan beliau :
كذا
قالوه atau كذا
قاله
فلان
5.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
وإن
صح
هذا
فكذا
Maka ini menunjukkan bahwa beliau tidak sependapat dengannya.
6.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
على المعتمد
Maka
ini merupakan pendapat yang lebih dhahir (al-azhhar) dari aqwal Syafi’i.
7.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
على الأوجه
Maka maksudnya
pendapat yang lebih shahih (al-ashah) dari pendapat-pendapat (al-Wujuh)
pengikut Syafi’i.
8.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
والذي
يظهر
Maka maksudnya
adalah yang dipahami secara terang (wazhih) dari kalam yang bersifat umum dari
kalangan pengikut Syafi’i yang dikutip dari dari empunya mazhab dengan kutipan yang
bersifat umum pula.
9.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
لم
نر
فيه
نقلاً
Maka dimaksud
dengannya kutipan yang khusus.
10.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
هو
محتمل
Maka
apabila didhabith dengan fatah mim yang kedua, maka itu merupakan pendapat yang
rajih. Adapun apabila didhabith dengan kasrah mim yang kedua, maka itu
merupakan pendapat marjuh (lemah). Apabila tidak didhabit dengan sesuatupun,
maka diharuskan rujuk kepada kitab-kitab mutaakhirin sesudah beliau. Namun apabila
perkataan tersebut jatuh sesudah sebab-sebab tarjih, maka pendapat itu rajih
dan apabila perkataan tersebut jatuh sesudah sebab-sebab tazh’if, maka pendapat
itu marjuh.
11.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
على المختار
Apabila
pendapat tersebut dinisbahkan kepada bukan al-Nawawi, maka pendapat tersebut
keluar dari empunya mazhab, karena itu, tidak boleh dijadikan pegangan. Adapun apabila
dinisbahkan kepada al-Nawawi dalam al-Raudhah, maka bermakna lebih shahih dalam
mazhab (al-ashah), bukan dengan makna istilah kecuali ikhtiyar al-Nawawi pada
masalah tidak makruh air yang dipanasi terik matahari, maka bermakna dha’if.
12.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
وقع لفلان كذا
Maka
bermakna dha’if kecuali diiringi dengan tarjih, maka ketika itu merupakan
pendapat rajih.
13.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
في أصل الروضة
Maka
maksudnya perkataan al-Nawawi dalam al-Raudhah yang diringkas dari lafazh kitab
al-Aziz.
14.
Apabila
al-Haitamy mengatakan :
في زوائد الروضة
Maka maksudnya perkataan
al-Nawawi dalam al-Raudhah tambahan dari kitab al-Aziz.
(Bersambung bag. 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar