TGK H JAFAR SIDDIQ ST HT bertanya
Assalamu'alaikum.
Barangsiapa mengawini seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa mengawini wanita karena memandang harta-bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barangsiapa mengawininya karena memandang keturunannya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barangsiapa mengawini seorang wanita karena bermaksud ingin meredam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkahinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya baginya. (HR. Bukhari)
lalu bagai mana dengan hadis kebalikan nya ? tidak bertentangan ??
kawinin wanita dengan 4 perkara
kecantikan
keturunan
kekayaan
agama ,,,,lalu di lihat dari segi hadis ..hampir berlawanan ...satu sisi di larang . pada sisi lain di anjurkan
mohon penjelasan ..Wasalam
Jawabannya :
Sebelum kita menjawab apakah kedua hadits di atas bertentangan atau tidak, sebaiknya kita telusuri kedudukan hadits tersebut dulu, yakni sebagai berikut :
1. Kami telah mencoba menyelusuri hadits pertama yang tgk sebut di atas, tetapi kami tidak menemukan hadits tersebut dalam Shahih al-Bukhari dan kami juga tidak menemukan ada ahli hadits yang menyebut bahwa hadits tersebut diriwayat oleh Bukhari. Kami menyelusurinya dengan membuka kitab Shahih al-Bukhari dan lainnya dan juga mencari dengan menggunakan mesin pencari hadits dalam beberapa situs internet pencari hadits, tetapi tidak ditemukan hadits tersebut (mudah-mudahan penyelusuran kami tersebut tidak keliru, wallahu a’lam)
2. Namun demikian, Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitab beliau, al-Ifshah ‘an Ahadits al-Nikah[1] ada menyebut dua hadits yang menurut dugaan kami sesuai atau hampir sesuai dengan terjemahan hadits yang Tgk kemukakan, yaitu ;
a. Abu al-Na’im dalam kitab al-Haliyah dari hadits Abdussalam bin Abdu al-Qudus dari Ibrahim dari Anas secara marfu’, yaitu :
من تزوج امرأة لعزها لم يزده الله الا ذلا ومن تزوجها لمالها لم يزده الله الا فقرا ومن تزوجها لحسنها لم يزده الله الا دناءة ومن تزوجها الا ليغض بصره ويحصن فرجه أو تصل رحمه الا بارك الله له فيها وبارك لها فيه
b. Hadits pada point “a” di atas telah diriwayat oleh Ibnu Hibban dan dikeluarkan Ibnu al-Najar dan al-Thabrani dalam al-Ausath dari Anas dengan lafazh sebagai berikut :
من تزوج امرأة لعزها لم يزده الله عز وجل الا ذلا ومن تزوجها لمالها لم يزده الله تعالى الا فقرا ومن تزوجها لحسنها لم يزده الله الا دناءة ومن تزوج امرأة ليغض بصره ويحصن فرجه وتصل رحمه كان ذلك منة وبورك له فيها وبارك الله لها فيه
Al-Haitsami mengatakan :
“Hadits ini telah diriwayat oleh al-Thabrany dalam al-Ausath, pada sanadnya ada Abdussalam bin Abd al-Qudus, sedangkan beliau ini dha’if.”[2]
3. Adapun hadits yang kedua adalah merupakan hadits diriwayat dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW bersabda :
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ،ﻟﻤﺍﻠﻬﺍَ، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ
بذات الدين تربت يمينك
Artinya : Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia. (Muttafaq Alaihi dan Imam Lima)
Hadits di atas merupakan hadits shahih yang telah diriwayat oleh Bukhari, Muslim dan Imam yang lima sebagaimana disebut oleh Ibnu Hajar al-Asqalany dalam Bulugh al-Maram.[3]
Adapun pengertiannya, Rasulullah SAW hanya mengabarkan bahwa kebiasaan manusia kalau menikahi seorang perempuan, maka empat hal yang disebut dalam hadits di atas menjadi sebab seseorang menjatuhkan pilihannya. Dalam hadits ini tidak ada perintah atau anjuran mengumpulkan atau memilih salah satu diantara empat hal tersebut, tetapi hanya Rasulullah SAW memerintah memilih yang terakhir, yaitu perempuan yang taat beragama. Penjelasan seperti ini telah dikemukakan oleh para ulama, antara lain :
- Al-Muhaddits Ibnu Mulaqqan mengatakan :
“Yang shahih makna hadits ini adalah Rasulullah SAW mengabarkan apa yang menjadi kebiasaan manusia perbuat., mereka mengqashad empat perkara ini”.[4]
Hal yang sama juga telah dikemukakan oleh al-Karmani dalam dalam kitab beliau, Syarah al-Bukhari.[5]
- Qadhi ‘Iyadh mengutip penafsiran al-Dawidi mengatakan :
“Rasulullah SAW hanya mengabarkan apa yang dilakukan manusia dan beliau tidak memerintah hal-hal tersebut.”[6]
Dengan memahami pengertian yang kami kemukakan di atas, maka menurut hemat kami, kandungan dua hadits tersebut tidak saling bertentangan.
[1] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Ifshah ‘an Ahadits al-Nikah, Hal. 3
[2] Al-Haitsamy, Majma’ al-Zawaid, Darul Fikri, Beirut, Juz. IV, Hal. 467
[3] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 196
[4] Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Darul Hijrah, Juz. VII, Hal. 502
[5] Al-Karmani, Syarah al-Bukhari, Darul Ihya al-Turatsi al-Arabi, Beirut, Juz. 19, Hal.72
[6] Qadhi ‘Iyadh, Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Muslim, Darul Wifa’, Juz. IV, hal. 672
Tidak ada komentar:
Posting Komentar