Menurut Imam al-Suyuthi, azan dan iqamah dari aspek fiqhnya dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Azan boleh dilakukan sebelum
waktunya pada sebagian shalat. Iqamah tidak boleh sama sekali. Karena itu,
apabila dilakukan iqamah sebelum waktunya meskipun satu detik, kemudian setelah
masuk waktunya seseorang melakukan shalat, maka iqamahnya tersebut tidak
dihitung sebagai iqamah
2.
Azan boleh dilakukan pada
awal waktu, meskipun shalat dilkukan pada akhir waktunya. Iqamah tidak boleh
dilakukan kecuali ketika mau melaksanakan shalat. Karena itu, jika seseorang
sudah melakukan iqamah dan ditunda melakukan shalat yang lama penundaannya itu,
maka batal iqamahnya
3.
Disunnahkan iqamah untuk
shalat yang kedua dari dua shalat jama’ dan pada shalat yang diqadha yang bukan
shalat pertama. Tidak disunnahkan azan untuk keduanya dan juga untuk yang
pertama berdasarkan pendapat jadid
4.
Azan dilakukan dua-dua,
sedangkan iqamah satu-satu
5.
Disunnahkan azan dua kali
pada shalat shubuh. Tidak disunnah iqamah kecuali satu kali
6.
Pada azan disunnahkan tarji’,
tidak pada iqamah
7.
Azan makruh bagi perempuan,
tapi baginya disunnahkan iqamah. Karena pada azan ada mengangkat suara, tidak
pada iqamah
8.
Azan mengangkat suara,
tidak pada iqamah
9.
Iqamah disunnahkan bagi
orang yang melakukan shalat sendiri, sedang azan tidak disunnahkan menurut qaul
jadid.
10.Iqamah orang yang berhadats lebih berat makruhnya dibanding azan
orang yang berhadats
11.Pada azan disunnahkan berpaling wajah pada ketika mengucapkan “haiya
‘ala asshalah” dengan sepakat para ulama. Pada iqamah ada satu pendapat yang
mengatakan, tidak disunnahkan. Sementara pendapat lain mengatakan disunnahkan
apabila mesjidnya besar
12.Azan sunnah dilakukan dengan tidak terburu-buru. Sedangkan iqamah
sunnah dilakukan dengan agak lebih cepat dibandingkan azan
13.Azan boleh mengambil upah menurut pendapat yang lebih shahih. Akan
tetapi tidak boleh pada semata-mata iqamah. Karena tidak ada beban kerja pada
iqamah, berbeda dengan azan. [1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar