(فإن أبدى المعترض) على الحصر الظني
(وصفا زائدا) على الأوصاف (لم يكلف ببيان صلاحيته للتعليل) لأن بطلان الحصر
بإبدائه كاف في الاعتراض فعلى المستدل دفعه بإبطال التعليل به. (ولا ينقطع المستدل)
بإبدائه (حتى يعجز عن إبطاله في الأصح) لأنه لم يدّع القطع في الحصر فغاية إبداء
الوصف منع المقدمة من الدليل والمستدل لا ينقطع بالمنع لكن يلزمه دفعه ليتم دليله
فيلزمه إبطال الوصف المبدى عن أن يكون علة، فإن عجز عن إبطاله انقطع، وقيل ينقطع
بإبدائه لأنه ادعى حصرا، وقد أظهر المعترض بطلانه. قلنا لا يظهر إلا بالعجز عن
دفعه وذكر الخلاف من زيادتي.
Maka seandainya yang mengkritisi atas pembatasan yang
dhanni memunculkan washaf tambahan(1) dari washaf yang ada, maka tidak
ditaklifkan atasnya untuk menjelaskan kepatutan washaf tambahan itu untuk
ta’lil. Karena batal pembatasan dengan sebab memunculkan washaf tambahan sudah
memadai dalam kritikannya. Berdasarkan ini, wajib atas orang yang beristidlal
menolak kritikan dengan membatalkan ta’lil dengan washaf tambahan. Orang yang
beristidlal tidak terpotong (2) dengan sebab memunculkan washaf tambahan
sehingga dia lemah dari membatalkannya menurut pendapat yang lebih shahih. Karena
memunculkan washaf tambahan tidak menyebabkan terpotong dalam pembatasan. Maka
tujuan memunculkan washaf tambahan menolak muqaddimah dalil,(3) sedangkan orang
yang beristidlal tidak terpotong dengan semata-mata penolakan itu, akan tetapi
wajib atasnya menolak penolakan tersebut supaya sempurna dalilnya. Karena itu,
wajib atasnya membatalkan washaf yang dimunculkannya itu sebagai ‘illat. Maka
apabila dia lemah membatalkannya, maka dia terpotong. Ada yang mengatakan,
terpotong dengan memunculkan washaf tambahan. Karena dia telah mendakwa pembatasan,
padahal yang mengkritisinya telah mendhahirkan batalnya. Kami mengatakan, tidak
dhahir kecuali dengan sebab lemah menolaknya. Penyebutan khilaf ini termasuk
tambahanku.
(فإن اتفقا) أي المتناظران (على
إبطال غير وصفين) من أوصاف لأصل واختلفا في أيهما العلة. (كفاه) أي المستدل
(الترديد بينهما) من غير احتياج إلى ضم غيرهما إليهما في الترديد لاتفاقهما على
إبطاله فيقول العلة إما هذا أو ذاك لا جائز أن تكون ذاك لكذا فتعين أن تكون هذا.
Maka seandainya
kedua orang yang berdiskusi sepakat dalam membatalkan selain dua washaf dari
semua washaf-washaf yang ada pada asal serta ikhtilaf keduanya dalam hal yang
mana dari kedua washaf tersebut yang menjadi ‘illat, maka oleh yang beristidlal
mencukupi saja keraguannya antara kedua washaf itu tanpa mencampuri selainnya
dalam keduanya itu dalam keraguan. Karena kedua orang yang berdiskusi sepakat
atas pembatalan selain dua washaf. Maka berkata, “’illatnya adakalanya ini dan
adakalanya itu. Tidak boleh ‘illatnya itu karena ini, maka tertentulah ‘illatnya
ini”.
Penjelasannya
(1). Misalnya menambah washaf melebihi dari washaf yang
dibatasi oleh orang yang beristidlal pada washaf khamar seperti washaf menutupi
akal, benda cair, memabukan dan memuaskan.[1]
(2) Tidak terpotong dalam beristidlal
(3). Yang menjadi muqaddimahnya : “Sesungguhnya sudah
aku batasi washaf yang patut, akan tetapi tidak didapati kecuali ini dan ini.”[2]
[1]
Al-Banany, Hasyiah
‘ala Syarah Jam’u al-Jawami’, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia,
Juz. II, Hal. 271
[2]
Abdurrahman al-Syarbaini, Taqrir
al-Syarbaini ‘ala Hasyiah ‘ala Syarah Jam’u al-Jawami’, (dicetak pada
hamisy Hasyiah ‘ala Syarah Jam’u al-Jawami’) Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
Indonesia, Juz. II, Hal. 271
Tidak ada komentar:
Posting Komentar