-وَعَنْ أَبِي اَلسَّمْحِ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - - يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اَلْجَارِيَةِ, وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اَلْغُلَامِ - أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ
Artinya : Dari Abu al-Samh r.a., beliau berkata : Nabi SAW bersabda : “Dibasuh kencing anak perempuan dan dipercik kencing anak laki-laki”. (Dikeluarkan oleh Abu Daud, al-Nisa-i dan menshahihkannya oleh al-Hakim)[1]
Menurut keterangan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengenai cara bersuci dari kencing anak kecil dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat tentangnya dalam tiga mazhab yang juga merupakan pendapat-pendapat yang muncul dikalangan ulama Syafi’iyah, yaitu sebagai berikut :
1. Pendapat yang shahih yang masyhur dan terpilih : memadai dipercik pada bersuci kencing anak laki-laki dan tidak memadai pada kencing anak perempuan. Pada anak perempuan wajib dibasuh seperti najis lainnya. (Dalil pendapat ini adalah dhahir hadits di atas. Pen.)
2. Memadai dipercik pada keduanya
3. Tidak memadai dipercik pada keduanya.
Diantara ulama yang berpendapat sebagaimana pendapat pertama adalah Ali bin Abi Thalib, ‘Itha’ bin Abu Rabah, Hasan Basri, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, sekelompok Salaf, Ahli Hadits, Ibnu Wahab dari kalangan Malikiyah dan diriwayat Abu Hanifah juga berpendapat seperti ini. Ulama yang berpendapat wajib basuh keduanya antara lain : Abu Hanifah, Malik menurut pendapat yang masyhur dari beliau dan Ahli Kuffah.
Yang tersebut di atas merupakan khilaf mengenai cara menyucikan kencing anak laki-laki, sedangkan mengenai najisnya, para ulama tidak berbeda pendapat mengenainya. Karena itu, sebagian kalangan Syafi’iyah mengutip telah terjadi ijmak ulama atas najis kencing anak laki-laki dan tidak ada yang menyalahinya kecuali Daud Dhahiri. Adapun yang dihikayah Abu Hasan bin Bathal dan Qadhi ‘Iyadh dari Syafi’i dan lainnya bahwa mereka mengatakan kencing anak laki-laki adalah suci, karena itu maka dapat dipercik saja, maka hikayah ini adalah bathil secara pasti.
Catatan
Percik yang memadai di sini adalah apabila pada kencing anak laki-laki yang hanya minum susu ibunya. Adapun apabila anak laki-laki tersebut sudah makan makanan yang mengenyangkan, maka kencingnya itu wajib dibasuh tanpa khilaf. [2]
Tgk, bagaimana cara mensucikan lantai kamar mandi bekas kencing? Apakah memadai dengan hanya disiram saja hingga hilang tiga sifatnya?
BalasHapuspertAmA : menghilAngkAn Ain kencing, boleh dgn menyirAm dgn Air tetApi syArAtnyA Air itu mengAlir AtAu boleh jugA di lAp dengAn kAin sehinggA hilAng 'Ain kencing,
HapuskeduA A: kemudiAn disirAM lAgi (penucuciAnnyA) sehinggA hilAng tigA sifAT itu.
kAlAu sekedAr menyirAm sedANgkAn Air itu tergenAng ALiAs tidAK mengAlir, mAkA Air itu jAid bernAJis sehinggA Air nAJis semAKin bertAmbAh, yAkni kencing+Air
wAssALAm
Kadang hal tsb tgk yg bikin kita was2. Lazimnya air tsb mengalir ke lubang pembuangan, tp dalam prosesnya agak lambat mengalir sehingga kadang airnya seolah2 tergenang sejenak menunggu masuk je lubang. Agak aneh rasanya kl pkai kain lap ke kamar mandi berhubung biasa d tempat kita kamar mandi umumnya berlantai basah
BalasHapusterlAmbAt mengAlir tidAK mengApA, yAng penting adA mengAlir. hAnyA kArenA wAs-wAs tidAK mempengAruhi stAtus hukum sesuAtu. qAidAH fiqh mengATAkAn : tidAK dihukum nAjis kecuAli sudAh tAhqiq (AdA dAlil) keberAdAAnnyA.
HapusTerimakasih atas penjelasannya tgk. Ada sedikit hal lagi tgk, jika najis tsb ketika disiram terjadi 2 kemungkinan.
Hapus1. Air mengalir tp lambat sehingga ada genangan sementara, apakah genangan sementara tsb sudah dihukumi suci?
2. Sebagian air bisa masuk ke dalam lubang, namun sebagian lagi tergenang karna desain lantai yg kurang baik dalam mengalirkan air. Apakah sebagian genangan sisa yg gagal masuk ke dalam lubang tsb dihukumi suci?
Sekali lagi terimakasih tgk atas kesediannya dalam memberi penjelasan terkait hal ini
1. pada jawaban pertama kami sudah menjelaskan bahwa cara menyucikan kan najis itu ada dua tahap. pertama menghilangkan ain najis kemudian kedua mengalirkan air atas tmp najis itu sesudah hilang ain najis.setelah tahap yg kedua ini baru dikatakan tmp itu suci.
Hapus2. menjawab kasus sdr tanyakan tersebut, kami dpt jelaskan bahwa siraman pertama itu harus menghilangkan ain najis. kalau lantainya masih ada genangan air, maka harus genangan itu harus disiram lagi, sehingga ada dugaan (dhan) bahwa ain najis sudah hilang. kalau masih ada genangan, maka patut di duga genangan itu bukan ain najis, karena ain najis sudah di tolak oleh siraman kedua. setelah siraman kedua, maka di siram lagi utk menyucikannya. ingat dalam kasus air bergenang, maka siraman kedua bukan utk menyucikan, tetapi hanya utk menolak ain najis yg bergenang.
mudah2an di pahami
wassalam
Ppp
BalasHapus