Renungan

Selasa, 31 Juli 2012

Telah Berpulang kerahmatullah Tgk Thantawi Jauhari (Abi), Pimpinan Dayah Darusshabri Lam Ateuk Aceh Besar. (1955 - 2012 M)


Lagi seorang ulama besar Aceh, Tgk Thantawi Jauhari telah menemui tuhannya, Allah SWT setelah berjalan di muka bumi yang fana ini dalam memperjuangkan agama yang diridha-Nya. Tgk Thantawi Jauhari, yang sering dipanggil Abi oleh murid-muridnya dan masyarakat sekitarnya, telah berpulang kerahmatullah pada malam Senin/Minggu malam, tanggal 29 Juli 2012, pukul 20.00 Wib di Rumah Sakit Kesdam Kuta Alam Banda Aceh. Jenazah almarhum, setelah dishalati ribuan jama’ah yang datang dari berbagai pelosok Aceh, dikebumikan di dalam komplek Dayah Darusshabri, dayah yang beliau asuh selama ini. Semoga Allah menempatkan beliau dalam syurga jannatul na’im layaknya dengan pengabdian beliau selama ini. Diantara ulama Aceh yang hadir menshalati jenazah beliau antara lain, Abu Daud Zamzami (MPU Aceh), Abuya Jamaluddin Wali, Tgk Mahdi (pimpinan Dayah Darul Mu'arrif), Tgk Syarifuddin (Pimpinan dayah di Bidok Pidie Jaya), Abu Adnan Puloe dan semua anak-anak dari Almarhum Abu Ahmad Perti serta para ulama lainnya.

Riwayat hidupnya
Berdasarkan keterangan pada Kartu Tanda Penduduk beliau, Abi Thantawi tercatat lahir di Sawang Aceh Selatan pada tanggal 1 Juli 1955. Pada masa kanak-kanaknya, sebagaimana biasanya anak Aceh, beliau belajar al-Qur’an dan dasar-dasar akidah pada ulama yang ada di kampung beliau, disamping mengikuti pendidikan dasar umum di rumah sekolah. Menginjak remaja, beliau memasuki pesantren/dayah Darussalam Labuhanhaji yang letaknya berselang hanya beberapa kecamatan dari kecamatan kelahiran orangtua dan keluarganya. Tidak lama di sini (tidak sampai satu tahun), beliau masuk dayah Darul Mu’arrif Lam Ateuk Aceh Besar pimpinan Abu Ahmad Perti seorang ulama terkenal di Aceh. Di dayah ini beliau belajar ilmu agama dalam berbagai disiplin ilmu, seperti bahasa Arab, balagah, ushul fiqh, fiqh, tauhid, tasauf dan sebagainya. Setelah lama beliau di sini, beliau dipercaya menjadi guru sekaligus menjadi wakil pimpinan dayah dengan mengajar berbagai disiplin ilmu agama seperti kitab Ghayatul Wushul dalam bidang ushul fiqh, al-Syarah al-Mahalli dalam bidang fiqh, Syarah al-Jauhar al-Maknun dalam bidang balaghah dan lain-lain (penulis sendiri merupakan salah satu murid beliau selama belajar di Dayah Darul mu’arrif).
Setelah guru beliau, almarhum Abu Ahmad Perti, berpulang kerahmatullah,  pada tahun 2000 M Abi Thantawi dipercaya sebagai pimpinan dayah Darul Mu’arrif menggantikan kedudukan gurunya. Namun jabatan ini hanya sekitar dua tahun lebih, karena beliau harus memimpin dayah beliau sendiri, Dayah Darusshabri (dayah ini berjalan sebagaimana mestinya  sekitar tahun 2005 M), yang beliau kelola sampai akhir hayatnya, yang letaknya masih satu kecamatan dengan dayah Darul Mu’arrif 

Keluarga
Abi Thantawi beristerikan Rosnimar (masih ada hubungan kerabat dengan beliau dan berasal dari kampung kelahiran beliau) dengan anak-anak beliau :
-          Musnayati
-          Muhammad
-          Nurul Azizi
-          Mahfuzh
-          Muzhaifah
-          Siti Munawarah


Jumat, 27 Juli 2012

Debat Lucu Ahlussunnah VS Salafy Wahabi


Wahabi & Salafi (WS): “Maulid dan tahlilan itu haram,   dilarang di dalam agama.”

Ahlussunnah (AJ) : “Yang dilarang itu bid’ah, bukan  Maulid atau tahlilan, bung!”

WS : “Maulid dan tahlilan tidak ada dalilnya.”

AJ : “Makanya jangan cari dalil sendiri, nggak bakal  ketemu. Tanya dong  sama  guru, dan baca kitab ulama, pasti ketemu dalilnya.”

WS : “Maulid dan tahlilan tidak diperintah di dalam   agama.”

AJ : “Maulid dan tahlilan tidak dilarang di dalam agama.”

WS : “Tidak boleh memuji Nabi Saw. secara berlebihan.”

AJ : “Hebat betul anda, sebab anda tahu batasnya dan tahu letak berlebihannya. Padahal, Allah saja  tidak pernah membatasi pujian-Nya kepada Nabi Saw. dan tidak pernah melarang pujian yang berlebihan kepada beliau.”

WS : “Maulid dan tahlilan adalah sia-sia, tidak ada  pahalanya.”

AJ : “Sejak kapan anda berubah sikap seperti Tuhan, menentukan suatu amalan berpahala atau tidak, Allah saja tidak pernah bilang bahwa Maulid dan tahlilan itu sia-sia.”

WS : “Kita dilarang mengkultuskan Nabi Saw. sampai-      sampai menganggapnya seperti Tuhan.”

AJ :
“Orang Islam paling bodoh pun tahu, bahwa Nabi Muhammad Saw. itu Nabi dan Rasul, bukan Tuhan.”

WS : “Ziarah ke makam wali itu haram, khawatir bisa  membuat orang  jadi musyrik.”

AJ : “Makanya, jadi orang jangan khawatiran, hidup jadi susah, tahu.”

WS : “Mengirim hadiah pahala kepada orang meninggal itu  percuma, tidak akan sampai.”

AJ : “Kenapa tidak! kalau anda tidak  percaya, silakan anda mati duluan, nanti saya kirimkan pahala al- Fatihah kepada anda.”

WS : “Maulid itu amalan mubazir. Daripada buat Maulid,  lebih baik biayanya buat menyantuni anak yatim.”

AJ : “Cuma orang pelit yang bilang bahwa memberi makan       atau berinfak untuk pengajian  itu mubazir. Sudah  tidak menyumbang, mencela pula.”

WS : “Maulid dan tahlilan itu bid’ah, tidak ada di zaman  Nabi saw.”

AJ : “Terus terang, Muka anda juga bid’ah, karena tidak  ada di zaman Nabi Saw.”

WS : “Semua bid’ah (hal baru yang diada-adakan) itu sesat, tidak ada bid’ah yang baik/hasanah.”

AJ : “Saya ucapkan selamat menjadi orang sesat. Sebab  Nabi Saw. tidak pernah memakai resleting, kemeja,  motor, atau mobil seperti anda. Semua itu bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat.”

WS : “Kasihan, masyarakat banyak yang tersesat. Mereka  melakukan amalan bid’ah yang berbau syirik.”

AJ : “Sudah lah, kalau anda masih bodoh, belajarlah  dulu, sampai anda bisa melihat jelas kebaikan di dalam amalan mereka.”

WS : “Saya menyesal dilahirkan oleh orang tua yang  banyak melakukan bid’ah.”

AJ : “Orang tua anda juga pasti sangat menyesal karena  telah melahirkan anak durhaka yang sok pintar  seperti anda.”

WS : “Para penceramah di acara Maulid, bisanya hanya mencaci maki dan memecah belah umat.”

AJ : “Sebetulnya, para penceramah itu hanya mencaci maki  orang seperti anda yang kerjanya menebar keresahan  dan benih perpecahan di kalangan umat.”

WS : “Qunut Shubuh itu bid’ah, tidak ada dalilnya, haram  hukumnya.”

AJ : “Kasihan, rokok apa yang anda hisap? Setahu saya, di dalam iklan, merokok Star Mild hanya membuat  orang terobsesi menjadi sutradara atau orator.  Sedangkan anda sudah terobsesi menjadi ulama besar       yang mengalahkan Imam Syafi’i yang mengamalkan  qunut shubuh. Lebih Brasa, Brasa Lebih pinter



Kamis, 26 Juli 2012

Cerita tentang Bid’ah di Dusun Kami


Kang Hanif, seorang anggota Ansor, telah lama didaulat masyarakat di desa untuk memangku masjid. Semua acara keagamaan dia yang memimpin. Suatu hari ada seorang berjenggot panjang dan bercelana cingkrang dari sebelah desa menudingnya sebagai pelaku bid’ah, churafat, takhayul, bahkan syirik.
“Mas, sampean jangan terus-terusan menyesatkan umat. Tahlilan, sholawatan, yasinan, manaqiban, bermaaf-maafan sebelum memasuki Ramadhan, itu bid’ah. Apalagi mendoakan mayit, tawasul atau ngirim pahala untuk orang sudah mati. Doa itu tidak sampai, bahkan merusak iman. Musyrik hukumnya,” kata orang tersebut dengan gaya sok paling Islam dan paling benar.
Kang Hanif hanya diam saja. Ia sudah beberapa kali menghadapi orang begitu yang biasanya hanya bermodal “ngeyel” dengan ilmu agama yg jauh dari memadai. Persis seperti anak kecil baru belajar karate, yang baru tahu satu dua jurus saja lagak lakunya belagu.
Walau kang Hanif telah 9 tahun mengaji di pesantren Tambak Beras dan paham betul dasar-dasar amaliyah itu, ia tetap tak membantah dan membiarkan orang itu terus menudingnya. “Percuma saja membantah orang itu. Hatinya tertutup jenggotnya. Mata hatinya tak seterbuka mata kakinya,” batin kang Hanif.
Beberapa waktu kemudian ayah orang yang berjenggot dan bercelana cingkrang itu meninggal dunia. Kang Hanif datang bertakziyah bersama para jamaahnya. Dia lantas berdoa keras di depan mayit si bapak dan jama’ahnya mengamini.
“Ya Allah, laknatlah mayit ini. Jangan ampuni dosanya. Siksalah dia sepedih-pedihnya. Kumpulkan dia bersama Fir’aun, Qorun dan orang yg Engkau laknati. Masukkan dia di neraka sedalam-dalamnya, selama-lamanya”.
Si jenggot bercelana cingkrang menghampiri Kang Hanif, bermaksud menghentikan doanya.
“Jangan protes. Katamu doa kepada mayit tidak akan sampai. Santai saja. Tidak ada yg perlu engkau khawatirkan bukan? Kalau aku sih yakin doaku sampai,” ujar kang Hanif tenang.
Muka si jenggot bercelana cingkrang pucat. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya yang biasa menghakimi orang lain
Penulis: Wahyu Andre
(sumber : http://www.sarkub.com/2011/cerita-tentang-bid%E2%80%99ah-di-dusun-kami/)

Wali Aswaja vs Wali Wahabi


Seperti biasa di warkop pojok makam, Si Sarkub & Si Sarkam asyik ngopi dan kebul kebul udud klobot sesekali terdengar tawa cekikian sambil banting kartu domino.
“mbah….apa sih bedanya ulama aswaja dg ulama wahabi?..”, tanya sarkam
“ulama aswaja spt wali songo itu gemar mengislamkan org kafir, kalau ulama wahabi gila mengkafirkan orang islam”, ujar sarkub sambil sedot klobot.
“kalau bedakan wali aswaja dg wali wahabi, gimana mbah..?” celetuk sarkam.
“aaah…..gampang kang.. fean kirim tawasul aja, kalau nyampe berarti wali aswaja kalau nyangkut berarti wali wahabi… maklum sinyal cingkrang yoo lemot”, jawab sarkub.
“hahahahaaa……”, sarkam terfingkal fingkal sampe sarung mlorot..
(Dihasankan oleh: Yai Bhasingah)

Senin, 23 Juli 2012

Ramadhan mendatangkan kebenaran


Muhammad Ibrahim, dahulu bernama George Masih. Ia seorang Kristen yang masuk Islam beberapa bulan lalu, punya penilaian khusus tentang Ramadhan.

"Butuh waktu lama untuk saya menerima logika dibalik pelaksanaan ibadah puasa," kata dia seperti dikutip onislam.net, Senin (23/7).

Mualaf Pakistan itu melanjutkan, "Saya baca literatur tentang Ramadhan, baik bahasa Urdu dan Inggris. Disitulah, aku memahami rasionalitas dalam Islam," ujar Ibrahim menjelaskan.

Kini, ia siap menjalani ibadah puasa. "Saya hanya sedikit khawatir dengan cuaca panas. Tapi saya percaya, Allah SWT akan memberikan kekuatan pada saya untuk menjalaninya," sebut Ibrahim.
Ibrahim tak sendiri. Banyak mualaf yang bahkan baru menjalankan puasa Ramadhan tahun ini, Mangat Ram contohnya. Pria 34 tahun yang memutuskan mengganti namanya menjadi Ali Abdullah itu menjadi mualaf baru enam bulan terakhir. "Ramadhan lalu, saya belum menemukan kebenaran Islam. Tapi saya tidak kehilangan semuanya, berkah Ramadhan membawaku pada Islam," sebutnya. (baca: Mangat Ram: Ramadhan Membawaku Memeluk Islam).
Bagi Mangat Ram, bulan suci Ramadhan memiliki makna khusus dalam hidupnya. Ia mengatakan Ramadhan telah menuntunnya menemukan cahaya Islam. "Saya terus berpikir, umat Islam tidak makan dan minum lalu tanpa ada yang mengawasi. Artinya, ada hal istimewa dibalik ritual ini," kenang mualaf yang berasal dari Thar, Selatan Provinsi Sind, Pakistan itu. (baca: Mualaf Pakistan: Ada Hal Istimewa Dibalik Ramadhan).
Pun dengan Abdul Rahman dahulu dikenal sebagai Bhagwan Das. Ia mengatakan Ramadhan adalah bulan istimewa bagi umat Islam. "Ramadhan tahun lalu, saya hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang Islam. Jadi, puasa saya kurang sempurna," kenang dia. (baca: Mualaf Pakistan: Ramadhan Bulan Istimewa Umat Islam).
Selama setahun terakhir, ratusan umat Hindu telah memeluk Islam di berbagai belahan Sindh. Pun dengan sejumlah orang Kristen di Punjab, yang memutuskan kembali kepada Islam.

(sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/07/23/m7ltre-george-masih-literatur-ramadhan-membuatku-memahami-rasionalitas-islam)