Renungan

Minggu, 31 Juli 2011

Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), Pengertian hukum-hukum Islam, Hal. 11-12

( كَالْمَنْدُوْبِ ) أى كما ان الأصح ترادف ألفاظ المندوب ( وَالْمُسْتَحَبِّ وَالتَّطَوُّعِ وَالسُّنَّةِ ) والحسن والنفل والمرغب فيه أى مسماها واحد وهوكما علم من حد الندب الفعل غير الكف المطلوب طلبا غير جازم ونفى القاضى حسين وغيره ترادفهما فقالوا هذا الفعل ان واظب عليه النبى صلى الله عليه وسلم فهو السنة والا كأن فعله مرة أومرتين فهو المستحب أولم يفعله وهو ما ينشئه الإنسان باختياره من الأوراد فهو التطوع ولم يتعرضوا للبقية لعمومها للأقسام الثلاثة ( وَالْخُلُفُ ) فى المسئلتين ( لَفْظِيٌّ ) أى عائد الى اللفظ والتسمية اذ حاصله فى الثانية ان كلا من الأقسام الثلاثة كما يسمى باسم من الأسماء الثلاثة كما ذكر هل يسمى بغيره منها فقال القاضى وغيره لا اذ السنة الطريقة والعادة والمستحب المحبوب والتطوع الزيادة والأكثر نعم ويصدق على كل من الأقسام انه طريقة وعادة فى الدين ومحبوب للشارع وزائد على الواجب وفى الأولى ان ماثبت بقطعى كما يسمى فرضا هل يسمى واجبا وماثبت بظنى كما يسمى واجبا هل يسمى فرضا فعند الحنفية لا أخذا للفرض من فرض الشئ حزه أى قطع بعضه وللواجب من وجب الشئ وجبة سقط وماثبت بظنى ساقط من قسم المعلوم وعندنا نعم أخذا من فرض الشئ قدّره ووجب الشئ وجوبا ثبت وكل من المقدر والثابت أعم من ان يثبت بقطعى أوظنى ومأخذنا أكثر استعمالا مع أنهم نقضوا أصلهم فى أشياء منها جعلهم مسح ربع الرأس والقعدة فى آخر الصلاة والوضوء من الفصد فرضا مع أنها لم تثبت بدليل قطعى وما مر من ان ترك الفاتحة من الصلاة لا يفسدها عندهم أى دوننا لا يضر فى ان الخلف لفظى لأنه حكم فقهى لادخل له فى التسمية

(Demikian juga halnya lafazh mandub) artinya, demikian juga halnya menurut pendapat yang lebih shahih taraduf lafazh mandub, (mustahab, tathawu’, sunnah), al-hasan, al-nafl dan murghab fihi, yaitu maknanya adalah satu, yaitu sebagaimana dimaklumi dari devinisi nadab adalah perbuatan yang bukan meninggalkan yang dituntut sebagai tuntutan yang tidak mesti. Qadhi Husain dan lainnya menafikan taraduf lafazh-lafazh tersebut, mereka mengatakan, perbuatan ini jika sering dilakukan oleh Nabi SAW, maka adalah sunnah. Jika tidak sering, seperti dilakukannya satu kali atau dua kali, maka adalah mustahab atau Nabi SAW tidak melakukannya, yaitu wirid-wirid yang dilakukan oleh manusia dengan ikhtiyarnya sendiri maka adalah tathawu’. Mereka tidak mendatangkan sisanya, karena mencakupnya dalam pembagian yang tiga.(1) (Khilaf) pada dua masalah tersebut (adalah lafzhi), artinya kembali kepada lafazh dan penamaan. Karena kesimpulannya pada masalah kedua, sesungguhnya semuanya dari pembagian yang tiga sebagaimana dinamakan dengan tiga nama sebagaimana disebutkan, maka apakah dinamakan dengan lainnya dari yang tiga tersebut ?. Berkata Qadhi dan lainnya : “Tidak”. Karena sunnah adalah jalan dan kebiasaan, mustahab adalah perbuatan yang disukai dan tathawu’ adalah tambahan. Kebanyakan ulama mengatakan : “Ya”. Karena terbenar atas setiap pembagian merupakan jalan dan kebiasaan dalam agama, disukai oleh syara’ dan tambahan atas wajib. Pada masalah pertama, sesungguhnya hukum yang ditetapkan dengan dalil qath’i sebagaimana dinamakan dengan fardhu, apakah dinamakan dengan wajib? dan hukum yang ditetapkan dengan dalil dhanni sebagaimana dinamakan dengan wajid, apakah dinamakan dengan fardhu?. Menurut Hanafiah : “tidak”, karena pengambilan perkataan fardhu dari : “Faradha al-syai-a hazzahu” artinya dia memotong sebagian sesuatu dan pengambilan perkataan wajib dari : “wajaba al-syai-u wajbatan” bermakna gugur. Hukum yang ditetapkan dengan dalil dhanni gugur dari pembagian yang diketahui dengan yakin. Menurut kita : “ya”, karena pengambilannya dari : “Faradha al-syai-a” dengan makna mengqadarkan sesuatu dan “wajaba sl-syai-u wujuban”dengan makna penetapan. Sedangkan masing-masing dari yang qadarkan dan yang ditetapkan lebih umum maknannya dari yang ditetapkan dengan dalil qath’i atau dalil dhanni, lagi pula tempat pengambilan kita lebih banyak pemakaiannya. Disamping itu, mereka menggugurkan ushul mereka dalam beberapa hal. Diantaranya, mereka menjadikan menyapu seperempat kepala, duduk pada akhir shalat dan wudhu’ karena berbekam sebagai fardhu, padahal itu tidak ditetapkan dengan dalil qath’i. Hal-hal yang telah lalu yaitu meninggalkan fatihah dalam shalat tidak memfasidkan shalat menurut mereka, yaitu bukan menurut kita, hal itu tidak memudharatkan bahwa khilaf adalah lafzhi, karena hal itu adalah hukum fiqh, tidak masuk dalam penamaan.

Penjelasannya
(1). Yang dimaksud dengan sisanya di sini adalah nama-nama lain selain sunnah, mustahab dan tathawu’, yaitu mandub, al-hasan, al-nafl dan murghab fihi. Nama-nama ini terakhir ini masuk dalam katagori yang tiga , yaitu sunnah, mustahab dan tathawu’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar