Renungan

Kamis, 23 Maret 2023

Waktu shalat dan puasa bagi orang kutub

 

Dalam Kitab Shahih Muslim diceritakan para Sahabat Nabi pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang lamanya Dajjal mendiami bumi, Rasulullah SAW menjawab :

‌أَرْبَعُونَ ‌يَوْمًا، ‌يَوْمٌ كَسَنَةٍ، وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ، وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ، وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ، أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ يَوْمٍ؟ قَالَ: لَا، اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ

Empat puluh hari, satu hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari seperti satu pekan dan hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian." Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana menurut Tuan tentang satu hari yang seperti satu tahun, cukupkah bagi kami shalat sehari? Rasulullah SAW  menjawab: "Tidak, tapi perkirakanlah ukurannya.” (H.R. Muslim)

 

Imam al-Nawawi dalam menjelaskan makna dari “perkirakanlah ukurannya mengatakan :

ومعنى أقدروا له قدره أَنَّهُ إِذَا مَضَى بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ قَدْرَ مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الظُّهْرِ كُلَّ يَوْمٍ فَصَلُّوا الظُّهْرَ ثُمَّ إِذَا مَضَى بَعْدَهُ قَدْرُ مَا يَكُونُ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعَصْرِ فَصَلُّوا الْعَصْرَ وَإِذَا مَضَى بَعْدَ هَذَا قَدْرُ مَا يَكُونُ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْمَغْرِبِ فَصَلُّوا الْمَغْرِبَ وَكَذَا الْعِشَاءَ وَالصُّبْحَ ثُمَّ الظُّهْرَ ثُمَّ الْعَصْرَ ثُمَّ الْمَغْرِبَ وَهَكَذَا حَتَّى يَنْقَضِي ذَلِكَ الْيَوْمُ وَقَدْ وَقَعَ فِيهِ صَلَوَاتُ سَنَةٍ فَرَائِضُ كُلُّهَا مُؤَدَّاةٌ فِي وَقْتِهَا وَأَمَّا الثَّانِي الَّذِي كَشَهْرٍ وَالثَّالِثُ الَّذِي كَجُمُعَةٍ فَقِيَاسُ الْيَوْمُ الْأَوَّلُ أَنْ يُقَدَّرَ لَهُمَا كَالْيَوْمِ الْأَوَّلِ عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ

Pengertian dari “perkirakanlah ukurannya” adalah setelah terbit fajar apabila seseorang sudah melewati ukuran antara terbit fajar dan dhuhur pada hari biasanya, maka shalatlah dhuhur. Setelah dhuhur, apabila sudah melewati ukuran antara dhuhur dan ashar, maka shalatlah ashar. Setelah ashar, apabila sudah melewati ukuran antara ashar dan magrib, maka shalatlah magrib. Demikian juga seterusnya isya, subuh dan dhuhur kembali, sehingga pada hari tersebut tertunai semua shalat dan semua shalat sunnah fardhu yang dilakukan pada hari itu merupakan shalat tunai dalam waktunya. Adapun hari kedua yang seperti sebulan dan hari ketiga yang seperti sepekan, maka sesuai dengan qiyas hari pertama, diperkirakan untuknya sama seperti perkiraan hari pertama sesuai dengan apa yang sudah kami jelaskan sebelumnya. (Syarah Muslim : XVIII/66)

Dalam hadits di atas dan sesuai dengan penafsiran Imam al-Nawawi, pada saat turun Dajjal kelak, ada hari yang lamanya seperti setahun, kemudian hari kedua seperti seperti sebulan dan hari ketiga seperti sepekan. Di sini muncul pertanyaan bagaimana cara menentukan waktu shalat pada saat itu. Nabi SAW menjelaskan, diperkirakan saja menurut ukuran lama waktu shalat pada hari yang normal. Seandainya pada hari normal antara terbit matahari dan dhuhur terdapat waktu senggang tujuh jam, maka waktu dhuhur di hari tidak normal adalah sesudah tujuh jam terhitung mulai terbit matahari, meskipun pada kenyataannya pada hari tersebut belum tergelincir matahari karena keadaan hari sangat panjang siangnya (tidak normal). Demikian juga waktu shalat lainnya diperkirakan sesuai dengan jarak antara waktu shalatnya dan waktu shalat sebelumnya pada hari normal.

Pada daerah kutub dimana siang dan malamnya tidak berlaku sebagaimana halnya daerah normal, maka waktu shalat dan puasanya dapat diperkirakan sesuai dengan perkiraan hari-hari pada saat turun Dajjal kelak sebagaimana dijelaskan di atas dengan memperkirakan ukuran waktunya dengan cara membandingkan kepada daerah terdekat dengan memperhatikan ukuran lama siang dan malamnya. Ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan di bawah ini:

وَسُئِلَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ عَنْ بِلَادِ بُلْغَارَ كَيْفَ يُصَلُّونَ فَإِنَّهُ ذُكِرَ أَنَّ الشَّمْسَ لَا تَغْرُبُ عِنْدَهُمْ إلَّا بِمِقْدَارِ مَا بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ ثُمَّ تَطْلُعُ فَقَالَ: يُعْتَبَرُ صَوْمُهُمْ وَصَلَاتُهُمْ بِأَقْرَبِ الْبِلَادِ إلَيْهِمْ، وَالْأَحْسَنُ، وَبِهِ قَالَ بَعْضُ الشُّيُوخِ إنَّهُمْ يُقَدِّرُونَ ذَلِكَ وَيَعْتَبِرُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ، كَمَا قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي يَوْمِ الدَّجَّالِ الَّذِي كَسَنَةٍ وَكَشَهْرٍ: اُقْدُرُوا لَهُ حِينَ سَأَلَهُ الصَّحَابِيُّ عَنْ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ فِيهِ

Abu Haamid pernah ditanyakan bagaimana melakukan shalat pada  negeri Bulgaria, dimana di negeri tersebut disebut-sebut mataharinya tidak terbenam kecuali kadar ukuran antara magrib dan isya, kemudian matahari pun terbit. Beliau menjawab, perkirakan waktu puasa dan shalat mereka sesuai dengan negeri terdekat kepada negeri mereka. Namun sebaiknya (ini juga merupakan pendapat yang dikemukakan oleh sebagian para syeikh) dihitung waktu untuk mereka dengan i’tibar siang dan malam sebagaimana sabda Nabi SAW tentang hari Dajjal yang seperti satu tahun dan satu bulan : “perkirakanlah untuk mereka” pada saat para sahabat menanyakan perihal bagaimana cara puasa dan shalat pada hari tersebut.(Hasyiah al-Bujairumi ‘ala al-Khatib : I/394)

 

Disamping pendapat di atas, ada juga ulama yang memperkirakan waktu shalat shalat untuk negeri kutub ini sesuai dengan waktu shalat Makah al-Mukarramah sebagaimana dikemukankan Dr Wahbah al-Zuhaili berikut ini :

وفي المناطق القطبية ونحوها يقدرون الأوقات بحسب أقرب البلاد إليهم، أوبميقات مكة المكرمة

Waktu shalat untuk daerah kutub dan yang sama dengannya diukur waktunya menurut waktu negeri yang terdekat atau sesuai dengan waktu Makah al-Mukarramah.(Fiqh al-Islami : I/664)

 

Kesimpulan

Waktu shalat dan puasa untuk daerah kutub dan sekitarnya dimana waktunya tidak normal, waktunya diperkirakan sesuai dengan waktu shalat dan puasa daerah terdekat dengan mempertimbangkan ukuran siang dan malamnya. Namun demikian, ada pendapat sebagaimana dikemukakan oleh Dr Wahbah al-Zuhailiy, waktunya disesuaikan dengan waktu shalat negeri Makkah.

 

Wallahua’lam bisshawab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar