Renungan

Kamis, 22 Desember 2022

Hukum Waqaf Uang

 

Adapun dasar hukum waqaf sebagai berikut :

لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ

Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfaqkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infaqkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya. (Q.S. Ali Imran : 92)

 

Dan sabda Nabi SAW berbunyi :

إذَا مَاتَ الْمُسْلِمُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ

Apabila seorang muslim meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga perkara ; sadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang berdoa untuk orangtuanya. (H.R. Muslim)

 

Para ulama menafsirkan makna shadaqah jariah dalam hadits ini bermakna waqaf. (Tuhfah al-Muhtaj VI/235)

 

Dasar hukum lain yang menjadi landasan dari wakaf adalah perintah  Nabi SAW kepada Umar yang hendak melakukan waqaf kebun yang berlokasi di Khaibar, berbunyi :

احبس أصلها وسبل ثمرتها

Tahanlah pokoknya dan salurkanlah hasilnya. (H.R. An-Nisa’i,  Ibnu Majah dan Syafi’i)

 

Dalam riwayat lain berbunyi :

إن شئت حبست أصلها، وتصدقت بها، فتصدق بها عمر على أن لا تباع ولا توهب ولا تورث

Jika kamu mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sadaqahkannya (hasilnya). Maka Umar menyedaqahkan kebun tersebut dengan cara tidak membolehkan menjual, tidak menghibah dan juga tidak mewariskan….(H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya)

 

Dari dua riwayat ini, dipahami bahwa harta yang diwaqaf disyaratkan kekal materinya. Hanya manfaatnya saja yang diambil oleh penerima waqaf. Karena itu, harta yang diwaqaf tersebut tidak boleh diperjualbelikan, dihibah dan diwarisi. Berdasarkan ini, makanan tidak boleh diwaqafkan. Karena memanfaatkan makanan dapat menghilangkan materi makanan tersebut (tidak kekal materinya) dengan cara memakannya. Sesuai dengan penjelasan di atas, para ulama kita mendevinisikan waqaf sebagai berikut :

حَبْسُ مَالٍ يُمْكِنُ الِانْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِ فِي رَقَبَتِهِ عَلَى مَصْرِفٍ مُبَاحٍ

Menahan harta yang memungkinkan diambil manfaatnya dengan kekalnya materi harta tersebut, serta terputusnya hak milik dari pewakaf, untuk disalurkan pada hal yang mubah (Tuhfah al-Muhtaj VI/235)

 

Berdasarkan hadits-hadits dan devinisi waqaf di atas, maka dapat dipastikan bahwa waqaf uang tidak sah. Karena pemanfaatannya dengan cara menghilangkan penguasaan terhadap uang itu sendiri dengan cara membeli benda lain. Misalnya seseorang yang mewaqafkan uang untuk pembangunan masjid, maka tentunya dengan uang tersebut pengurus masjid membeli bahan-bahan bangunan untuk pembangunan masjid. Dengan demikian uang yang diwaqafkan hilang sebagai harta waqaf dengan sebab pemanfaatannya. Sedangkan berdasarkan hadits-hadits diatas, diperintahkan menahan harta waqaf dan diperintahkan mengambil manfaatnya  saja.

 

Solusi untuk menghindari waqaf uang

Salah satu cara untuk menghindari terjadi waqaf uang dapat dilakukan proses berikut ini :

1.  Memberikan uang kepada panitia masjid, dayah atau lainnya dengan akad wakalah (mewakilkan) untuk membeli tanah sesuai dengan yang diinginkan

2.  Setelah terjadi proses pembelian tanah oleh panitia atas nama wakil dari pemilik uang, maka langkah selanjutnya pemilik uang (sekarang sudah menjadi pemilik tanah) melakukan akad waqaf tanah kepada panitia dimaksud di atas.

3.  Dengan proses seperti ini, yang menjadi harta waqaf adalah tanah, bukan uang.

4.  Penyebutan tanah hanya sebagai contoh saja. Contoh lain bisa dalam bentuk bahan bangunan atau yang sejenisnya yang kekal materinya ketika dimanfaatkannya.

 

Wallahua’lam bisshawab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar