Judul di atas
merupakan sebuah qaidah umum dalam fiqh. Qaidah ini antara lain terdapat kitab al-Asybah wan Nadha ir.
Dalam kitab ini, Imam al-Suyuthi berkata:
قال في الخادم كل مكروه في الجماعة يسقط فضلها
Pengarangnya mengatakan
dalam kitab al-Khadim; Setiap yang makruh dalam jamaah menggugurkan
fadhilahnya. (al-Asybah wan Nadhair: 249)
Dalam kitab lain, al-Suyuthi mengatakan,
وأما
كون كل مكروه في الجماعة يسقط الفضيلة فهذا أمر معروف مقرر متداول
على ألسنة الفقهاء يكاد يكون متفقا عليه
Adapun keadaan
setiap makruh dalam jamaah menggugurkan fadhilah, Ini merupakan hal yang ma’ruf
dan sudah tetap serta beredar pada lisan para fuqaha yang nyaris disepakati.
(Basth al-Kaff fi Itmam al-Shaff, karya Imam al-Suyuthi: 10)
Qaidah di atas
juga ditemui dalam kitab karya Ibnu Hajar al-Haitamy dengan redaksi berikut:
كل مكروه من حيث الجماعة يمنع فضلها
Setiap makruh karena jamaah dapat
mencegah fadhilah jamaah.(Tuhfah al-Muhtaj berserta hawasyinya: II/267)
Berikut ini
beberapa point penting yang harus diperhatikan, yakni:
1. Alasan
logis gugur fadhilah jamaah sebab melakukan perbuatan makruh, karena makruh merupakan
sesuatu yang tidak ada pahala apabila kita melakukannya. Ini sesuai dengan
penjelasan al-Khathib al-Syarbainy berikut:
وَضَابِطُهُ أَنَّهُ حَيْثُ فَعَلَ مَكْرُوهًا مَعَ الْجَمَاعَةِ مِنْ
مُخَالَفَةِ مَأْمُورٍ بِهِ فِي الْمُوَافَقَةِ وَالْمُتَابَعَةِ كَالِانْفِرَادِ
عَنْهُمْ فَاتَهُ فَضْلُهَا إذْ الْمَكْرُوهُ لَا ثَوَابَ فِيهِ مَعَ أَنَّ
صَلَاتَهُ جَمَاعَةٌ إذْ لَا يَلْزَمُ مِنْ انْتِفَاءِ فَضْلِهَا انْتِفَاؤُهَا
Dhabitnya,
sesungguhnya seseorang apabila melakukan perbuatan makruh dalam shalat
berjamaah dalam bentuk menyalahi apa yang diperintah yaitu muwafaqat dan mutaaba’ah
seperti berdiri sendiri jauh dari jamaah, maka itu menghilangkan fadhilah
jamaah. Karena makruh tidak ada pahala padanya. Disamping itu shalatnya tetap
dihukum berjamaah, karena ternafi fadhilah jamaah tidak berarti ternafi jamaah.(Mughni
Muhtaj karya al-Khathib al-Syarbainy: I/506)
2. Yang
dimaksud dengan makruh di sini adalah makruh minhaitsu jamaah (makruh
karena i’tibar jamaah) sebagaimana diqaidkan di dalam Tuhfah al-Muhtaj dia
atas, dalam arti makruh yang tidak ada gambaran wujudnya pada bukan jamaah. Karena
itu tidak termasuk di sini makruh karena menahan kencing, atau karena menahan
kentut ataupun karena pandangan matanya melihat ke langit. Karena contoh-contoh
ini tidak termasuk makruh karena jamaah dan dapat saja terjadi dalam shalat
tidak berjamaah.
Dalam I’anah al-Thalibin dijelaskan:
ويجري ذلك في
كل مكروه من حيث الجماعة بأن لم يتصور وجوده في غيرها
Yang demikian berlaku pada setiap makruh minhaitsu jamaah dalam
arti tidak ada gambaran wujud makruh itu
pada bukan jamaah. (I’anah al-Thalibin: II/39)
3. Yang
dimaksud menggugurkan fadhilah jama’ah bukanlah keseluruhan fadhilahnya, tetapi
hanya sebatas fadhilah jamaah pada bagian-bagian shalat yang disertai sesuatu
yang makruh. Ini sebagaimana dijelaskan dalam I’anah al-Thalibin berikut:
(قوله:
تفوته فضيلة الجماعة) أي في الجزء الذي قارنته الكراهة فقط، فإذا قارنته في الركوع
مثلا فاته سبعة وعشرون ركوعا.قال في فتح
الجواد والأوجه اختصاص الفوات بما صحبته الكراهة فقط
(Perkataan
pengarang: menghilangkan fadhilah jamaah) artinya pada bagian yang menyertai
makruh saja. Karena itu, apabila makruh itu menyertai misalnya pada rukuk, maka
yang hilang adalah fadhilah dua puluh tujuh rukuk. Pengarang Fathul Jawad
mengatakan, yang lebih kuat adalah terkhusus hilang fadhilahnya pada bagian
yang menyertai makruh saja.(I’anah al-Thalibin: II/39)
Contoh-contoh
makruh menggugurkan fadhilah jamaah
Imam
al-Suyuthi telah menyebut beberapa contoh makruh dapat menggugurkan fadhilah
jamaah, yaitu:
1. Makmum berbaringan perbuatannya
dengan imam shalatnya sebagaimana disebut dalam kitab al-Syarh wa al-Raudhah
2. Makmum mendahului imam pada
perbuatannya
3. Mufaraqah imam, sebagaimana telah
disebut oleh Abu Ishaq al-Syairazi dan dipastikan oleh Jalaluddin al-Mahalliy
4. Niat mengikuti imam pada pertengahan
shalatnya sebagaimana disebut oleh Jalaluddin al-Mahalliy
5. Berdiri sendiri di belakang shaf
sebagaimana disebut oleh al-Zarkasyi dalam al-Khadim, Ibnu
‘Imad dan Jalaluddin al-Mahalliy
6. Shalat qadha dibelakang shalat ada’
dan juga sebaliknya. Ini dijelaskan oleh al-Zarkasyi dalam al-Khadim,
7. Shalat sunnah mutlaq secara
berjamaah. Shalat sunnah mutlaq tidak dianjurkan berjamaah sebagaimana dalam kitab
al-Raudhah. Apabila tidak dianjurkan, maka tidak ada pahalanya. Karena kalau ada
pahalanya, maka lazim ada anjurannya. (al-Asybah wan Nadhair: 249)
wallahu a'lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar