Renungan

Minggu, 28 Mei 2017

Hukum shalat Tarawih sebelum qadha shalat fardhu

Masalah ini kembali kepada masalah meninggalkan shalat, apakah wajib diqadha secara segera atau tidak. Rincian hukum orang yang meninggalkan shalat adalah sebagai berikut :
  1. apabila ditinggalkan karena adanya ‘uzur maka tidak wajib diqadha dengan segera, tetapi hanya sunat hukumnya. Karena itu, dibolehkan baginya mengerjakan hal-hal lain yang tidak wajib.
  2.  apabila dtinggalkan tanpa uzur maka wajib segera diqadha, dan haram menggunakan waktu untuk hal-hal yang lain selain mengqadha shalat fadhu tersebut termasuk juga untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan sunat kecuali untuk keperluan-keperluan yang tidak boleh ditinggalkan seperti makan, minum dan lain-lain.
Berikut nash ulama fiqh mengenai hukum qadha shalat fardhu, yakni sebagai berikut :
1.    Al-Khathib al-Syarbaini mengatakan :
مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ أَوْ نِسْيَانٍ لَمْ يَلْزَمُهُ قَضَاؤُهَا فَوْرًا. لَكِنْ يُسَنُّ لَهُ الْمُبَادَرَةُ بِهَا أَوْ بِلَا عُذْرٍ لَزِمَهُ قَضَاؤُهَا فَوْرًا لِتَقْصِيرِهِ
Barangsiapa yang meninggalkan shalat tanpa ‘uzur seperti tertidur atau lupa, maka tidak wajib qadhanya dengan segera, akan tetapi sunnat menyegerakannya atau meninggalkan nya tanpa ‘uzur, maka wajib qadhanya dengan segera karena ada kelalaian.[1]

2.    Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Tuhfatul Muhtaj mengatakan :
ويجب تقديم ما فات بغير عذر على ما فات بعذر وإن فقد الترتيب؛ لأنه سنة، والبدار واجب ومن ثم وجب تقديمه على الحاضرة إن اتسع وقتها، بل لا يجوز كما هو ظاهر لمن عليه فائتة بغير عذر أن يصرف زمنا لغير قضائها كالتطوع إلا ما يضطر إليه لنحو نوم، أو مؤنة من تلزمه مؤنته، أو لفعل واجب آخر مضيق يخشى فوته
Wajib mendahulukan kewajiban yang luput tanpa ‘uzur atas yang luput dengan sebab ‘uzur, meskipun hilang tertib karena tertib itu hanya sunnat, sedangkan menyegerakan qadha hukumnya wajib. Karena itu, wajib mendahulu qadhanya atas shalat hadhir jika waktunya masih lapang. Bahkan tidak boleh sebagaimana dhahirnya atas orang yang ada kewajibannya yang luput tanpa ‘uzur menggunakan waktu selain mengqadhanya, seperti ibadah sunnat kecuali perbuatan yang tidak boleh tidak seperti tidur, mencari belanja untuk orang-orang yang wajib belanja atasnya atau perbuatan wajib lainnya yang sempit waktu yang dikuatirkan luputnya.[2]

Selanjutnya al-Syarwani dalam mengomentari perkataan pengarang Tuhfah di atas, mengatakan :
(قوله: كالتطوع) أي: يأثم به مع الصحة خلافا للزركشي
Perkataan pengarang seperti ibadah sunnat, maksudnya berdosa melakukannya, akan tetapi sah. Ini khilaf dengan pendapat al-Zarkasyi.[3]

3. Al-Khathib al-Syarbaini dalam Hasyiah Bujairumi ‘ala Khatib mengatakan :
ومن غير العذر أن تفوته الصلاة في مرضه فيجب عليه قضاؤها فورا بأن يشتغل جميع الزمن بقضائها ما عدا ما يضطر إليه من أكل وشرب ومؤن ممونه، بل يحرم فعل التطوع ما دامت في ذمته فتجب المبادرة ولو على حاضرة إن اتسع وقتها، بل لا يجوز كما هو ظاهر لمن عليه فوائت بغير عذر أن يصرف زمنا لغير قضائها كالتطوع إلا ما يضطر إليه لنحو نوم أو مئونة أو لفعل واجب مضيق يخشى فوته اهـ تحفة
Termasuk tidak ‘uzur luput shalat pada waktu sakitnya. Karena itu, wajib atasnya qadha shalatnya dengan segera, yakni dengan menggunakan semua waktu untuk mengqadhanya  selain yang tidak boleh tidak seperti makan, minum dan belanja orang wajib belanja atasnya. Bahkan haram melakukan ibadah sunnat selama shalat wajib dalam tanggungjawabnya. Karena itu, wajib menyegerakannya, meskipun atas shalat wajib yang hadhir jika waktunya lapang. Bahkan tidak boleh sebagaimana dhahirnya atas orang yang ada kewajibannya yang luput tanpa ‘uzur menggunakan waktu selain mengqadhanya, seperti ibadah sunnat kecuali perbuatan yang tidak boleh tidak seperti tidur, mencari belanja atau perbuatan wajib lainnya yang sempit waktu yang dikuatirkan luputnya. Demikian Tuhfah.[4]

Berdasarkan rincian tersebut di atas, dapat di ketahui hukum melaksanakan shalat sunnat seperti shalat Tarawih bagi orang yang belum habis mengqadha shalat fardhunya. Bila shalat fardhu tersebut di tinggalkan tanpa ‘uzur, maka wajib terhadapnya mempergunakan segenap waktu untuk mengqadha shalat tersebut, tidak boleh mengerjakan hal-hal lain walaupun perbuatan tersebut sunat termasuk juga shalat Tarawih. Namun demikian shalat sunnat yang ia kerjakan tersebut tetap sah, meskipun haram melakukannya.






[1] Al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, Darul Marifah, Beirut, Juz. I, Hal.489
[2] Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, (dicetak pada hamisy Hasyiah al-Syarwani  ‘ala Tuhafah), Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. I, Hal. 440
[3] Al-Syarwani,  Hasyiah al-Syarwani  ‘ala Tuhafah, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. I, Hal. 440
[4] Al-Bujairumi, Hasyiah al-Bujairumi ‘ala al-Khatib, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirrut, Juz. II, Hal. 42

1 komentar:

  1. Terimakasih penjelasan soal <a href="http://nettik.net/kesalahan-kesalahan-dalam-sholat-jamak/>sholat jamak dan qadha</a>nya

    BalasHapus