Renungan

Kamis, 23 Maret 2023

Hukum menerobos antrian

 

Antri dalam istilah sederhana adalah berdiri berderet-deret ke belakang menunggu untuk mendapat giliran. Antrian merupakan salah satu bentuk aktivitas menunggu yang kerap kali kita jumpai dalam rutinitas kehidupan. Ketika kita mengadakan sebuah transaksi di bank, kita mendapati antrean yang panjang. Ketika kita hendak makan malam di ruang makan asrama, ketika masyarakat di perkampungan hendak mengambil beras raskin, ketika ingin membayar di kasir supermarket, ketika ingin membeli tiket di loket, kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah haji, dan yang lainnya, antri selalu menjadi pilihan tunggal. Inilah fenomena masa kini yang terpampang di hadapan kita. Termasuk yang harus mengikuti antrian di saat kita berada di lampu merah di jalan-jalan raya.

Menerobos antrian, termasuk di dalamnya pada saat berada pada lampu merah di jalan raya merupakan perilaku maksiat yang dilarang dalam agama yang semestinya harus dihindari. Larangan ini dapat kita perhatikan hadits-hadits berikut ini :

1.  Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ سَبَقَ إِلَى مَا لَمْ يَسْبِقْ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ

Barangsiapa lebih dahulu sampai kepada suatu daripada orang muslim lainnya, maka dia yang lebih berhak atas sesuatu tersebut (H.R. Abu Daud)

 

Sesuai dengan hadits ini, maka orang yang menerebos antrian adalah orang yang merampas hak orang lain. Ibnu Hajar al-Asqalaniy mengatakan :

فَالنَّاسُ فِي الْمُبَاحِ كُلُّهُمْ سَوَاءٌ فَمَنْ سَبَقَ إِلَى شَيْءٍ اسْتَحَقَّهُ وَمَنِ اسْتَحَقَّ شَيْئًا فَأَخَذَ مِنْهُ بِغَيْرِ حَقٍّ فَهُوَ غَصْبٌ وَالْغَصْبُ حَرَامٌ

Semua manusia dalam hal sesuatu yang mubah (hak bersama) adalah sama. Karena itu, barangsiapa yang lebih dahulu sampai kepada sesuatu, maka dia yang berhak atasnya dan orang yang berhak atas sesuatu apabila diambil oleh orang lain tanpa hak, maka orang lain tersebut adalah merampas dan merampas itu hukumnya haram.(Fathulbarri : XI/63)

 

2.  Anas bin Malik menceritakan :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِلَبَنٍ قَدْ شِيبَ بِمَاءٍ، وَعَنْ يَمِينِهِ أَعْرَابِيٌّ، وَعَنْ يَسَارِهِ أَبُو بَكْرٍ، فَشَرِبَ ثُمَّ أَعْطَى الْأَعْرَابِيَّ، وَقَالَ الْأَيْمَنَ فَالْأَيْمَنَ

Sesungguhnya Rasulullah SAW dibawa susu yang sudah dicampuri air untuknya, sedangkan dikanan beliau ada seorang Badui dan dikiri beliau ada Abu Bakar. Lalu beliau meminumnya, kemudian sisanya beliau memberikannya kepada orang Badui tersebut. Kemudian beliau bersabda : “Hendaknya dimulai dari sebelah kanan dahulu dan kanan seterusnya” (H.R. Muslim)

 

Disamping ada perintah memberikan sesuatu kepada yang berada di sebelah kanan dahulu, hadits ini juga memberi petunjuk kepada kita seharusnya dalam menerima sesuatu berlaku hak sesuai dengan antrian. Dalam hadits ini Rasulullah SAW memberi petunjuk supaya yang didahulukan adalah orang Badui yang berada di sebelah kanan beliau, kemudian orang lain yang juga berada di sebelah kanan setelah orang Badui. Sementara Abu Bakar, seorang sahabat utama beliau yang juga berada dekat kiri beliau harus menunggu selesai antrian sebelah kanan beliau. Ini menunjukan sabar dalam antrian merupakan perilaku terpuji dalam agama kita dan menerobosnya merupakan perilaku tidak terpuji.

3.  Dalam kitab Mirqatussu’ud al-Tashdiq Syarah Sulam al-Taufiq karangan Syeikh Nawawi al-Bantaniy disebutkan, termasuk perilaku maksiat badan adalah :

(اخذ نوبته)اي الغير في المكان او الثوب او البئر او غير ذالك

mengambil giliran orang lain baik dalam hal tempat, pakaian, mengambil air di sumur, dan tindakan lainnya (Mirqatussu’ud al-Tashdiq Syarah Sulam al-Taufiq : 157)

 

Wallahua’lam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar