Renungan

Sabtu, 07 Januari 2017

Membakar dibalas dengan membakar (kajian hukum qishas oleh al-Mawardi dalam kitabnya, al-Hawi al-Kabir)

Imam Syafi’i mengatakan :
وإن طرحه في نار حتى يموت طرح في النار حتى يموت
Apabila seseorang dilempar dalam api yang menyebabkan mati, maka yang melempar itu juga dilempar dalam api sehingga mati.

Ucapan Imam Syafi’i di atas bermakna bahwa hukuman qishas bagi pelaku pembakaran adalah pembakaran juga. Apabila perbuatan pembakarannya itu berujung kepada kematian, maka sipelakunya juga di bakar sampai kepada kematiannya. Al-Mawardi, selanjutnya menjelaskan pendapat Imam Syafi’i di atas berbeda dengan pendapat Abu Hanifah. Adapun Abu Hanifah mengatakan :
إذا قتله بمثقل الحديد أو بالنار لم يجز أن يستوفي القصاص منه إلا بمحدد الحديد دون مثقله ، ودون النار
Apabila seseorang membunuh dengan menggunakan besi tumpul atau dengan api, maka tidak boleh dilaksanakan qishas kecuali dengan besi tajam, tidak boleh dengan besi tumpul dan dengan api.
Argumentasi yang digunakan untuk mendukung pendapat Abu Hanifah ini antara lain :
1.    Hadits dari Abu Hurairah berbunyi :
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا قود إلا بالسيف
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda :“Tidak ada qishas kecuali dengan pedang”.
2.    Hadits dari Ali bin Abi Thalib berbunyi :
أن النبي صلى الله عليه وسلم  قال لا قود إلا بحديدة 
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda :“Tidak ada qishas kecuali dengan benda tajam”.
3.    Riwayat dari Ibnu Abbas, berbunyi :
فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لا يعذب بالنار إلا رب النار 
Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tidak mengazab seseorang dengan api kecuali oleh yang punya api (Allah)”

4.    Pelaksanaan hukum bunuh tidak boleh dilakukan dengan bukan pedang, seperti hukumam atas orang murtad dan hukuman atas pembunuh dengan menggunakan pedang.
5.    Menghilangkan nyawa yang dibolehkan syara’ tidak boleh dilakukan kecuali dengan benda tajam seperti dalam penyembelihan hewan, sedangkan nyawa manusia lebih tinggi penghormatannya dibandingkan nyawa hewan.
Dalil pendapat Imam Syafi’i
Al-Mawardi dalam membantah pendapat Abu Hanifah di atas, berargumentasi dengan dalil-dalil berikut ini :
1.    Q.S. al-Baqarah : 194 berbunyi :
فمن اعتدى عليكم فاعتدوا عليه بمثل ما اعتدى عليكم
Artinya : Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah dia seimbang dengan dengan serangannya terhadapmu. (Q.S. al-Baqarah : 194)

2.    Q.S. al-Syuuraa : 40, berbunyi :
وجزاء سيئة سيئة مثلها 
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Q.S. al-Syuuraa : 40)

3.    Hadits al-Baraa’ bin ‘Aziib dari Rasulullah SAW, beliau bersabda :
من حرق حرقناه ومن غرق غرقناه 
Barang siapa yang membakar, maka kita membakarnya dan barangsiapa yang menenggelamkan, maka kita menenggelamkannya.

4.    Hadits riwayat Anas bin Malik berbunyi :
 أن رجلا من اليهود شدخ رأس جارية من الأنصار فقتلها ، وأخذ حليها ، فأمر به رسول الله  صلى الله عليه وسلم  فشدخ رأسه بين حجرين حتى قتل .
Sesungguhnya seorang Yahudi memecah kepala seorang hamba sahaya dari kaum Anshar sehingga mati dan mengambil perhiasannya. Lalu Rasulullah SAW memerintah memecah kepala Yahudi tersebut di antara dua batu sampai mati.

5.    Setiap alat yang semisal dengannya dapat membunuh, maka pelaksanaan qishasnya itu dilakukan dengan yang semisal dengannya. Misalnya pedang.
6.    Qishas merupakan balasan yang sebanding dan itu dii’tibar pada qishas nyawa. Karena itu, sebanding dalam penggunaan alatnya lebih patut dii’tibar.
7.    Membunuh itu kadang merupakan hak Allah dan kadang merupakan hak manusia. Hak Allah ada dua macam, yakni dengan menggunakan besi tajam dan dengan menggunakan benda tumpul pada rajam zina muhshan. Dengan demikian, ini juga berlaku pada hak manusia, yakni dengan benda berat (tumpul) dan dengan benda yang tidak berat.
8.    Adapun hadits : “Tidak ada qishas kecuali dengan pedang/benda tajam”, dipertempatkan hadits tersebut dalam kasus apabila pembunuhan yang dilakukan dengan pedang atau dengan benda tajam.
9.    Sedangkan hadits : ““Tidak mengazab seseorang dengan api kecuali oleh yang punya api (Allah)”, wurud hadits ini bukan dalam kasus qishas. Karena qishas adalah pembalasan yang sebanding yang merupakan memenuhi hak seseorang, bukan penyiksaan. Jawaban ini juga menjadi jawaban atas qiyas pengikut mazhab Hanafi kepada kasus hukumam atas orang murtad
10.    Adapun qiyas kepada penyembelihan tertolak, karena dua hal, yaitu pertama ; qiyasnya fasid, karena penzina muhshan dirajam dengan bukan benda tajam, kedua ; makna sebanding tidak dii’tibar dalam penyembelihan. Dan lagi pula bagian yang disembelih pada hewan sudah tertentu (leher), karena itu alatnya juga boleh tertentu. Alhasil, karena pada qishas dii’tibar sebanding dengan perbuatan pelaku kejahatan, maka dii’tibar juga sebandingnya itu pada alatnya.

(Sumber : al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. XII, Hal. 139-140)

Takhrij Hadits
1.    أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا قود إلا بالسيف
            Hadits ini diriwayat oleh Ibnu Majah dan al-Thabrani. Ibnu Mulaqqin mengatakan, hadits ini diriwayat dari beberapa jalur, namun semuanya dha’if.[1]
2.    أن النبي صلى الله عليه وسلم  قال لا قود إلا بحديدة 
            Hadits ini diriwayat oleh al-Baihaqi. Dalam sanadnya ada Jabir al-Ja’fi. Al-Baihaqi mengatakan, Jabir ini dicela dan dalam kitab al-Ma’rifah, beliau mengatakan, Jabir al-Ja’fi ini dhaif tidak dapat dijadikan hujjah.[2]
3.    لا يعذب بالنار إلا رب النار 
Hadits ini riwayat al-Bazar, beliau mengatakan, dalam sanadnya ada Sa’id al-Barad dan aku tidak mengenalnya. Adapun rijal yang lain terpercaya.[3]
4.    من حرق حرقناه ومن غرق غرقناه 
Hadits ini telah diriwayat oleh al-Baihaqi dalam Sunannya dan kitab Khilafiyaat. Dalam kitab al-Ma’rifah, al-Baihaqi mengatakan, isnad ini, sebagiannya orang yang tidak dikenal. Ibnu al-Jauzi dalam Tahqiqnya mengatakan ucapan ini tidak shahih dari Rasulullah SAW, ini hanya perkataan Ziyad dalam khutbahnya.[4]
5.     أن رجلا من اليهود شدخ رأس جارية من الأنصار فقتلها ، وأخذ حليها ، فأمر به رسول الله  صلى الله عليه وسلم  فشدخ رأسه بين حجرين حتى قتل .

Riwayat ini terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dengan redaksi berbeda.[5]


[1] Ibnu Mulaqqin, al-Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. VIII, Hal. 390
[2] Ibnu Mulaqqin, al-Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. VIII, Hal. 390
[3] Al-Haitsami, Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 251
[4] Ibnu Mulaqqin, al-Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. VIII, Hal. 389
[5] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. IX,  Hal. 5, No. 6877

Tidak ada komentar:

Posting Komentar