Renungan

Minggu, 19 Januari 2014

Mengasap kemenyan di rumah kematian sebelum mayat dikebumikan



Berikut pendapat ulama mengenai hukum mengasap kemenyan di rumah kematian sebelum mayat dikebumikan, antara lain :
1.        Dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab disebutkan :
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ عِنْدَهُ مِجْمَرَةٌ فِيهَا بَخُورٌ تَتَوَقَّدُ مِنْ حِينِ يَشْرَعُ فِي الْغُسْلِ إلَى آخِرِهِ قَالَ صَاحِبُ الْبَيَانِ قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُبَخِّرَ عِنْدَ الْمَيِّتِ مِنْ حِينِ يموت لانه ربما ظهر منه شئ فَيَغْلِبُهُ رَائِحَةُ الْبَخُورِ
“Dianjurkan di sisi mayat ditaruh tempat bara api yang berisi kemenyan yang terbakar mulai ketika masuk dalam mandi sampai selesai mandi. Pengarang al-Bayan mengatakan, sebagian sahabat kita mengatakan : “Dianjurkan membakar kemenyan di sisi mayat mulai ketika meninggal dunia, karena kadang-kadang dari mayat muncul bau, dengan demikian maka baunya itu dapat dikalahkan oleh aroma kemenyan.”[1]

2.        Dalam Nihayah al-Zain disebutkan :
يكره اتباعها بنار في مجمرة او غيرها الا لحاجة كبخور لدفع نتن او فتيلة لرؤية دفنه ليلا فلا كراهة وفي كلام بعضهم يندب البخور عند الميت من وقت موته الى تمام دفنه
“Makruh mengikutkan mayat dengan api yang ada dalam tempat bara api atau lainnya kecuali ada hajad seperti kemenyan untuk menolak bau busuk atau obor untuk melihat penguburannya pada waktu malam, maka tidak makruh. Dalam kalam sebagian ulama disebutkan : disunnatkan membuat kemenyan di sisi mayat mulai waktu meninggal dunianya sampai sempurna penguburannya.”[2]

3.        Abu al-Husain al-Imrani al-Yamani mengatakan dalam kitabnya, al-Bayan fi Mazhab al-Syafi’i :
ويستحب أن يبخر الكفن على مشجب أو عود لما روي أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قال: إذا جمرتم الميت ... فجمروه ثلاثًا ولأنه ربما ظهر من الميت شيء، فيغلبه ريح البخور، ولهذا قال بعض أصحابنا: يستحب أن يبخر عند الميت من حين يموت لهذه العلة
“Disunatkan mengasap kemenyan kain kafan di atas gantungan pakaian atau kayu, karena hadits yang diriwayatkan sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Apabila kamu mengasapkan kemenyan, maka asapkanlah tiga kali dan juga karena kadang-kadang muncul dari mayat sesuatu yang berbau, maka dengan ada asap kemenyan dapat mengalahkan baunya. Berdasarkan ini, sebagian ulama sahabat kita berkata : “Disunnatkan mengasap dengan kemenyan di sisi mayat mulai waktu kematian dengan sebab alasan ini.”[3]

Berdasarkan keterangan tiga kitab mu’tabar di atas, dapat disimpulkan bahwa mengasap kemenyan di rumah kematian sebelum mayat dikebumikan merupakan perbuatan sunnah dan dianjurkan dalam agama. Anjuran ini karena diqiyaskan kepada anjuran mengasap kemenyan kain kapan jenazah yang dianjurkan berdasarkan hadits Jabir bahwa Nabi SAW bersabda :
 إذا جمرتم الميت فجمروه ثلاثًا
Artinya : Apabila kamu mengasapkan mayat (mengasap kafan mayat dengan kemenyan atau kayu beraroma lainnya), maka asapkanlah tiga kali. (H.R. Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi)

Menurut Imam al-Nawawi, hadits ini telah diriwayat oleh Ahmad dalam Musnadnya, al-Hakim dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqi dengan isnad shahih. Al-Hakim mengatakan, hadits ini shahih atas syarat Muslim. Kemudian al-Nawawi mengatakan pengertian ijmar adalah tabakkhur (mengasapkan dengan kemenyan atau lainnya). al-Baihaqi mengatakan : Diriwayatkan dengan lafazh : "Asapkanlah kafan mayat" [4)
Pengqiyasan mengasap kemenyan di sisi mayat di rumah kematian kepada anjuran mengasap kemenyan kain kapan jenazah dengan ‘illat-nya sama-sama untuk mengalahkan bau tidak sedap atau bau busuk yang barangkali muncul sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Bayan di atas.
Anjuran mengasap kemenyan di sisi mayat di rumah kematian juga dapat dialasankan karena para malaikat menyukai aroma harum sebagaimana tidak menyukai bau busuk, sehingga diharapkan malaikat muncul membawa rahmat kepada mayat. Adapun para malaikat menyukai aroma harum dapat dipahami dari mafhum hadits berikut ini :
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ أَكْلِ الْبَصَلِ وَالْكُرَّاثِ، فَغَلَبَتْنَا الْحَاجَةُ، فَأَكَلْنَا مِنْهَا، فَقَالَ: مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى، مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
Artinya : Dari Jabir mengatakan Rasulullah SAW melarang makan bawang putih dan bawang merah, namun kami dikalahkan oleh keinginan kami, maka kamipun memakannya, maka Rasulullah bersabda : “Barangsiapa memakan sayuran berbau busuk ini, maka jangan mendekati masjid kami. Sesungguhnya para malaikat terganggu dengan hal-hal yang dapat terganggu manusia. (H.R. Muslim).[5]



[1] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Cet. Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. V, Hal. 125
[2] Al-Nawawi al-Jawi, Nihayah al-Zain, Cet. Dar al-Kutub al-Islamiyah, Hal. 177
[3] Abu al-Husain al-Imrani al-Yamani, al-Bayan fi Mazhab al-Syafi’i, Cet. Dar al-Minhaj, Juz. III, Hal. 43
[4] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Cet. Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. V, Hal. 155
[5] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 394, No. Hadits : 563

Tidak ada komentar:

Posting Komentar