Renungan

Sabtu, 10 September 2011

Orangtua yang meninggal anaknya, namun tetap dalam kesabaran

Banyak hadits shahih yang membicarakan keutamaan orangtua yang duluan meninggal anaknya yang belum baligh, namun tetap dalam kesabaran, antara lain :

1. Hadits dari Anas bin Malik, beliau berkata :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ النَّاسِ مُسْلِمٌ يَمُوتُ لَهُ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ إِيَّاهُم

Artinya : Rasulullah SAW bersabda : tidak ada seorang muslimpun apabila meninggal tiga orang anaknya yang belum baligh melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam sorga dengan keutamaan rahmat-Nya kepada mereka (H.R. Bukhari)[1]

2. Hadits dari Abu Hurairah dari Nabi SAW :

مَنْ مَاتَ لَهُ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ كَانَ لَهُ حِجَابًا مِنْ النَّارِ أَوْ دَخَلَ الْجَنَّة

Artinya : Siapa saja yang meninggal tiga orang anaknya yang belum baligh maka mereka akan menghalanginya dari api neraka atau dia akan masuk ke dalam sorga (H.R. Bukhari)[2]

3. Dari Abu Hurairah :

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لاَ يَمُوتُ لِمُسْلِمٍ ثَلاَثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ فَيَلِجَ النَّارَ إِلاَّ تَحِلَّةَ القسم

Artinya : Dari Nabi SAW, beliau bersabda : Seorang muslim yang meninggal dunia tiga orang anaknya, maka ia masuk api neraka, maka tidak ada baginya kecuali sambil lalu saja. (H.R. Bukhari)[3]

4. Dari Abu Hurairah

عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يموت لأحد من المسلمين ثلاثة من الولد فتمسه النار إلا تحلة القسم Artinya : Dari Nabi SAW, beliau bersabda : Seorang muslim yang meninggal dunia tiga orang anaknya, maka disentuh oleh api neraka, maka tidak ada baginya kecuali sambil lalu saja. (H.R. Muslim)[4]

5. Dari Abu Hurairah

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لنسوة من الأنصار لا يموت لإحداكن ثلاثة من الولد فتحتسبه إلا دخلت الجنة فقالت امرأة منهن أو اثنين ؟ يا رسول الله قال أو اثنين

Artinya : Bahwasanya Rasulullah SAW berkata kepada para wanita anshar : Tidak satupun diantara kalian yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya kemudian dia tetap sabar melainkan dia akan masuk sorga. Salah seorang diantara mereka berkata : atau mungkin dua orang ya Rasulallah ?, Rasulpun berkata : atau dua orang (H.R. Muslim)[5]

6. Dari Abu Hurairah :

أتت امرأة النبي صلى الله عليه و سلم بصبي لها فقالت يا نبي الله ادع الله له فلقد دفنت ثلاثة قال دفنت ثلاثة ؟ قالت نعم قال لقد احتظرت بحظار شديد من النار

Artinya : Seorang perempuan mendatangi Nabi SAW dengan membawa serta seorang bayinya, berkata : “Ya Nabi Allah, berdo’alah untuknya. Sesungguhnya telah dikebumikan tiga orang anakku. Nabi SAW berkata : “Telah dikebumikan tiga orang ?” Ya, jawab perempuan itu. Kemudian Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya kamu akan dihalangi dari sangat pedihnya api neraka.(H.R. Muslim)[6]

Catatan.

Ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam pembahasan hadits-hadits di atas, antara lain :

1. apakah keutamaan yang disebut dalam hadits-hadits tersebut hanya apabila anak yang belum baligh yang meninggal itu hanya apabila dua atau tiga saja ? lalu bagaimana kalau yang meninggal itu hanya satu orang?

2. apakah yang mendapat keutamaan itu hanya orangtua perempuan (ibu) ? mengingat ada hadits yang mengkhususkan kepada perempuan sebagaimana hadits Abu Hurairah riwayat Muslim di atas ?

3. apakah orangtua yang mukmin, tetapi berbuat dosa besar seperti meninggalkan shalat juga mendapat keutamaan dari meninggal anaknya ?

Jawab

1. Taqyid dengan menyebut dua atau tiga tidak menjadi qaid dalam pemahaman hadits tersebut. Maka satu orang anak yang meninggal juga mendapat keutamaan yang disebut dalam hadits tersebut. Buktinya, ada hadits lain yang diriwayat al-Thabrani dalam kitab beliau Al-Ausath, yang menjelaskan bahkan kalau satu orang anak yang meninggal. Hadits tersebut berbunyi :

من دفن ثلاثة فصبر عليهم واحتسب وجبت له الجنة، فقالت أم أيمن: أو اثنين؟ فقال: أو اثنين. فقالت: وواحد؟ فسكت ثم قال: وواحد

Artinya : Barangsiapa yang dikebumikan tiga orang anaknya, kemudian dia dalam kesabaran, maka wajib atasnya syurga. Ummul Aiman berkata : “atau dua ?” Rasulullah SAW bersabda : “atau dua”. Ummul Aiman berkata lagi : “atau satu ?” Rasulullah SAW bersabda : “atau satu’ (H.R. al-Thabrani)

Keterangan ini didukung juga dengan mutlaq hadits di bawah ini :

يقول الله عز وجل: ما لعبدي المؤمن عندي جزاء إذا قبضت صفيه من أهل الدنيا ثم احتسبه إلا الجنة

Artinya : Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : “Tidak ada balasan bagi hambaku yang mukmin apabila meninggal orang yang dekat dengannya dari ahli dunia kemudian dia sabar kecuali syurga (H.R. Bukhari)

Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan : “Ini terbenar kepada satu atau lebih”.

Hadits dan keterangan di atas telah disebut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab beliau, Fath al-Barri.[7] Kesimpulan taqyid dengan dua atau tiga, tidak berarti satu orang anak yang meningggal tidak mendapatkan keutamaan tersebut adalah karena taqyid dengan bilangan tidak dapat menafikan yang selainnya sebagaimana dimaklumi dalam pembahasan ushul fiqh.[8]

2. Keutamaan yang disebut dalam hadits-hadits di atas tidaklah terbatas hanya pada orangtua perempuan saja, sebagaimana beberapa hadits di atas yang sebut secara mutlaq. Adapun hadits yang menyebut kepada perempuan, hal tersebut karena sabda Rasulullah SAW merupakan jawaban dari pertanyaan yang disampaikan perempuan kepada beliau. Dengan demikian, keutamaan tersebut berlaku secara mutlaq, baik orangtua laki-laki maupun perempuan. Penjelasan ini telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab beliau, Fath al-Barri.[9]

3. Mendapat keutamaan mendapat syurga bagi orang tua yang anaknya lebih duluan meninggal merupakan balasan dari kesabaran menghadapi musibah sebagaimana telah diqaidkan pada sebagian hadits di atas dengan hisbah. Ibnu Mulaqqin menjelaskan bahwa pengertian hisbah di sini adalah sabar dengan musibah yang menimpanya dan sabar menerima ketetapan Allah atasnya.[10] Karena itu, Imam Muslim sudah menempatkan tiga buah hadits di atas dalam “Bab Orangtua yang meninggal anaknya, namun tetap sabar”. Ini juga sesuai dengan firman Allah Q.S al-Maidah: 119, berbunyi :

Artinya : Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya (Q.S al-Maidah: 119)

Menurut hemat kami, keutamaan yang diterima orangtua tersebut sifatnya mutlaq, baik orangtuanya itu pernah melakukan dosa besar seperti meninggalkan shalat atau lainnya maupun tidak pernah melakukan dosa besar (namun disyaratkan harus beriman, karena orang kafir tidak diampuni dosanya selama-lamanya menurut Ahlussunnah wal Jama’ah). Ini didukung oleh penjelasan Ibnu Abd al-Bar dalam al-Istizkar :

Pada hadits ini (hadits riwayat Muslim pada nomor empat di atas) menurut qaid Malik r.a. pada tarjamahnya, yaitu qaid dengan menyebut hisbah, yaitu sabar, ikhlas, ridha dan menerimanya, dipahami bahwa seorang muslim dapat dimaafkan kesalahan-kesalahannya dan diampuni dosa-dosanya dengan sebab sabar atas musibahnya. Oleh karena itu, dia keluar dari api neraka dan tidak disentuhnya.”[11]

Menurut paham Ahlussunnah wal Jama’ah, Allah bisa saja mengampuni dosa-dosa yang dilakukan oleh seorang yang beriman (berada di bawah masyi-ah Allah, kalau Allah berkehendak, maka Allah mengampuninya dan kalau Allah berkehendak, maka Allah tidak mengampuninya) kecuali dosa syirik sesuai dengan firman-Nya :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(Q.S. Al-Nisa’ : 48)


[1] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar Thauq al-Najh, Juz. II, Hal. 100, No. Hadits : 1381

[2] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar Thauq al-Najh, Juz. II, Hal. 100.

[3] Ibnu Hajar al-Asalany, Fath al-Barry, Darul Fikri, Beirut, Juz. III, Hal. 118, No. hadits : 1251

[4] Imam Muslim, Shahih Muslim, Dar al-Ihya al-Turatsi al-Arabi, Beirut , Juz. IV, Hal. 2028, No Hadits : 2632

[5] Imam Muslim, Shahih Muslim, Dar al-Ihya al-Turatsi al-Arabi, Beirut, Juz. IV, Hal. 2028, No Hadits : 2632

[6] Imam Muslim, Shahih Muslim, Dar al-Ihya al-Turatsi al-Arabi, Beirut , Juz. IV, Hal. 2030, No Hadits : 2636

[7] Ibnu Hajar al-Asalany, Fath al-Barry, Darul Fikri, Beirut, Juz. III, Hal. 119

[8] Qadhi ‘Iyadh, Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Muslim, Darul Wifa’, Juz. VIII, Hal. 115

[9] Ibnu Hajar al-Asalany, Fath al-Barry, Darul Fikri, Beirut, Juz. III, Hal. 121

[10] Ibnu Mulaqqin, Tauzhih li Syarh Jami’ al-Shahih, Wazarah al-Auqaf wa al-Syu-un al-Islamiyah, Qathar, Juz. X, Hal. 167

[11] Ibnu Abd al-Bar, al-Istizkar, Daul Qaibah, Beirut, Juz. VIII, Hal. 324

Tidak ada komentar:

Posting Komentar