Sebagaimana
dimaklumi tidak disyariatkan azan dan iqamah untuk salat janazah. Namun terjadi
khilaf ulama Syafi’iyah dalam hal mengatakan Asshalata jami’ah untuk
shalat janazah sebagai pengganti iqamah. Dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab
disebutkan :
وَلَا يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ فِي صَلَاةِ الْجِنَازَةِ عَلَى أَصَحِّ
الْوَجْهَيْنِ وَبِهِ قَطَعَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْبَنْدَنِيجِيّ
وَالْمَحَامِلِيُّ وَصَاحِبُ الْعُدَّةِ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ وَقَطَعَ
الْغَزَالِيُّ بِأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ فِيهَا وَالْمَذْهَبُ الْأَوَّلُ وَهُوَ
الْمَنْصُوصُ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي أَوَّلِ كِتَابِ
الْأَذَانِ مِنْ الْأُمِّ لَا أَذَانَ وَلَا إقَامَةَ لِغَيْرِ الْمَكْتُوبَةِ
فَأَمَّا الْأَعْيَادُ وَالْكُسُوفُ وَقِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ فَأُحِبُّ أَنْ
يُقَالَ فِيهِ الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ قَالَ وَالصَّلَاةُ عَلَى الْجِنَازَةِ
وَكُلُّ نَافِلَةٍ غَيْرِ الْعِيدِ وَالْخُسُوفِ فَلَا أَذَانَ فِيهَا وَلَا
قَوْلَ الصَّلَاةَ جَامِعَةً هَذَا نَصُّهُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
Tidak disunatkan mengatakan Asshalatal jami’ah berdasarkan pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat
ashhab. Pendapat ini merupakan pendapat yang telah diqatha’ oleh Syekh Abu
Hamid, al-Bandanijiy, al-Mahaamili, pengarang al-‘Uddah, al-Baghwi dan lainnya.
Namun al-Ghazali mengqatha’ bahwa itu disunnatkan pada shalat janazah. adapun
yang menjadi mazhab adalah pendapat pertama. Pendapat pertama ini adalah sesuai
dengan nash Imam Syafi’i (al-Manshus). Imam Syafi’i rhm berkata pada awal kitab
azan kitab al-Um : “Tidak ada azan dan tidak ada juga iqamah untuk selain
shalat maktubah. Adapun shalat hari raya, gerhana dan qiyam Ramadhan, maka aku
lebih menyukai dikatakan, Asshalata jami’ah.” Selanjutnya beliau mengatakan, shalat
janazah dan setiap shalat sunnat yang bukan shalat hari raya dan gerhana tidak
ada azan padanya dan tidak ada juga perkataan Asshalatal jami’ah. Ini nash Imam
Syafi’i. Wallahua’lam.[1]
Dalil sunnah mengatakan “Asshalata jami’ah” pada shalat gerhana adalah hadits berbunyi :
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ
الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَبَعَثَ مُنَادِيًا: الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ
Dari Aisyah sesungguhnya matahari pernah gerhana pada
masa Rasulullah SAW, maka beliau memerintah penyeru mengatakan,“Asshalata jami’ah” (H.R. Muslim).[2]
Diqiyaskan kepada shalat gerhana
semua shalat yang disunnatkan berjamaah padanya seperti shalat hari raya,
istisqa’ dan shalat tarawih.[3]
Selain ucapan asshalata jami’ah juga
dapat dikatakan, hallimu ilasshalah, asshalata rahimakumullah atau hayya ‘alasshalah,
sebagaimana dijelaskan Imam al-Ramli mengatakan dalam Nihayah al-Muhtaj :
وَكَالصَّلَاةِ جَامِعَةً
هَلُمُّوا إلَى الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَاةُ رَحِمَكُمْ اللَّهُ أَوْ حَيَّ عَلَى
الصَّلَاةِ كَمَا فِي الْعُبَابِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ،
Sama seperti Asshalatal jami’ah, Hallimu ilasshalah, asshalata rahimakumullah
atau hayya ‘alasshalah sebagaimana dalam kitab al-‘Ubab. Ini khilaf dengan
pendapat sebagian ulama. [4]
Adapun shalat janazah sebagaimana penjelasan Imam al-Nawawi diatas
dan penjelasan Imam al-Ramli sesudah ini, maka menurut pendapat mu’tamad dalam
mazhab Syafi’i tidak disunnahkan mengatakan, Asshalata jami’ah. Hal ini
berdasarkan alasan para pengunjung memang sudah hadir untuk shalat janazah,
sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ramli di bawah ini :
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ فِي
الْعِيدِ وَنَحْوِهِ النَّافِلَةُ الَّتِي لَا تُسَنُّ الْجَمَاعَةُ فِيهَا
وَاَلَّتِي تُسَنُّ فِيهَا إذَا صُلِّيَتْ فُرَادَى وَالْمَنْذُورَةُ وَصَلَاةُ
الْجِنَازَةِ لِأَنَّ الْمُشَيِّعِينَ لَهَا حَاضِرُونَ فَلَا حَاجَةَ
لِإِعْلَامِهِمْ
Dengan perkataan
pengarang, shalat hari raya dan sejenisnya dikeluarkan shalat-shalat sunnat
yang tidak disunnatkan berjama’ah dan juga shalat yang disunnatkan berjama’ah
apabila dilakukan secara sendiri-sendiri, shalat nazar dan shalat janazah, karena
para pengunjungnya sudah hadir. Karena itu tidak butuh untuk memberitahukannya
lagi.
[5]
Namun demikian, ‘Ali
Syibran al-Malasi berpendapat apabila pengunjungnya banyak dan mereka tidak
mengetahui kapan imam beranjak maju kedepan janazah untuk shalat,, maka
mengucapkan Asshalata jami’ah ini disunnatkan. Dalam mengomentari
penjelasan al-Ramli di atas, beliau mengatakan :
(قَوْلُهُ: فَلَا حَاجَةَ
لِإِعْلَامِهِمْ) يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْمُشَيَّعِينَ لَوْ كَثُرُوا وَلَمْ
يَعْلَمُوا وَقْتَ تَقَدُّمِ الْإِمَامِ لِلصَّلَاةِ سُنَّ ذَلِكَ لَهُمْ وَلَا
بُعْدَ فِيهِ
Perkataan pengarang (tidak butuh untuk memberitahukan
mereka), dipahami dari itu sesungguhnya seandainya pengunjung banyak dan mereka
tidak mengetahui waktu imam beranjak
maju untuk shalat, maka disunnatkannya bagi mereka dan itu tidak jauh. [6]
Dalam Hasyiah Tuhfah al-Muhtaj, Al-Syarwani mengatakan :
يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ أَحَدٌ،
أَوْ زَادَ بِالنِّدَاءِ سُنَّ النِّدَاءُ حِينَئِذٍ لِمَصْلَحَةِ الْمَيِّتِ اهـ
كُرْدِيٌّ عَنْ الْإِيعَابِ عِبَارَةُ ع ش يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْمُشَيِّعِينَ
لَوْ كَثُرُوا وَلَمْ يَعْلَمُوا وَقْتَ تَقَدُّمِ الْإِمَامِ لِلصَّلَاةِ سُنَّ
ذَلِكَ لَهُمْ وَلَا بُعْدَ فِيهِ اهـ وَعِبَارَةُ شَيْخِنَا بِخِلَافِ صَلَاةِ
الْجِنَازَةِ فَلَا يُنَادَى لَهَا إلَّا إنْ اُحْتِيجَ إلَيْهِ
Dipahami dari itu, seandainya tidak ada bersamanya
seorangpun atau dapat menambah orang dengan sebab seruan, maka disunnatkan
menyeru ketika itu karena kemaslahatan mayat, demikian Kurdi dari al-I’ab. Ibarat
‘Ali Syibran al-Malasi, dipahami dari itu
sesungguhnya seandainya pengunjung banyak dan mereka tidak mengetahui waktu imam beranjak maju untuk shalat, maka
disunnatkannya bagi mereka dan itu tidak jauh. Ibarat Syaikhuna, berbeda dengan
shalat janazah, maka tidak diseru untuknya kecuali butuh seruan.[7]
Kesimpulan
1.
Shalat
yang disunnatkan berjamaah padanya seperti shalat gerhana, shalat hari raya,
istisqa’ dan shalat tarawih sunnat dikatakan padanya Asshalatal jami’ah.
2.
Sebagai
ganti Asshalata jami’ah juga dapat dikatakan, hallimu ilasshalah,
asshalata rahimakumullah atau hayya ‘alasshalah.
3.
Menurut
pendapat mu’tamad dalam mazab Syafi’i, pada shalat janazah tidak disunnatkan
mengatakan, Asshalata jami’ah
kecuali ada kemaslahatan yang kembali kepada janazah seperti bisa bertambah
jama’ah atau pengunjung tidak tahu kapan imam beranjak maju ke depan janazah
untuk shalat.
[1] Al-Nawawi, Majmu’
Syarah al-Muhazzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. III, Hal. 83
[2] Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, Juz .II, Hal. 620, No.901
[3]
Al-Ramli,
Nihayah al-Muhtaj, Dicetak bersama Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala
Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 403.
[4]
Al-Ramli,
Nihayah al-Muhtaj, Dicetak bersama Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala
Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 403-404
[5] Al-Ramli,
Nihayah al-Muhtaj, Dicetak bersama Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala
Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 404
[6]
‘Ali Syibran al-Malasi, Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala
Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, Beirut , Juz. I, Hal. 404
[7] Al-Syarwani, Hasyiah
al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, Mathba’ah Mushthafa Muhammad, Mesir,
Juz. I, Hal. 462
Tidak ada komentar:
Posting Komentar