Renungan

Senin, 26 Juni 2017

Asshalata jami’ah untuk shalat janazah

Sebagaimana dimaklumi tidak disyariatkan azan dan iqamah untuk salat janazah. Namun terjadi khilaf ulama Syafi’iyah dalam hal mengatakan Asshalata jami’ah untuk shalat janazah sebagai pengganti iqamah. Dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab disebutkan :
وَلَا يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ فِي صَلَاةِ الْجِنَازَةِ عَلَى أَصَحِّ الْوَجْهَيْنِ وَبِهِ قَطَعَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْبَنْدَنِيجِيّ وَالْمَحَامِلِيُّ وَصَاحِبُ الْعُدَّةِ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ وَقَطَعَ الْغَزَالِيُّ بِأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ فِيهَا وَالْمَذْهَبُ الْأَوَّلُ وَهُوَ الْمَنْصُوصُ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي أَوَّلِ كِتَابِ الْأَذَانِ مِنْ الْأُمِّ لَا أَذَانَ وَلَا إقَامَةَ لِغَيْرِ الْمَكْتُوبَةِ فَأَمَّا الْأَعْيَادُ وَالْكُسُوفُ وَقِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ فَأُحِبُّ أَنْ يُقَالَ فِيهِ الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ قَالَ وَالصَّلَاةُ عَلَى الْجِنَازَةِ وَكُلُّ نَافِلَةٍ غَيْرِ الْعِيدِ وَالْخُسُوفِ فَلَا أَذَانَ فِيهَا وَلَا قَوْلَ الصَّلَاةَ جَامِعَةً هَذَا نَصُّهُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
Tidak disunatkan mengatakan Asshalatal jami’ah berdasarkan pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat ashhab. Pendapat ini merupakan pendapat yang telah diqatha’ oleh Syekh Abu Hamid, al-Bandanijiy, al-Mahaamili, pengarang al-‘Uddah, al-Baghwi dan lainnya. Namun al-Ghazali mengqatha’ bahwa itu disunnatkan pada shalat janazah. adapun yang menjadi mazhab adalah pendapat pertama. Pendapat pertama ini adalah sesuai dengan nash Imam Syafi’i (al-Manshus). Imam Syafi’i rhm berkata pada awal kitab azan kitab al-Um : “Tidak ada azan dan tidak ada juga iqamah untuk selain shalat maktubah. Adapun shalat hari raya, gerhana dan qiyam Ramadhan, maka aku lebih menyukai dikatakan, Asshalata jami’ah.” Selanjutnya beliau mengatakan, shalat janazah dan setiap shalat sunnat yang bukan shalat hari raya dan gerhana tidak ada azan padanya dan tidak ada juga perkataan Asshalatal jami’ah. Ini nash Imam Syafi’i. Wallahua’lam.[1]

Dalil sunnah mengatakan “Asshalata jami’ah” pada shalat gerhana adalah hadits berbunyi :
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبَعَثَ مُنَادِيًا: الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ
Dari Aisyah sesungguhnya matahari pernah gerhana pada masa Rasulullah SAW, maka beliau memerintah penyeru mengatakan,“Asshalata jami’ah” (H.R. Muslim).[2]

Diqiyaskan kepada shalat gerhana semua shalat yang disunnatkan berjamaah padanya seperti shalat hari raya, istisqa’ dan shalat tarawih.[3]
Selain ucapan asshalata jami’ah juga dapat dikatakan, hallimu ilasshalah, asshalata rahimakumullah atau hayya ‘alasshalah, sebagaimana dijelaskan Imam al-Ramli mengatakan dalam Nihayah al-Muhtaj :
وَكَالصَّلَاةِ جَامِعَةً هَلُمُّوا إلَى الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَاةُ رَحِمَكُمْ اللَّهُ أَوْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ كَمَا فِي الْعُبَابِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ،
Sama seperti Asshalatal jami’ah, Hallimu ilasshalah, asshalata rahimakumullah atau hayya ‘alasshalah sebagaimana dalam kitab al-‘Ubab. Ini khilaf dengan pendapat sebagian ulama. [4]

Adapun shalat janazah sebagaimana penjelasan Imam al-Nawawi diatas dan penjelasan Imam al-Ramli sesudah ini, maka menurut pendapat mu’tamad dalam mazhab Syafi’i tidak disunnahkan mengatakan, Asshalata jami’ah. Hal ini berdasarkan alasan para pengunjung memang sudah hadir untuk shalat janazah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ramli di bawah ini :
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ فِي الْعِيدِ وَنَحْوِهِ النَّافِلَةُ الَّتِي لَا تُسَنُّ الْجَمَاعَةُ فِيهَا وَاَلَّتِي تُسَنُّ فِيهَا إذَا صُلِّيَتْ فُرَادَى وَالْمَنْذُورَةُ وَصَلَاةُ الْجِنَازَةِ لِأَنَّ الْمُشَيِّعِينَ لَهَا حَاضِرُونَ فَلَا حَاجَةَ لِإِعْلَامِهِمْ
Dengan perkataan pengarang, shalat hari raya dan sejenisnya dikeluarkan shalat-shalat sunnat yang tidak disunnatkan berjama’ah dan juga shalat yang disunnatkan berjama’ah apabila dilakukan secara sendiri-sendiri, shalat nazar dan shalat janazah, karena para pengunjungnya sudah hadir. Karena itu tidak butuh untuk memberitahukannya lagi. [5]

Namun demikian, ‘Ali Syibran al-Malasi berpendapat apabila pengunjungnya banyak dan mereka tidak mengetahui kapan imam beranjak maju kedepan janazah untuk shalat,, maka mengucapkan Asshalata jami’ah ini disunnatkan. Dalam mengomentari penjelasan al-Ramli di atas, beliau mengatakan :

(قَوْلُهُ: فَلَا حَاجَةَ لِإِعْلَامِهِمْ) يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْمُشَيَّعِينَ لَوْ كَثُرُوا وَلَمْ يَعْلَمُوا وَقْتَ تَقَدُّمِ الْإِمَامِ لِلصَّلَاةِ سُنَّ ذَلِكَ لَهُمْ وَلَا بُعْدَ فِيهِ
Perkataan pengarang (tidak butuh untuk memberitahukan mereka), dipahami dari itu sesungguhnya seandainya pengunjung banyak dan mereka tidak mengetahui waktu  imam beranjak maju untuk shalat, maka disunnatkannya bagi mereka dan itu tidak jauh. [6]

Dalam Hasyiah Tuhfah al-Muhtaj, Al-Syarwani mengatakan :
يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ أَحَدٌ، أَوْ زَادَ بِالنِّدَاءِ سُنَّ النِّدَاءُ حِينَئِذٍ لِمَصْلَحَةِ الْمَيِّتِ اهـ كُرْدِيٌّ عَنْ الْإِيعَابِ عِبَارَةُ ع ش يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْمُشَيِّعِينَ لَوْ كَثُرُوا وَلَمْ يَعْلَمُوا وَقْتَ تَقَدُّمِ الْإِمَامِ لِلصَّلَاةِ سُنَّ ذَلِكَ لَهُمْ وَلَا بُعْدَ فِيهِ اهـ وَعِبَارَةُ شَيْخِنَا بِخِلَافِ صَلَاةِ الْجِنَازَةِ فَلَا يُنَادَى لَهَا إلَّا إنْ اُحْتِيجَ إلَيْهِ
Dipahami dari itu, seandainya tidak ada bersamanya seorangpun atau dapat menambah orang dengan sebab seruan, maka disunnatkan menyeru ketika itu karena kemaslahatan mayat, demikian Kurdi dari al-I’ab. Ibarat Ali Syibran al-Malasi, dipahami dari itu sesungguhnya seandainya pengunjung banyak dan mereka tidak mengetahui waktu  imam beranjak maju untuk shalat, maka disunnatkannya bagi mereka dan itu tidak jauh. Ibarat Syaikhuna, berbeda dengan shalat janazah, maka tidak diseru untuknya kecuali butuh seruan.[7]

Kesimpulan
1.      Shalat yang disunnatkan berjamaah padanya seperti shalat gerhana, shalat hari raya, istisqa’ dan shalat tarawih sunnat dikatakan padanya Asshalatal jami’ah.
2.      Sebagai ganti Asshalata jami’ah juga dapat dikatakan, hallimu ilasshalah, asshalata rahimakumullah atau hayya ‘alasshalah.
3.      Menurut pendapat mu’tamad dalam mazab Syafi’i, pada shalat janazah tidak disunnatkan mengatakan,  Asshalata jami’ah kecuali ada kemaslahatan yang kembali kepada janazah seperti bisa bertambah jama’ah atau pengunjung tidak tahu kapan imam beranjak maju ke depan janazah untuk shalat.





[1] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. III, Hal. 83
[2] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz .II, Hal. 620, No.901
[3] Al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Dicetak bersama Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,  Juz. I, Hal. 403.
[4] Al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Dicetak bersama Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,  Juz. I, Hal. 403-404
[5] Al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Dicetak bersama Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala Nihayah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,  Juz. I, Hal. 404
[6]  ‘Ali Syibran al-Malasi, Hasyiah ‘Ali Syibran al-Malasi ‘ala Nihayah al-Muhtaj,  Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut , Juz. I, Hal. 404
[7] Al-Syarwani, Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, Mathba’ah Mushthafa Muhammad, Mesir, Juz. I, Hal. 462

Tidak ada komentar:

Posting Komentar