Renungan

Sabtu, 21 Januari 2017

Obat Was-Was dalam Ibadah Menurut al-Haitamy

(وَسُئِلَ) - نَفَعَ اللَّهُ بِهِ - عَنْ دَاءِ الْوَسْوَسَةِ هَلْ لَهُ دَوَاءٌ؟
(فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ: لَهُ دَوَاءٌ نَافِعٌ وَهُوَ الْإِعْرَاضُ عَنْهَا جُمْلَةً كَافِيَةً. وَإِنْ كَانَ فِي النَّفْسِ مِنْ التَّرَدُّدِ مَا كَانَ - فَإِنَّهُ مَتَى لَمْ يَلْتَفِتْ لِذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ بَلْ يَذْهَبُ بَعْدَ زَمَنٍ قَلِيلٍ كَمَا جَرَّبَ ذَلِكَ الْمُوَفَّقُونَ، وَأَمَّا مَنْ أَصْغَى إلَيْهَا وَعَمِلَ بِقَضِيَّتِهَا فَإِنَّهَا لَا تَزَالُ تَزْدَادُ بِهِ حَتَّى تُخْرِجَهُ إلَى حَيِّزِ الْمَجَانِينِ بَلْ وَأَقْبَحَ مِنْهُمْ، كَمَا شَاهَدْنَاهُ فِي كَثِيرِينَ مِمَّنْ اُبْتُلُوا بِهَا وَأَصْغَوْا إلَيْهَا وَإِلَى شَيْطَانِهَا الَّذِي جَاءَ التَّنْبِيهُ عَلَيْهِ مِنْهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِقَوْلِهِ: «اتَّقُوا وَسْوَاسَ الْمَاءِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ الْوَلْهَانُ» أَيْ: لِمَا فِيهِ مِنْ شِدَّةِ اللَّهْوِ وَالْمُبَالَغَةِ فِيهِ كَمَا بَيَّنْت ذَلِكَ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ فِي شَرْحِ مِشْكَاةِ الْأَنْوَارِ، وَجَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مَا يُؤَيِّدُ مَا ذَكَرْته وَهُوَ أَنَّ مَنْ اُبْتُلِيَ بِالْوَسْوَسَةِ فَلْيَعْتَقِدْ بِاَللَّهِ وَلْيَنْتَهِ. فَتَأَمَّلْ هَذَا الدَّوَاءَ النَّافِعَ الَّذِي عَلَّمَهُ مَنْ لَا يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى لِأُمَّتِهِ.
Ibnu Hajar al-Haitamy rhm ditanyakan mengenai penyakit was-was, apakah ada obatnya? Beliau menjawab :
Ada obat yang mujarab untuk penyakit ini, yaitu tidak peduli secara keseluruhan, meskipun dalam dirinya muncul keraguan. Karena jika dia tidak perhatikan keraguan ini, maka keraguannya tidak akan menetap dan akan pergi dengan sendiri dalam waktu yang tidak lama. Sebagaimana cara ini pernah dilakukan oleh mereka yang mendapat taufiq. Sebaliknya, orang yang memperhatikan keraguan yang muncul dan menuruti bisikan keraguannya, maka dorongan was-was itu akan terus bertambah, sampai menyebabkan dirinya sepertiorang gila, bahkan lebih parah dari orang gila. Sebagaimana yang pernah kami lihat pada banyak orang yang mengalami cobaan keraguan ini, sementara dia memperhatikan bisikan was-wasnya dan ajakan setannya. Padahal sabda Nabi SAW telah memberitahu kita :
“Takutlah was-was air yang dipanggil dengan walhan.”
Disebut walhan, karena sangat bermain-main sebagaimana telah aku jelaskannya dan yang berkaitan dengannya dalam kitab Syarh Misykah al-Anwar. Telah disebut dalam kitab Shahihaini yang mendukung apa yang telah aku sebutkan barusan ini, yakni :
“Barangsiapa yang diuji dengan was-was, maka berpegang teguhlah kepada Allah dan hentikan was-was itu.”
Maka renungkanlah obat yang mujarab ini yang telah diajarkan oleh nabi yang tidak menuturkan sesuatu kepada umatnya menurut hawa nafsunya.
وَاعْلَمْ أَنَّ مَنْ حُرِمَهُ فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ؛ لِأَنَّ الْوَسْوَسَةَ مِنْ الشَّيْطَانِ اتِّفَاقًا، وَاللَّعِينُ لَا غَايَةَ لِمُرَادِهِ إلَّا إيقَاعُ الْمُؤْمِنِ فِي وَهْدَةِ الضَّلَالِ وَالْحَيْرَةِ وَنَكَدِ الْعَيْشِ وَظُلْمَةِ النَّفْسِ وَضَجَرِهَا إلَى أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ الْإِسْلَامِ. وَهُوَ لَا يَشْعُرُ أَنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاِتَّخِذُوهُ عَدُوًّا. وَجَاءَ فِي طَرِيقٍ آخَرَ فِيمَنْ اُبْتُلِيَ بِالْوَسْوَسَةِ فَلْيَقُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ وَبِرُسُلِهِ. وَلَا شَكَّ أَنَّ مَنْ اسْتَحْضَرَ طَرَائِقَ رُسُلِ اللَّهِ سِيَّمَا نَبِيُّنَا - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَجَدَ طَرِيقَتَهُ وَشَرِيعَتَهُ سَهْلَةً وَاضِحَةً بَيْضَاءَ بَيِّنَةً سَهْلَةً لَا حَرَجَ فِيهَا وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ، وَمَنْ تَأَمَّلَ ذَلِكَ وَآمَنَ بِهِ حَقَّ إيمَانِهِ ذَهَبَ عَنْهُ دَاءُ الْوَسْوَسَةِ وَالْإِصْغَاءِ إلَى شَيْطَانِهَا.
Ketahuilah, orang-orang yang telah diharamkan was-was atasnya, maka diharamkan seluruh kebaikan atasnya. Karena was-was disepakati datang dari syaithan dan syaithan terkutuk itu, tidak ada ujung dari tujuannya kecuali menjatuhkan orang beriman dalam jurang kesesatan, kebingungan, kesusahan hidup, kegelapan dan kebosanan jiwa sehingga mengeluarkannya dari Islam. Sedangkan dia tidak tahu Allah telah berfiman :
“Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagi kamu, maka jadikanlah dia itu sebagai musuh.”

Ada hadits dari jalur lain untuk orang yang diuji dengan was-was, berbunyi :
“Maka hendaklah berkata : “Aku beriman dengan Allah dan Rasul-Nya”.
Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang menghadirkan jalan para Rasul Allah , lebih-lebih Nabi kita SAW dan bersungguh-sungguh dengan jalannya dan syari’atnya dengan jalan mudah, terang, bersih dan dengan dalil yang mudah, maka tidak ada kesulitan padanya. Allah berfiman :
“Tidak dijadikan atasmu kesulitan dalam agama.”
Maka barangsiapa yang merenung ini dan mengimaninya dengan sebenar-benar iman, maka pasti hilang darinya penyakit was-was dan mendengarkan bisikan syaithan.
وَفِي كِتَابِ ابْنِ السُّنِّيِّ مِنْ طَرِيقِ عَائِشَةَ: - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - «مَنْ بُلِيَ بِهَذَا الْوَسْوَاسِ فَلْيَقُلْ: آمَنَّا بِاَللَّهِ وَبِرُسُلِهِ ثَلَاثًا، فَإِنَّ ذَلِكَ يُذْهِبُهُ عَنْهُ» وَذَكَرَ الْعِزُّ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ وَغَيْرُهُ نَحْوَ مَا قَدَّمْته فَقَالُوا: دَوَاءُ الْوَسْوَسَةِ أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ ذَلِكَ خَاطِرٌ شَيْطَانِيٌّ، وَأَنَّ إبْلِيسَ هُوَ الَّذِي أَوْرَدَهُ عَلَيْهِ وَأَنَّهُ يُقَاتِلُهُ، فَيَكُونُ لَهُ ثَوَابُ الْمُجَاهِدِ؛ لِأَنَّهُ يُحَارِبُ عَدُوَّ اللَّهِ، فَإِذَا اسْتَشْعَرَ ذَلِكَ فَرَّ عَنْهُ، وَأَنَّهُ مِمَّا اُبْتُلِيَ بِهِ نَوْعُ الْإِنْسَانِ مِنْ أَوَّلِ الزَّمَانِ وَسَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ مِحْنَةً لَهُ؛ لِيُحِقَّ اللَّهُ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.
Dalam kitab Ibn al-Sunniy dari jalur ‘Aisyah r.a. disebutkan : “Barangsiapa yang diuji dengan was-was ini, maka hendaknya mengatakan, “Amannaa billah wa birusulihi” sebanyak tiga kali maka demikian itu akan menghilangkan was-was darinya”. Al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya juga menjelaskan sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka menyatakan, “Obat penyakit was-was: hendaknya dia meyakini bahwa hal itu adalah godaan setan, dan dia yakin bahwa yang mendatangkan itu adalah iblis, dan dia sedang melawan iblis. Sehingga dia mendapatkan pahala orang yang berjihad. Karena dia sedang memerangi musuh Allah. Jika dia merasa ada keraguan, dia akan segera menghindarinya dan hendaknya meyakini pula bahwa was-was itu termasuk ujian bagi golongan manusia mulai dari awal zaman dan Allah menjadikan was-was itu menjadi cobaan bagi manusia, sehingga Allah membenarkan yang haq dan membatalkan yang batil, meski orang-orang kafir membencinya.

وَفِي مُسْلِمٍ مِنْ طَرِيقِ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ حَالَ بَيْنِي وَبَيْنَ صَلَاتِي وَقِرَاءَتِي فَقَالَ: ذَلِكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَتَعَوَّذْ بِاَللَّهِ مِنْهُ وَاتْفُلْ عَنْ يَسَارِك ثَلَاثًا، فَفَعَلْت فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّي. وَفِي رِسَالَةِ الْقُشَيْرِيِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ عَطَاءٍ قَالَ: ضَاقَ صَدْرِي لَيْلَةً لِكَثْرَةِ مَا صَبَبْت مِنْ الْمَاءِ، وَلَمْ يَسْكُنْ قَلْبِي فَقُلْت: يَا رَبِّ عَفْوَك، فَسَمِعْت هَاتِفًا يَقُولُ: الْعَفْوُ فِي الْعِلْمِ؛ فَزَالَ ذَلِكَ عَنِّي اهـ.
Dalam Shahih Muslim dari jalur Usman bin Abi al-‘Ash, beliau berkata : “Syaithan telah menyusahkanku di antara shalat dan bacaanku. Lalu Rasulullah SAW bersabda : “Itu adalah Syaithan yang bernama Khanzab, berlindunglah kepada Allah darinya dan ludahilah di sebelah kirimu tiga kali”. Kemudian aku lakukan perintah Rasulullah tersebut, Allahpun menghilangkannya dariku. Dalam Risalah al-Qusyairi dari Ahmad bin ‘Itha’ mengatakan, sesak dadaku pada suatu malam karena banyak minum air dan hatikupun tidak tenang, maka aku mengatakan : “Ya Rabbi ‘afwaka”. Kemudian aku mendengar bisikan : “Maaf dalam ilmu”. Lalu hilanglah sesak dada itu dariku.
وَبِهِ تَعْلَمُ صِحَّةَ مَا قَدَّمْته أَنَّ الْوَسْوَسَةَ لَا تُسَلَّطُ إلَّا عَلَى مَنْ اسْتَحْكَمَ عَلَيْهِ الْجَهْلُ وَالْخَبَلُ وَصَارَ لَا تَمْيِيزَ لَهُ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ عَلَى حَقِيقَةِ الْعِلْمِ وَالْعَقْلِ فَإِنَّهُ لَا يَخْرُجُ عَنْ الِاتِّبَاعِ وَلَا يَمِيلُ إلَى الِابْتِدَاعِ. وَأَقْبَحُ الْمُبْتَدِعِينَ الْمُوَسْوَسُونَ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ مَالِكٌ - رَحِمَهُ اللَّهُ - عَنْ شَيْخِهِ رَبِيعَةَ - إمَامِ أَهْلِ زَمَنِهِ -: كَانَ رَبِيعَةُ أَسْرَعَ النَّاسِ فِي أَمْرَيْنِ فِي الِاسْتِبْرَاءِ وَالْوُضُوءِ، حَتَّى لَوْ كَانَ غَيْرَهُ - قُلْت: مَا فَعَلَ. وَكَانَ ابْنُ هُرْمُزَ بَطِيءَ الِاسْتِبْرَاءِ وَالْوُضُوءِ، وَيَقُولُ: مُبْتَلًى لَا تَقْتَدُوا بِي.
Dari penjelasan di atas, diketahui shahih apa yang telah aku jelaskan sebelumnya bahwa was-was itu tidak terjadi kecuali atas orang-orang yang menetap kebodohan dan kegilaan padanya, sehingga dia tidak dapat membedakan lagi. Adapun orang-orang yang berada dalam hakikat ilmu dan akal, maka dia tidak akan keluar dari ittiba’ dan tidak cenderung kepada mengikuti bid’ah. Seburuk-buruk pelaku bid’ah adalah orang-orang yang was-was. Karena itu, Imam Malik rhm mengisahkan tentang gurunya, Rabi’ah - Imam manusia pada zamannya – bahwa Rabi’ah secepat-cepat manusia dalam dua hal, yakni istibra’ dan berwudhu’. Sehingga seandainya dia itu orang lain, pasti aku katakan, “Apa yang dia lakukan itu?”. Adalah Ibn Hurmuz orang yang terlambat dalam hal istibra’ dan wudhu’, Malik mengatakan, :Orang di uji dengan was-was jangan mengikuti aku.”
وَنَقَلَ النَّوَوِيُّ - رَحِمَهُ اللَّهُ - عَنْ بَعْضِ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِمَنْ بُلِيَ بِالْوَسْوَسَةِ فِي الْوُضُوءِ، أَوْ الصَّلَاةِ أَنْ يَقُولَ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ إذَا سَمِعَ الذِّكْرَ خَنَسَ؛ أَيْ: تَأَخَّرَ وَبَعُدَ، وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ - رَأْسُ الذِّكْرِ وَلِذَلِكَ اخْتَارَ صَفْوَةُ هَذِهِ الْأُمَّةِ - مِنْ أَصْحَابِ التَّرْبِيَةِ وَتَأْدِيبِ الْمُرِيدِ - قَوْلَ (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) لِأَهْلِ الْخَلْوَةِ، وَأَمَرُوهُمْ بِالْمُدَاوَمَةِ عَلَيْهَا، وَقَالُوا: أَنْفَعُ عِلَاجٍ فِي دَفْعِ الْوَسْوَسَةِ الْإِقْبَالُ عَلَى ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَالْإِكْثَارُ مِنْهُ.
Al-Nawawi rhm telah mengutip dari sebagian ulama dianjurkan bagi orang-orang yang diuji dengan penyakit was-was pada wudhu’ atau shalat mengatakan, “Laa ilaha illallaha”, sesungguhnya syaithan apabila mendengar zikir, dia mundur dan menjauh. Sedangkan “Laa ilaha illallaha” ini adalah rais zikir (zikir utama). Karena itulah kalimat tauhid tersebut dipilih oleh ahli sufi ini umat (pembimbing dan pemberi adab kepada murid) untuk ahli khalwat dan memerintahkan mereka selalu membacanya.  Para ahli sufi mengatakan, obat yang sangat bermanfaat untuk menolak was-was adalah melakukan zikir kepada Allah Ta’ala dan memperbanyaknya.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي الْحَوَارِيِّ بِكَسْرِ الرَّاءِ وَفَتْحِهَا شَكَوْت إلَى الدَّارَانِيِّ الْوَسْوَسَةَ فَقَالَ: إذَا أَرَدْت قَطْعَهُ فَمَتَى أَحْسَسْت بِهِ فَافْرَحْ فَإِذَا فَرِحْت انْقَطَعَ عَنْك فَإِنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ أَبْغَضَ إلَى الشَّيْطَانِ مِنْ سُرُورِ الْمُؤْمِنِ، قَالَ بَعْضُهُمْ: وَيُؤَيِّدُ هَذَا مَا ذُكِرَ عَنْ بَعْضِ الْأَئِمَّةِ أَنَّهُ إنَّمَا يُبْتَلَى بِهِ مَنْ كَمُلَ إيمَانُهُ؛ فَإِنَّ اللِّصَّ لَا يَسْرِقُ مِنْ بَيْتِ لِصٍّ مِثْلِهِ اهـ. وَهَذَا إنْ سَلِمَ فَهُوَ فِي الْوَسْوَاسِ فِي الْعَقَائِدِ؛ لِمَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّهُ مَحْضُ الْإِيمَانِ. عَلَى أَنَّ الْإِمَامَ ابْنَ عَرَفَةَ قَالَ إنَّمَا يُبْتَلَى بِهِ فِي الدِّينِ مَنْ أَخَذَهُ تَقْلِيدًا دُونَ مَنْ عَرَفَ بَرَاهِينَهُ؛ لِأَنَّ الْوَسْوَاسَ شَكٌّ وَهُوَ لَا يَجْتَمِعُ مَعَ الِاعْتِقَادِ الْجَازِمِ الْمُسْتَنِدِ إلَى دَلِيلٍ لِكَوْنِهِ ضِدَّهُ.
Ibnu Abi al-Hawari mengatakan, aku pernah mengadu kepada al-Darani mengenai was-was, beliau menjawab, apabila engkau berkeinginan untuk memutusnya, kapan engkau merasakannya, maka bergembiralah dan apabila engkau bergembira, maka was-was itu telah hilang darimu. Sesungguhnya tidak ada yang sangat dibenci Syaithan melebihi dari kegembiraan orang beriman. Sebagian ulama mengatakan, menguatkan ini oleh apa yang telah disebutkan dari sebagian al-imam bahwa sesungguhnya hanya yang diuji dengan was-was adalah orang-orang yang sempurna imannya. Sesunggguhnya pencuri tidak mencuri dari rumah pencuri yang sama dengannya. Ini seandainya benar, maka adalah pada was-was dalam bidang akidah, karena dalam hadits, hal tersebut merupakan semata-mata iman. Lebih-lebih lagi sesungguhnya Imam Ibn ‘Arfah mengatakan, sesungguhnya yang diuji dengan was-was dalam agama hanyalah orang-orang yang mengambil agama dengan jalan taqlid, bukan orang orang yang mengenal dalil-dalilnya, karena was-was adalah ragu-ragu, sedangkan ragu-ragu tidak berhimpun bersama i’tiqad yang pasti yang disandarkan kepada kepada dalil, karena was-was adalah lawannya.
وَقَالَ الْعَارِفُ أَبُو الْحَسَنِ الشَّاذِلِيُّ: إذَا كَثُرَ عَلَيْك الْوَسْوَاسُ فَقُلْ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْخَلَّاقِ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ  أَذْهَبَ اللَّهُ عَنَّا سَائِرَ الْمَضَارِّ وَالْمَخَاوِفِ وَالْفِتَنِ، وَأَنَا لَنَا كُلَّ خُلُقٍ حَسَنٍ، وَجَعَلَنَا مِنْ أَهْلِ وِلَايَةِ أَهْلِ النِّعَمِ وَالْمِنَنِ إنَّهُ عَلَى مَا يَشَاءُ قَدِيرٌ وَبِالْإِجَابَةِ جَدِيرٌ.
Al-‘Aarif Abu Hasan al-Syazili mengatakan, seandai atasmu banyak was-was, maka katakanlah :
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْخَلَّاقِ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ
Maka Allah akan menghilangkan dari kita semua mudharat, ketakutan dan fitnah. Semoga Allah melimpahkan bagi kita akhlaq yang baik dan menjadikan kita termasuk ahli wilayah ahli nikmat dan anugerah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas yang dikehendak-Nya dan sebaik-baik pengabul doa

Sumber : Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 149-150)




14 komentar:

  1. Assalamualaikum warrahmatullah, ustadz ijin bertanya.

    Saya teringat cerita ibu saya mengenai pernikahannya dahulu dengan bapak saya. Ayah dari ibu saya (kakek saya) sudah meninggal. Namun, ibu saya masih mempunyai kakak kandung laki-laki yang sedang bekerja di luar kota (pada saat itu). Sebelum menikah, ibu saya menitipkan pesan kepada temannya kakak kandung ibu saya untuk mengatakan bahwa ibu saya akan menikah dan membutuhkan wali. Kaka kandung ibu saya tersebut tidak bisa pulang (maklum mungkin terbentur jarak dan juga pekerjaan) sehingga kakak kandung ibu saya menyerahkan perwalian kepada adiknya ayah dari ibu saya (om nya ibu saya).

    Pada saat akan menikah, ibu saya mengatakan kepada wali hakim bahwa perwalian sudah diserahkan kepada adiknya ayah ibu saya, namun wali hakim mengatakan tidak bisa (kurang lebih ibu saya bercerita seperti itu) sehingga wali hakim lah yang menikahkan ibu saya. Yang saya tanyakan apakah pernikahan ibu saya sah?

    Jika pernikahannya tidak sah apakah hukum anaknya pak ustadz? Apakah disebut anak syubhat? Lalu bagaimana perwalian menikah saya nanti? Ayah saya sudah meninggal. Orang tua ayah (kakek nenek saya) juga sudah meninggal. Ayah saya adalah anak tunggal. Apakah perwaliannya bisa ke wali hakim?

    Saya termasuk orang yang waswas ustad. Tentang perwalian nikah ibu saya ini membuat saya risau. Sehingga saya terus saja memikirkannya sehingga merembet ke berbagai hal. Apakah saya husnudzon saja mungkin dahulu ada alasan tertentu mengapa ibu saya dinikahkan oleh wali hakim? Atau bagaimana ya pak ustadz?

    Sudah ada laku-laki yang ingin mengajak saya untuk taaruf. Saya jadi takut dan kepikiran nanti nikah saya gimana, takutnya tidak sah. Ataukah saya harus bertanya langsung kepada alim ulama di sekitar rumah saya?

    Terimakasih ustadz assalamualaikum.

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. apa bila wali jauh , maka hak wali tidak berpindah kepada wali yg lebih dekat. tetapi hanya berpindah kepada wali hakim sebagaimana yg dilakukan dlm kasus perkawinan ibu sdri. atau bisa juga wali yg jauh tersebut memberikan wakilah kpd orang lain untuk menikahkannya. tidak berpindah ke wali lain (dlm kasus ibu sddri : paman ibu)karena kakak ibu masih ada, cuma berhalangan hadir karena jauh,
      2. bedasarkan penjelasan point 1 di atas, wali dalam perkawinan ibu sdri sdh tepat/sah.
      3. wali dalam perkawinan sdr bisa berpindah ke wali lain yg lebih dekat. kalau tidak ada ayah dan kakek, maka berpindah ke kakak atau adik kandung.
      wassalam

      Hapus
    2. urutan wali dalm nikah bisa lihat link :
      http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2012/06/tahkim-dalam-pernikahan.html

      Hapus
  2. Tgk! Misalnya ada orang panjang kuku nya 1 meter, dlm wudhu apa kah wajib basuh semua kuku itu, misalnya di ujung kuku 1 m itu ada lem, apa harus di bersihkan dulu

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum tengku saya memiliki waswas yang sangat parah. Dalam thaharoh dan juga dalam aqidah seperti selalu terlintas bayangan bahwa saya sudah murtad (naudzubillahimindalik). Terkadang ada lintasan atau bisikan dengan tiba2, lalu saya seperti memvonis bahwa diri telah murtad. Saya merasa sangat sempit hati dan tiap hari sering kali bersyahadat. Saya ragu apakah bisikan itu saya yang mengatakan atau bukan. Saya juga ragu kadang setelah ada bisikan, saya lupa bisikan atau lintasan hati seperti apa kata2nya. Saya sangat takut. Saya berusaha untuk tidak menggubris tetapi selalu ada lintasan pikiran bahwa saya harus bersyahadat takutnya nanti saat nikah pernikahannya tidak sah karena saya murtad. Memang sebentar lagi saya akan menikah. Saya jadi waswas sendiri apakah saya harus terus bersyahadat karena takut saat menikah saya telah murtad dan nikahnya tidak sah. Apa yg harus saya lakukan tengku? Mohon bantuannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisikan hati ada yg di maafkan dan ada yg tidak. mungkin tulisan berikut dpt membantu sdr http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2016/06/bisikan-hati-ditinjau-dari-aspek-hukum.html

      Hapus
  4. Assalamualaikum bapak ana ingin bertanya mohon dijawab pertanyaannya. Ana mohon sekali.
    Begini, beberapa waktu lalu ana membaca tentang konsultasi masalah agama pada sebuah lembaga konsultasi islam NU. Ana membaca konsultasi mengenai waswas seseorang yang selalu merasa kufur. Disana dijelaskan bahwa seseorang bertanya kurang lebih seperti ini "bagaimana hukumnya jika saya mengatakan bahwa Allah tidak adil". Kemudian pemilik lembaga konsultasi itu menjawab bahwa perbuatan itu menyebabkan murtad karena tidak percaya bahwa Allah adil.

    Setelah itu ana jadi bingung sendiri menafsirkan hal-hal yang menyebabkan seseorang bisa murtad. Begini, ana sering mengalami waswas. Kemudian ana mengingat bahwa Allah tidak menurunkan syariah agama untuk memberatkan. Lalu hati ana bertanya seperti ini "tapi mengapa ana terasa berat ya? Terasa berat karena kebodohan ana" kurang lebih seperti itu. Apakah ana salah berfikir seperti itu? Apakah hal tersebut menyebabkan murtad karena menyalahi firman Allah bahwa agama itu tidak memberatkan? Sebenarnya ana bingung tidak tau hukumnya mengatakan hal tersebut. Mohon dijawab tengku pertanyaan ana karena ana bingung harus bagaimana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisikan hati ada yg di maafkan dan ada yg tidak. mungkin tulisan berikut dpt membantu sdr http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2016/06/bisikan-hati-ditinjau-dari-aspek-hukum.html

      Hapus
  5. izinkan saya menyebarkan artikel tgk dengan menulisnya kembali dalam blog saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. kami izin kan utk dakwah islamiyah, tapi jgn lupa sebut sumber dari kami.
      wassalam

      Hapus
  6. Saya seorang yang was-was dan sudah akut. Bagaimana cara mengatasinya?

    BalasHapus
  7. Saya penderita was was kronik. Mulai dari thaharah, sholat, dan klimaksnya perkara murtad. Benar kata Ulama, tidak ada obat selain berlindung kepada Allah dan menyudahi was was itu secara total. Dan alhamdulillah setelah 5 tahun menderita saat ini saya sudah bisa mengendalikannya perlahan. Semoga Allah tolong kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. cara menyudahinya bagaimana? saya termasuk waswas kronik dalam hal niat wudu dan sholat

      Hapus
  8. Ustadz bagaiamana dalam shola, saya merasa salah terus baca al fatihah.. apakah boleh katena was was kita ber ijtihad atau ikut taqlid satu madzab yang tidak mewajibkan baca alfatihah ketika sholat agar hati jadi tentram.. namun saya tetao baca alfatuhah

    BalasHapus