Renungan

Jumat, 06 Januari 2023

Hukum non-muslim masuk masjid

Imam Syafi’i r.a. sebagaimana dikutip al-Mawardi dalam Kitab al-Hawi al-Kabir berkata:

وَلَا بَأْسَ أَنْ يَبِيتَ الْمُشْرِكُ فِي كُلِّ مَسْجِدٍ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ لِقَوْلِ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ: فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

Tidak mengapa orang musyrik menetap dalam setiap masjid kecuali Masjid Haram, karena firman Allah Jalla wa ‘Azza :

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini (Q.S. al-Taubah : 28) [1]

 

Setelah mengutip ucapan Imam Syafi’i di atas, al-Mawardi membagikan orang musyrik dalam dua pembagian, yaitu :

1.   Mereka diterima sebagai ahli zimmi dengan syarat tidak boleh memasuki masjid. Maka mereka ini tidak boleh memasuki masjid dalam keadaan apapun

2.   Mereka yang tidak dibuat syarat apapun terkait masuk masjid. Kelompok ini terjadi perbedaan pendapat ulama dalam tiga pendapat terkaid apakah mereka dibolehkan masuk masjid atau tidak. Imam Syafi’i membolehkannya dengan izin pihak masjid kecuali masjid haram. Imam Malik tidak membolehkannya baik masjid haram maupun masjid lainnya. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan secara mutlaq, baik masjid haram maupun masjid lain.

Kemudian dengan mendasarkan kepada ayat di atas, al-Mawardi membantah pendapat Abu Hanifah yang membolehkan bagi kafir memasuki masjid tanpa pengecualian masjid haram. Demikian juga pendapat Malik yang berpendapat tidak boleh secara mutlak. Karena ayat di atas mengkhususkan larangan hanya pada masjid haram, maka dipahami bahwa bagi selain masjid haram berlaku hukum sebaliknya, yaitu boleh.[2]

Al-Zarkasyi juga ikut menguatkan pendapat Imam Syafi’i di atas, beliau mengatakan :

يمكن الكافر من دخول المسجد واللبس فيه وان كان جنوبا فان الكفار كانوا يدخلون مسجد صلعم ولا شك ان فيهم  الجنوب

Dipersilakan orang kafir masuk masjid dan menetap dalamnya meskipun mereka berjunub, karena kaum kafir masuk masjid Nabi SAW, padahal mereka berjunub.[3]

 

Kemudian dalam rangka pendalilian pendapat beliau, al-Zarkasyi mengatakan, Imam al-Bukhari telah membuat bab khusus tentang kaum musyrik masuk masjid dan beliau menyebut dalam bab tersebut hadits kisah seorang Arab Baduwi yang bertanya tentang Islam dan hadits kisah Yahudi yang mencerita seorang laki dan perempuan dari kalangan mereka yang berzina. [4]

Senada dengan al-Zarkasyi, al-Khatib al-Syarbaini mengatakan dalam kitabnya :

وَلَا يَجْرِي هَذَا الْحُكْمُ فِي حَرَمِ الْمَدِينَةِ لِاخْتِصَاصِ حَرَمِ مَكَّةَ بِالنُّسُكِ، وَثَبَتَ أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ‌أَدْخَلَ ‌الْكُفَّارَ ‌مَسْجِدَهُ، وَكَانَ ذَلِكَ بَعْدَ نُزُولِ " بَرَاءَةٌ "، فَإِنَّهَا نَزَلَتْ سَنَةَ تِسْعٍ، وَقَدِمَ الْوَفْدُ عَلَيْهِ سَنَةَ عَشْرٍ وَفِيهِمْ وَفْدُ نَصَارَى نَجْرَانَ، وَهُمْ أَوَّلُ مَنْ ضَرَبَ عَلَيْهِمْ الْجِزْيَةَ فَأَنْزَلَهُمْ مَسْجِدَهُ وَنَاظَرَهُمْ فِي أَمْرِ الْمَسِيحِ وَغَيْرِهِ

Hukum ini (haram memasuki haram Mekkah) tidak berlaku pada haram Madinah, karena terkhusus haram Mekkah dengan ibadah haji dan juga terdapat riwayat yang shahih, bahwa Nabi SAW memasukkan orang kafir ke dalam masjid beliau, dan itu terjadi setelah turun surat At-Taubah, surat ini turun di tahun 9 Hijriyah. Sementara beliau menerima tamu-tamu pada tahun 10 Hijriyah, dan diantara mereka ada orang Nasrani Najran. mereka suku pertama yang terkena kewajiban jizyah. Nabi SAW menyuruh mereka singgah di dalam masjid, dan beliau juga berdebat dengan mereka tentang al-Masih dan yang lainnya.[5]

 

Kesimpulan

1.   Non-muslim yang diterima sebagai ahli zimmi dengan persyaratan tidak boleh memasuki masjid, mereka ini tidak boleh memasuki masjid dalam keadaan apapun

2.   Non-muslim yang tidak dibuat syarat apapun terkait masuk masjid. Kelompok ini terjadi perbedaan pendapat ulama dalam tiga kelompok pendapat terkaid apakah mereka dibolehkan masuk masjid atau tidak. Imam Syafi’i membolehkannya dengan syarat ada izin pihak masjid kecuali masjid haram. Adapun masjid haram diharamkan bagi mereka dalam keadaan apapun

 

 



[1] Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 268

[2] Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 268

[3] Zarkasyi, I’lam Sajid bi Ahkam al-Masjid, Kairo, Hal. 318

[4] Zarkasyi, I’lam Sajid bi Ahkam al-Masjid, Kairo, Hal. 318

[5] Al-Khatib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj,Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar