Qaidah ini dalam bahasa Arab berbunyi :
الدَّفْعُ
أَقْوَى مِنْ الرَّفْعِ
Imam al-Suyuthi menyebut contoh-contoh
yang masuk dalam katagori qaidah ini antara lain :
1. Air musta’mal apabila dikumpulkan sehingga sampai
dua qullah, hukum air tersebut kembali kepada menyucikan masih terjadi
khilafiyah ulama. Berbeda halnya apabila seseorang dari awal memakai air dua
qullah, maka ini tidak menjadi musta’mal tanpa khilaf. Perbedaan antara
keduanya, banyak air pada kasus dari awal memakai air dua qullah (kasus kedua),
mencegah, yakni mencegah hukum is’ti’mal, sedangkan memakai pada pertengahan (kasus
pertama) adalah menghilangkan hukum is’ti’mal yang sudah ada. Sedangkan mencegah (daf’u’) lebih kuat dari menghilangkan (raf’u)
2. Dibolehkan suami mencegah isterinya melakukan
haji fardhu. Namun apabila isteri sudah
masuk dalam rukun haji tanpa izin suaminya, maka kebolehan bagi isteri
melakukan tahallul (keluar dari ihram haji) terdapat dua pendapat ulama.
3. Wujud air sebelum shalat bagi orang yang
bertayamum mencegahnya melaksanakan shalat. Namun apabila air wujud pada
pertengahan shalat tidak dapat membatalkan shalat karena gugur kewajiban shalat
dengan sebabnya.
4. Perbedaan keyakinan agama mencegah dan menolak
dari awal melakukan akad nikah. Namun apabila perbedaan keyakinan agama ini
muncul setelah akad nikah yang sah, maka keabsahan nikahnya tidak serta merta
menjadi hilang (batal), akan tetapi tawaqquf atas lalu ‘iddah.
5. Fasiq mencegah keabsahan imamah (menjadi
pemimpin). Namun jika fasiq tersebut muncul pada pertengahan kepemimpinannya,
maka tidak ter-’uzlah kepemimpinannya.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar