Renungan

Rabu, 10 Januari 2024

Mimpi basah belum tentu berjunub

 

Umumnya, tanda seorang anak pria sudah baligh, menjadi remaja adalah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya mulai diawali pada masa-masa menjelang remaja. Saat itu tubuh si anak pria yang mulai bertransformasi menjadi remaja mulai memproduksi hormon yang akan menghasilkan sperma. Pada masa itu, tubuh remaja mengalami beberapa perubahan secara alami. Mimpi basah adalah mimpi berhubungan badan dengan lawan jenis, yang umumnya lawan jenis ini tidak dikenal oleh si pemimpi, sampai mengeluarkan sperma. Namun kadang-kadang juga muncul kasus seseorang bermimpi berhubungan badan dalam tidurnya dan setelah bangun dari tidurnya benar-benar merasakan keluar sperma seperti muncul rasa nikmat, namun sperma yang dirasakan keluar dalam mimpinya itu atau bekasnya tidak terbukti ada pada kenyataan. Kenyataan ini menimbulkan rasa ragu si pemimpi, apakah karena mimpinya itu ada keluar sperma atau tidak. Di sini, timbul pertanyaan, apakah dalam kasus seperti ini wajib juga mandi sebagaimana layaknya mimpi basah pada umumnya yang diikuti keluarnya  sperma atau tidak wajib?

Menjawab kasus sebagaimana gambaran di atas, Syeikh Muhammad al-Khaliliy al-Syafi’i dalam fatwa beliau mengatakan sebagai berikut:

لا ريب أن هذا الرجل شاك في حصول الإنزال الموجب للغسل، وقد ذكر ابن حجر أن مثل هذا مخير، ولو بالتشهى، أن يجعل ما ذكر منيا فيغتسل أو مذيا ووديا فيتوضأ،

Tidak diragukan bahwa orang ini dalam keadaan ragu-ragu dalam menghasilkan inzaal (keluar sperma) yang mewajibkan mandi. Ibnu Hajar pernah menjelaskan bahwa kasus seperti ini dapat melakukan pilihan, meskipun memilih dengan dasar keinginannya sendiri. Pilihan tersebut adalah menjadikan kasus tersebut sebagai kasus keluar sperma, maka ia mandi atau sebagai madzi atau wadzi, maka memadai dengan berwudhu’ saja.(Fatawa al-Khaliliy: I/91)

 

Fatwa Syeikh Muhammad al-Khaliliy di atas merujuk kepada penjelasan Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Tuhfah al-Muhtaj berikut ini:

نَعَمْ لَوْ شَكَّ فِي شَيْءٍ أَمَنِيٌّ هُوَ أَمْ مَذْيٌ تَخَيَّرَ وَلَوْ بِالتَّشَهِّي فَإِنْ شَاءَ جَعَلَهُ مَنِيًّا وَاغْتَسَلَ أَوْ مَذْيًا وَغَسَلَهُ وَتَوَضَّأَ؛ لِأَنَّهُ إذَا أَتَى بِأَحَدِهِمَا صَارَ شَاكًّا فِي الْآخَرِ وَلَا إيجَابَ مَعَ الشَّكِّ

Namun demikian, apabila seseorang ragu-ragu apakah itu mani atau madzi, maka ia dapat memilih, meskipun pilihannya itu dengan dasar keinginannya saja. Apabila ia menginginkan menjadikannya sebagai mani, maka ia mandi atau sebagai madzi, maka ia membasuhnya dan  berwudhu’. Karena orang itu melakukan salah satunya dalam keadaan meragukan terhadap yang lain dan tidak ada kewajiban dalam keadaan ragu-ragu.(Tuhfah al-Muhtaj: I/264)

 

Namun demikian, Imam al-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj mengatakan,

فَلَوْ اخْتَارَ كَوْنَهُ مَنِيًّا لَمْ يُحَرَّمْ عَلَيْهِ قَبْلَ اغْتِسَالِهِ مَا يُحَرَّمُ عَلَى الْجُنُبِ لِلشَّكِّ فِي الْجَنَابَةِ،

Jika seseorang memilih hal tersebut merupakan sperma, maka tidak haram atasnya sebelum mandi apa yang diharamkan atas orang berjunub, karena ada keraguan keadaan junubnya.(Nihayah al-Muhtaj: I/216)

 

Kesimpulan

1.   Seseorang bermimpi berhubungan badan dalam tidurnya dan setelah bangun dari tidurnya benar-benar merasakan keluar sperma seperti muncul rasa nikmat, namun sperma yang dirasakan keluar karena mimpinya itu atau bekasnya tidak terbukti ada pada kenyataan. Dalam kasus seperti ini, seseorang bebas memilih antara mandi junub jika dianggapnya keluar sperma atau membasuh saja, kemudian berwudhu’ jika dianggapnya cuma keluar madzi. Kesimpulan ini karena faktor ragu-ragu si pemimpi, apakah dalam mimpinya itu ada keluar sperma atau tidak. Tindakan membasuh kalau dianggapnya sebagai madzi, karena madzi, hukumnya najis dalam fiqh

2.   Jika seseorang memilih hal tersebut merupakan keluar sperma, maka tidak haram atasnya sebelum mandi apa yang diharamkan atas orang berjunub, karena ada keraguan keadaan junubnya sebagaimana penjelasan Imam al-Ramli di atas.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar