Renungan

Jumat, 03 November 2017

Ghayatul Wushul (Terjemahan dan Penjelasannya), Masalik ‘Illat, al-Munasabah, Hal. 122

(الخامس) من مسالك العلة (المناسبة) . وهي لغة الملايمة واصطلاحا ملاءمة الوصف المعين للحكم أو ما يعلم من تعريف المناسب الآتي، ويسمى هذا المسلك بالإحالة أيضا، كما ذكره الأصل سمي بها ذلك لأن بمناسبته الوصف يخال أي يظن أن الوصف علة ويسمى بالمصلحة وبالاستدلال وبرعاية المقاصد أيضا. (ويسمى استخراجها) أي العلة المناسبة (تخريج المناط) لأنه إبداء ما نيط به الحكم، فالمناط من النوط وهو التعليق أما تنقيح المناط وتحقيقه فسيأتيان. (وهو) أي تخريج المناط (تعيين العلة بإبداء) أي إظهار (مناسبة) بين العلة المعينة والحكم (مع الاقتران بينهما كالاسكار) في خبر مسلم كل مسكر حرام ، فهو لإزالته العقل المطلوب حفظه مناسب للحرمة، وقد اقترن بها وخرج بإبداء المناسبة ترتيب الحكم على الوصف الذي هو من أقسام الإيماء وغير ذلك كالطرد والشبه وبالاقتران إبداء المناسبة في المستبقي في السبر. (ويحقق) بالبناء للمفعول (استقلال الوصف) المناسب في العلية (بعدم غيره) من الأوصاف (بالسبر) لا بقول المستدل بحثت فلم أجد غيره، والأصل عدمه بخلافه في السبر لأنه لا طريق له ثم سواه، ولأن المقصود هنا إثبات استقلال وصف صالح للعلية وثم نفي ما لا يصلح لها.
Yang kelima dari masalik ‘illat adalah al-munaasabah, yakni menurut bahasa adalah kesesuaian, sedangkan menurut istilah kesesuaian washaf yang menentukan hukum atau kesesuaian sesuatu yang dimaklumi nantinya dari devinisi al-munasib. Dinamakan juga masalik ini dengan al-ikhaalah sebagaimana telah disebut oleh asal, dinamakan dengannya karena munasabah hukum bagi washaf dapat menghasilkan sangkaan, yakni dhan bahwa washaf itu adalah ‘illat. Dinamakan juga dengan mashlahah, istidlal dan bar’aayah al-maqashid.
Dan dinamakan upaya mengeluarkan ‘illat munaasabah dengan takhrij al-manaath. Karena mengeluarkan ‘illat adalah mendhahirkan sesuatu yang disangkutkan hukum kepadanya. Maka al-manaath berasal dari al-nauth yang bermakna menyangkutkan. Adapun tanqih al-manaath dan tahqiq al-manaath akan datang pembahasannya. Dia, yakni takhrij al-manaath adalah menentukan ‘illat dengan cara ibda’, yakni mendhahirkan munaasabah antara ‘illat yang menentukan dan hukum serta ada penyertaan antara keduanya. Contohnya memabukkan pada hadits Muslim : “Setiap yang memabukkan haram”. Maka memabukkan, karena menghilangkan akal yang dituntut memeliharanya munaasabah bagi haram dan ada menyertai memabukkan itu dengan haram. Dengan perkataan “ibda’ al-mnaasabah” keluar/tidak termasuk takhrij al-manaath penetapan hukum atas washaf yang termasuk pembagian ‘iimaa’ dan lainnya seperti al-thard dan al-syabbah.(1) Dengan perkataan “iqtiraan” keluar/tidak termasuk takhrij al-manaath mendhahirkan munaasabah pada sisa washaf pada masalah al-sabr. Dan dipastikan (perkataan yuhaqqiqu dibaca dengan mabni ‘ala maf’ul) tersendiri washaf yang munaasabat pada ‘iilat dengan sebab tidak ada selainnya dari washaf-washaf dengan jalan al-sabr, tidak dengan perkataan yang beristidlal : “Sudah aku bahas, akan tetapi tidak aku dapati selainnya, sedangkan asalnya tidak ada”. Ini berbeda pada al-sabr, karena pada al-sabr tidak jalan di sana selainnya dan karena maksud di sini menetapkan tersendiri washaf yang patut untuk ‘illat dan kemudian menafikan yang tidak patut baginya.
Penjelasan
(1). Al-thard dan al-syabbah dibahas nantinya, masing-masing dalam masalik ‘illat yang ke delapan dan ke enam.


1 komentar: