Renungan

Senin, 06 Oktober 2025

Makruh menggugurkan fadhilah jamaah

 

Judul di atas merupakan sebuah qaidah umum dalam fiqh. Qaidah ini antara lain terdapat kitab al-Asybah wan Nadha ir. Dalam kitab ini, Imam al-Suyuthi berkata:

قال في الخادم كل مكروه في الجماعة يسقط فضلها

Pengarangnya mengatakan dalam kitab al-Khadim; Setiap yang makruh dalam jamaah menggugurkan fadhilahnya. (al-Asybah wan Nadhair: 249)

 

Dalam kitab lain, al-Suyuthi mengatakan,

وأما كون كل مكروه في الجماعة يسقط الفضيلة فهذا أمر معروف مقرر متداول على ألسنة الفقهاء يكاد يكون متفقا عليه

Adapun keadaan setiap makruh dalam jamaah menggugurkan fadhilah, Ini merupakan hal yang ma’ruf dan sudah tetap serta beredar pada lisan para fuqaha yang nyaris disepakati. (Basth al-Kaff fi Itmam al-Shaff, karya Imam al-Suyuthi: 10)

Qaidah di atas juga ditemui dalam kitab karya Ibnu Hajar al-Haitamy dengan redaksi berikut:

كل مكروه من حيث الجماعة يمنع فضلها

Setiap makruh karena jamaah dapat mencegah fadhilah jamaah.(Tuhfah al-Muhtaj berserta hawasyinya: II/267)

Berikut ini beberapa point penting yang harus diperhatikan, yakni:

1.  Alasan logis gugur fadhilah jamaah sebab melakukan perbuatan makruh, karena makruh merupakan sesuatu yang tidak ada pahala apabila kita melakukannya. Ini sesuai dengan penjelasan al-Khathib al-Syarbainy berikut:

وَضَابِطُهُ أَنَّهُ حَيْثُ فَعَلَ مَكْرُوهًا مَعَ الْجَمَاعَةِ مِنْ مُخَالَفَةِ مَأْمُورٍ بِهِ فِي الْمُوَافَقَةِ وَالْمُتَابَعَةِ كَالِانْفِرَادِ عَنْهُمْ فَاتَهُ فَضْلُهَا إذْ الْمَكْرُوهُ لَا ثَوَابَ فِيهِ مَعَ أَنَّ صَلَاتَهُ جَمَاعَةٌ إذْ لَا يَلْزَمُ مِنْ انْتِفَاءِ فَضْلِهَا انْتِفَاؤُهَا

Dhabitnya, sesungguhnya seseorang apabila melakukan perbuatan makruh dalam shalat berjamaah dalam bentuk menyalahi apa yang diperintah yaitu muwafaqat dan mutaaba’ah seperti berdiri sendiri jauh dari jamaah, maka itu menghilangkan fadhilah jamaah. Karena makruh tidak ada pahala padanya. Disamping itu shalatnya tetap dihukum berjamaah, karena ternafi fadhilah jamaah tidak berarti ternafi jamaah.(Mughni Muhtaj karya al-Khathib al-Syarbainy: I/506)

 

2.  Yang dimaksud dengan makruh di sini adalah makruh minhaitsu jamaah (makruh karena i’tibar jamaah) sebagaimana diqaidkan di dalam Tuhfah al-Muhtaj dia atas, dalam arti makruh yang tidak ada gambaran wujudnya pada bukan jamaah. Karena itu tidak termasuk di sini makruh karena menahan kencing, atau karena menahan kentut ataupun karena pandangan matanya melihat ke langit. Karena contoh-contoh ini tidak termasuk makruh karena jamaah dan dapat saja terjadi dalam shalat tidak berjamaah.

Dalam I’anah al-Thalibin dijelaskan:

ويجري ذلك في كل مكروه من حيث الجماعة بأن لم يتصور وجوده في غيرها

Yang demikian berlaku pada setiap makruh minhaitsu jamaah dalam arti tidak ada gambaran  wujud makruh itu pada bukan jamaah. (I’anah al-Thalibin: II/39)

 

3.  Yang dimaksud menggugurkan fadhilah jama’ah bukanlah keseluruhan fadhilahnya, tetapi hanya sebatas fadhilah jamaah pada bagian-bagian shalat yang disertai sesuatu yang makruh. Ini sebagaimana dijelaskan dalam I’anah al-Thalibin berikut:

(قوله: تفوته فضيلة الجماعة) أي في الجزء الذي قارنته الكراهة فقط، فإذا قارنته في الركوع مثلا فاته سبعة وعشرون ركوعا.قال في فتح الجواد والأوجه اختصاص الفوات بما صحبته الكراهة فقط

(Perkataan pengarang: menghilangkan fadhilah jamaah) artinya pada bagian yang menyertai makruh saja. Karena itu, apabila makruh itu menyertai misalnya pada rukuk, maka yang hilang adalah fadhilah dua puluh tujuh rukuk. Pengarang Fathul Jawad mengatakan, yang lebih kuat adalah terkhusus hilang fadhilahnya pada bagian yang menyertai makruh saja.(I’anah al-Thalibin: II/39)

 

Contoh-contoh makruh menggugurkan fadhilah jamaah

Imam al-Suyuthi telah menyebut beberapa contoh makruh dapat menggugurkan fadhilah jamaah, yaitu:

1.  Makmum berbaringan perbuatannya dengan imam shalatnya sebagaimana disebut dalam kitab al-Syarh wa al-Raudhah

2.  Makmum mendahului imam pada perbuatannya

3.  Mufaraqah imam, sebagaimana telah disebut oleh Abu Ishaq al-Syairazi dan dipastikan oleh Jalaluddin al-Mahalliy

4.  Niat mengikuti imam pada pertengahan shalatnya sebagaimana disebut oleh Jalaluddin al-Mahalliy

5.  Berdiri sendiri di belakang shaf sebagaimana disebut oleh al-Zarkasyi dalam al-Khadim, Ibnu ‘Imad dan Jalaluddin al-Mahalliy

6.  Shalat qadha dibelakang shalat ada’ dan juga sebaliknya. Ini dijelaskan oleh al-Zarkasyi dalam al-Khadim,

7.  Shalat sunnah mutlaq secara berjamaah. Shalat sunnah mutlaq tidak dianjurkan berjamaah sebagaimana dalam kitab al-Raudhah. Apabila tidak dianjurkan, maka tidak ada pahalanya. Karena kalau ada pahalanya, maka lazim ada anjurannya. (al-Asybah wan Nadhair: 249)

wallahu a'lam bisshawab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar