Renungan

Minggu, 28 April 2013

Andalusia, Permata Yang Sirna

Prolog

KETIKA Islam memasuki masa kemunduran bangkitlah Eropa dari keterpurukannya. Kebangkitan Eropa kala itu tidak hanya di bidang politik. Setelah berhasil meruntuhkan kaisar-kaisar Islam, Eropa terus bangkit di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan menjadi salah satu pendorong mekarnya politik mereka.
Kebangkitan Eropa saat itu tidak bisa dipisahkan dari kekaisaran Islam Klasik di Andalusia (Spayol). Karena Andalusia menjadi kubang ilmu  bagi Eropa saat itu. Tatkala tampuk ilmu dipegang oleh Islam yang berpusat di Spayol, orang-orang Kristen Eropa  berduyun-duyun datang ke Spayol untuk menggali ilmu di sana.
Orang Islam menjadi guru bagi mereka yang masih buta huruf. Sampai-sampai literatur sejarah mencatat kehadiran Islam di Spayol menjadi perbincangan alot sejarawan dunia.
Berbagai peradaban Islam tersimpan di Spayol, banyak pakar-pakar marcusuar Islam yang sangat dikenal dengan ilmunya pernah hidup di sana. Semisal Ibn Bajjah dan Ibnu Sina ahli filsafat yang pernah digurui Yunani pada abad ke-9 M. Abbas Ibn Fama pakar kimia dan astronomi, Ahad Ibn Ibas pakar obat-obatan, Ummi Al-Hasan Bint Abi Jakfar ahli kedokteran dari kalangan wanita, dan masih banyak pakar lainnya dari ulama Islam yang tidak akan pernah habis bila kita sebutkan satu persatu dalam tulisan singkat ini.
Penaklukan 
Pada tahun 711 M Islam mulai masuk Spayol melalui jalur Afrika Utara. Sebelum kedatangan Islam waktu itu Spayol dikenal dengan nama Iberia atau Asbahani. Setelah bangsa Vandal menguasai Spayol pada saat itulah orang-orang Arab menyebutkan Spayol dengan Andalusia.
Sebelum penaklukan Spayol Ummat Islam telah menguasai sebagian besar Afrika Utara dan menjadikannya sebagai sebuah provinsi dari Dinasti Umayyah. Pada zaman khalifah Abdul Malik (685-705 M) Negeri Afrika ini dimiliki seutuhnya oleh Ummat Islam. Pada saat itu pula khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan Ibn Nu’man sebagai Gubernur wilayah Afrika. Namun pada masa khalifah Al-Walid posisi Hasan Ibn Nu’man diganti oleh Musa Ibn Nushair. Pada masa kekhalifahan Al-Walid inilah Musa Ibn Nushair memperluas wilayah Islam sampai ke Aljazair dan Maroko.
Selain itu, Musa Ibn Nushair waktu itu telah berhasil menaklukkan bekas kekuasaan bangsa Barbar di daerah pergunungan. Sebelum ditaklukkan oleh Ummat Islam daerah ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gotik. Literatur sejarah mengatakan, dalam proses penaklukan Spayol terdapat tiga panglima perang Islam yamg sangat berjasa memimpin tentara-tentaranya. Mereka adalah Tharif Ibn Malik, Tharik Ibn Ziyad, dan Musa Ibn Nushair.
Pada saat ini Ummat Islam belum menguasai seluruhnya kawasan Spayol. Namun, berbagai budaya Islam telah lahir di sana. Ummat Islam ternyata belum puas dengan kemenangan tersebut, mereka terus melanjutkan peperangan memperluas wilayah Islam pada masa khalifah Umar Abdul ‘Aziz tahun 99 H/717 M. Sasaran penyerbungan saat itu adalah menguasai daerah pergunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Penyerbungan yang digerakkan pada abad ke-8 M ini telah membuat kekuasaan Islam menerawang ke seluruh distrik Spayol, Prancis, dan bagian-bagian penting dari kota Italia.
Kemenangan yang diperoleh Ummat Islam nampaknya begitu mudah, hal ini terindikasi dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain adalah kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam masa paceklik. Adapun faktor eksternal merupakan suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh perjuangan dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan Spayol khususnya. Pribadi panglima perang Muslimin yang kuat, tentara yang kompak dan penuh percaya diri menjadi satu sebab penduduk Spayol menyambut Islam penuh antusias.
Kejayaan Islam di Spayol
Sejarah kebangkitan Islam di Spayol dapat dibagi menjadi enam periode (Dr, Badri Yatim MA 2003). Periode pertama dimulai pada tahun (711-755 M), pada periode ini Spayol berada di bawah pemerintahan para Wali yang diangkat oleh kahlifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik Spayol belum tercapai secara sempurna, masih banyak terdapat gangguan indogen dan eksogen.
Periode ke dua dimulai sejak tahun (755-912 M), pada periode ini Spayol berada di bawah pemerintahan seorang Amir (panglima atau gubernur), tetapi belum tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di bagdad. Dengan Amir pertama adalah Abdurrahman 1, yang memasuki Spayol tahun 138 H/755 M. Berkat dedikasinya ia berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spayol. Pada periode ini Ummat Islam Spayol mulai memperoleh banyak kemajuan yang terdiri dari bidang politik dan peradaban. Abdurrahman mendirikan Mesjid Cardova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spayol.
Selanjutnya periode ke tiga dimulai pada tahun (912-1013 M), periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman 111 yang digelar “An Nasir” sampai munculnya “raja-raja  kolompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk At-Thawaif. Pada periode ini Spayol diperintahkan oleh penguasa yang digelar dengan Khalifah. Penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman 111, bahwa Muktadir (khalifah Daulah Bani Abbas di Bagdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri.
Menurut penilaiannya, keadaan seperti ini menunjukkan suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat saat ini adalah saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih.
Pada periode ke empat (1013-1086 M) Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan (Al-Muluk At-Thawaif) yang berpusat di kota Seville, Cardova, Toledo. Pada periode ini Ummat Islam memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, saat terjadi perang saudara saat itu ada sebagian orang dari pihak orang Islam yang meminta perlindungan kepada raja-raja Kristen. Melihat keadaan dan kekacauan yang menimpa politik Islam tersebut, untuk periode pertama orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil namun kehidupan intelektual terus saja berkembang.
Periode ke lima dimulai pada tahun (1086-1248 M), pada periode ini Spayol masih terpecah kedalam beberapa negara, tetapi mereka memiliki satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuatan Dinasty Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasty Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasty Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf Ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy.
Sedangkan Dinasty Muwahhidun didirikan oleh Muhammad Ibn Tumazi (w. 1128 M).  Dinasty ini masuk ke Spayol di bawah pimpinan Abdul Al-Mu’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas De Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spayol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Pada tahun 1238 M Cardova jatuh ke tangan penguasa Kristen, dan Seville pada thaun 1248 juga jatuh ke tangan Kristen.
Hanya Granada yang masih dikuasai Ummat Islam saat itu (Dr, Badri Yatim MA 2003 hlm 98).
Periode ke enam lahir antara tahun (1248-1492 M), pada periode ini Ummat Islam Granada bertahan di bawah Dinasty Bani Amar (Dinasty ini didirikan oleh Sultan Muhammad Bin Yusuf yang digelar dengan An-Nasr). Sehingga kerajaan ini disebut juga dengan Nasriyyah (Musrifah Sunanto 2003 hlm 122). Pada periode ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada. Namun peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir.
Kekuasaan Islam Spayol yang merupakan pertahanan terakhir ini berakhir karena perselesihan orang-orang Istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya untuk menjadi Raja. Dia memberontak dan berusaha untuk merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu ayahnya terbunuh, dan digantikan oleh Muhammad Ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Setelah kekuasaan Muhammad Ibn Sa’ad berhasil dijatuhkan oleh Ferdenand dan Isabella kemudian Abu Abdullah naik tahta.
Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan Ummat Kristen melalui perkawinan saat itu merasa belum puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan Abu Abdullah (kerajaan terakhir Islam Spanyol) melalui peperangan. Namun Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan Ummat Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Kemudian dia hijrah ke Afrika Utara, dengan demikian berakhirlah kerajaan Islam di Spayol pada tahun 1492 M. Ummat Islam kala itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spayol. Pada tahun 1609 boleh dikatakan tidak ada lagi Ummat Islam di daerah ini.
Tinggal Kenangan
Spayol adalah tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk politik, sosial, maupun ekonomi. Orang-orang Eropa berinisiatif Spayol yang berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains. Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M.
Tak dapat dipungkiri, kejayaan Islam Spanyol yang sempat menghijaukan daratan Eropa hari ini tinggal kenangan. Hanya dalam hitungan waktu yang singkat Ummat Islam berhasil menaklukkan Andalusia. Dan dalam durasi waktu yang sangat singkat pula kejayaan ini kembali direbut oleh Kristen-kristen Eropa.
Kemajuan Islam Spayol kala itu adalah karena kuatnya penguasa-penguasa Islam yang mampu mempersatukan kekuatan Ummat. Keberhasilan dibidang politik juga ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa lainnya dalam memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah, dan tingginya toleransi penguasa Muslim terhadap non-Muslim menjadi satu bukti tegaknya Kaisar Islam di negera tersebut.
Adapun kemorosotan Islam Spayol dalam bentang sejarah disebutkan, antara lain lahirnya konflik Islam dan Kristen, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan dan keterpencilan. Namun di sana ada beberapa faktor lain yang menyebabkan mundurnya budaya Islam yaitu, kelemahan di bidang politik,  munculnya orang-orang Moghul, munculnya unsur Turki, dan ditemukannya Mesiu (Dr. Badri Yatim 2003 hlm 108).
Walaupun Islam pada akhirnya terusir dari Spayol dengan cara yang sangat kejam, tetapi Islam telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik pada abad ke-14 M yang bermula di Italia. Gerakan reformasi pada abad ke-16 M, resionalisme pada abad ke-17, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M. Spayol memang bukan negara kita, tetapi sebagai Ummat Islam kita berhak untuk merebutnya kembali. Semoga!

===========
Abdul Hamid M Jamil | Mahasiswa Universitas Al Azhar, Jurusan Islamic Law and Jurisprudance, Alumni Dayah Ummul Ayman Samalanga, Berprofesi sebagai Aktivis di SINAI (Studi Informasi Alam Islami) Mesir


Tidak ada komentar:

Posting Komentar