Hukum perempuan mengantar jenazah dan ziarah kubur dapat dirincikan sebagai berikut :
1. Perempuan tidak diharamkan keluar mengantar/mengiringi
jenazah, akan tetapi makruh. Pendapat jumhur ulama ini didukung oleh hadits
diriwayat dari Ummu ‘Athiyah,
beliau berkata :
نُهِينَا عَنِ
اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا
Dari Ummu ‘Athiyah beliau berkata, “Kami (para wanita) dilarang mengiringi jenazah. Namun larangannya
tidak terlalu keras bagi kami. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Imam al-Nawawi mengatakan :
وَأَمَّا النِّسَاءُ فَيُكْرَهُ لَهُنَّ
اتِّبَاعُهَا وَلَا يَحْرُمُ هَذَا هُوَ الصَّوَابُ وَهُوَ الَّذِي قَالَهُ
أَصْحَابُنَا
Adapun perempuan, maka
dimakruhkan bagi mereka untuk ikut mengantar jenazah (ke kuburan), dan tidak
haram. Pendapat ini yang benar, sebagaimana telah ditegaskan oleh ulama
Syafiiyah.(Majmu’ Syarah al-Muhazzab V/277)
Kemudian pada halaman yang sama, Imam al-Nawawi
menegaskan, bahwa pendapat ini merupakan mazhab Syafi’i dan mazhab jumhur
ulama. Ibnu Mundzir menceritakan ini juga pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Abu
Umaamah, Aisyah, Masruuq, al-Hasan, al-Nakh’i, al-Auza’i, Ahmad, Ishaq dan
al-Tsuri.
Syeikh Zakariya al-Anshari mengatakan :
وَقَدْ مَرَّ (مَكْرُوهٌ لِلنِّسَاءِ) إنْ لَمْ
يَتَضَمَّنْ حَرَامًا كَمَا صَرَّحَ بِهِ فِي الرَّوْضَةِ لِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ نُهِينَا عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَلَمْ يَعْزِمْ
عَلَيْنَا أَيْ نَهْيًا غَيْرَ مُحَتَّمٍ فَهُوَ نَهْيُ تَنْزِيهٍ، وَأَمَّا مَا
رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى التَّحْرِيمِ فَضَعِيفٌ
وَلَوْ صَحَّ حُمِلَ عَلَى مَا يَتَضَمَّنُ حَرَامًا
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa makruh bagi perempuan apabila
tidak mengandung unsur haram sebagaimana diterangkan dalam Kitab al-Raudhah,
karena hadits Shahihaini dari Ummu
‘Athiyah beliau berkata, “Kami (para wanita) dilarang
mengiringi jenazah. Namun larangannya tidak terlalu keras bagi kami”.
Maksudnya larangan bukan larangan haram. karena itu, larangan tersebut hanyalah
larangan makruh tanzih. Adapun yang diriwayat oleh Ibnu Majah dan lainnya yang
menunjukkan kepada haram, haditsnya dhaif. Seandainya shahih, maka
dipertempatkan pada kasus yang mengandung unsur haram.(Asnaa al-Mathalib I/312)
2. Demikian juga makruh ziarah kubur bagi
perempuan sebagaimana halnya mengiringi jenazah kecuali ziarah kubur Nabi
Muhammad SAW. Sebagian ulama mengecualikan juga ziarah nabi-nabi lain, para
ulama dan auliya Allah. Dalam Fathul Mu’in, Zainuddin al-Malibarri menegaskan :
)و) يندب (زيارة قبور
لرجل) لا لانثى، فتكره لها. نعم، يسن لها زيارة
قبر النبي قال بعضهم: وكذا سائر الانبياء والعلماء،
والاولياء
Dianjurkan ziarah kubur bagi laki-laki, tidak bagi perempuan. Maka makruh
baginya ziarah kubur. Namun demikian, dianjurkan bagi perempuan ziarah kubur
Nabi. Sebagian ulama mengatakan, demikian juga nabi-nabi lain, para ulama dan
aulia. (Hasyiah I’anah al-Thalibin ‘ala Fathul Mu’in : II/142)
Alasan kemakruhan ziarah kubur bagi perempuan sebagaimana
dijelaskan pengarang I’anah al-Thalibin karena perempuan berpotensi menangis
dan meratap dengan suara keras karena lembut hati mereka dan sering bersedih
serta sedikit sanggup menanggung musibah. Adapun dalil tidak diharamkan, karena
Nabi SAW pernah melihat seorang perempuan menangis di kuburan anak bayinya dan
beliau hanya bersabda :
اتقي الله
واصبري
Bertaqwalah
kepada Allah dan bersabar (Muttafaqun ‘alaih)
Seandainya ziarah kubur diharamkan, maka pasti
Nabi SAW melarangnya. (Hasyiah I’anah al-Thalibin ‘ala Fathul
Mu’in : II/142)
3. Hukum makruh pada point 1 dan 2 di atas dapat
saja berubah menjadi haram apabila dalam ziarah tersebut mengandung unsur-unsur
haram sebagaimana ditegaskan oleh Syeikh Zakariya
al-Anshari di atas. Seperti kalau wanita tidak dapat menjaga diri dari
fitnah dengan menutup aurat secara sempurna atau tidak dapat membatasi
bercampur (ikhtilazh) dengan lawan jenis serta tidak dapat menahan kesedihan
dari ratapan yang keterlaluan. Menurut pengarang kitab I’anah al-Thalibin dalam
kondisi dan situasi inilah dipertempatkan maksud hadits shahih berbunyi :
لعن الله زوارات القبور
Allah melaknat perempuan-perempuan
peziarah kubur (H.R. Turmidzi)
(Hasyiah I’anah al-Thalibin ‘ala Fathul Mu’in : II/142)
Wallahua’lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar