1.
Seandainya
wahdatul wujud diartikan tidak ada wujud kecuali wujud Allah yang wajib wujub
dan sedangkan selain Allah adalah ‘adam semata-mata (tidak ada wujud sama
sekali) dari semua sisi, ini jelas bertentangan akal sehat dan kenyataan pada
kasat mata. Allah Ta’ala sendiri berfirman melalui wahyu-Nya bahwa Dia telah
menciptakan selain-Nya dari tiada kepada ada. Karena itu tidak heran, kita
diajarkan dari kecil bahwa wujud ada dua, wujud qadim dan wujud baharu. Hanya orang
gila yang mencoba mengingkarinya dan ini kufur karena mengingkari sharih firman
Allah Taala yang menegaskan ada wujud selain-Nya.
2.
Seandainya
wahdatul wujud diartikan wujud Allah merupakan wujud kulliy (mutlaq) yang
universal dan abtraks (hanya wujud pada zihin/alam pikiran seseorang), yang
tidak wujud pada kharij (kenyataan), kemudian wujud ini hanya dhahir dan nyata pada
alam seperti pada manusia dan lainnya, lalu dikatakannya pada hakikatnya alam
ini adalah satu, yaitu Allah, maka ini juga kufur secara sharih. Karena mengingkari
wujud Allah pada kharij, karena Allah wujud, bukan hanya wujud dalam pikiran
semata.
3.
Seandainya
wahdatul wujud diartikan Allah Taala wujud pada kharij, bukan wujud pada alam pikiran
saja, akan tetapi wujud Allah tersebut dhahir pada alam nyata ini seperti pada manusia,
maka ini termasuk akidah mujassimah yang mengi’tikad Allah Ta’ala menempati
tempat (hulul) dan ittihad (penyatuan) yang
ijmak ulama mengingkarinya.
4.
Seandainya
wahdatul wujud diartikan, tatkala wujud baharu ini bukan merupakan wujud dengan
sendirinya (bukan wujud bizatihi), akan tetapi wujud dengan sebab diciptakan
dan kekalnya dengan sebab dikekalkan, maka pada tinjauan ini, dikatakan wujud baharu tidak berwujud, karena wujudnya
bersumber dari wujud yang wajib wujud dengan sendirinya (wujud bizatihi). Karena
itu, pada hakikatnya hanya Allahlah yang mempunyai wujud. penjelasan ini
shahih, akan tetapi menggunakan lafazh wahdatul wujud dengan makna ini dikuatirkan
tidak akan diikuti oleh kebanyakan awam kaum muslim. Karena maknanya khilaf dari
dhahir lafazh wahdatul wujud. Berdasarkan ini, setidaknya menjadi makruh
menggunakan lafazh wahdatul wujud, bahkan dapat menjadi haram menggunakannya
apabila diyakini atau ada dugaan kuat akan muncul pemahaman mengikuti makna dhahirnya.
Ini tentu bukan akhlaq seorang sufi yang tega menjerumuskan orang awam dalam
kekufuran
5.
Seandainya
wahdatul wujud diartikan dimana saat seorang sufi yang ‘arif tenggelam dalam dzuq
dan laut ma’rifah tidak ada penyaksian bagi dirinya kecuali zat wajibul wujud
yang azali dan sedangkan keadaan sufi tersebut pana’ dengan dirinya dan fana
dengan kefanaannya, maka ini bukan wahdatul wujud, akan tetapi wahdatul syuhud
(kesatuan dalam penyaksian).
Wassalam
Mf sebelumnya Tgk diluar topik diatas, numpang tanya Tgk, bagaimana hukumnya kotoran/tahi Laba-laba atau serangga sejenisnya, najis atau tidak,, saya baca di internet bahwa kalau hewan yg tidak mengalir darahnya maka bangkai beserta kotorannya tidak bernajis, sementara yg kami ketahui waktu pengajian dikampung kotoran laba2 hukumnya najis, akibatnya isteri sy hampir tiap hari mensucikan kotoran laba yg jatuh dilantai rumah, kebetulan dirumah yg kami sewa bnyak sarang laba2 yg sudah berusaha kami bersihkan namun tetap ada,, trims atas jawaban Tgk,,,
BalasHapusaskm,
BalasHapuspak kiai mohon pertanyaannya,
apakah konsep wahdatul wujud yg dilontarkan terhadap Ibnu Arobiy??