Renungan

Selasa, 08 Agustus 2023

Burhan al-Tamaanu’ dan al-Tawaaruud dalam pembuktian keesaan Tuhan

 

Salah satu pokok akidah ketuhanan adalah Tuhan memiliki sifat Esa (wahdaniyah). Tidak ada perantaraan antara sifat Esa dan terbilang (ta'adud). Sehingga ketika suatu zat diklasifikasikan  sebagai zat Esa, maka zat tersebut dipastikan mustahil bersifat terbilang. Ini adalah konsep rasional yang umum diketahui manusia. Diantara dalil rasional yang sering digunaka para ahli ilmu kalam dalam pembuktian keesaan Tuhan adalah burhan al-tamaanu’ dan burhan al-tawaarud.

1.  Burhan al-Tawaarud.

Burhan al-tawaarud adalah dalil rasional yang terdiri dari premis-premis (muqadddimah-muqaddimah) meyakinkan yang berujung kepada wujud dua muatsir (zat yang memberikan efek) yang menghasilkan satu atsar (efek) atau lemah salah satunya, yang kedua-duanya mustahil wujud.

2.  Burhan al-Tamaanu’

Burhan al-tamaanu’ adalah dalil rasional yang terdiri dari premis-premis (muqadddimah-muqaddimah) meyakinkan yang berujung kepada saling bertentangan yang mustahil wujud.

Penerapan burhan al-tamaanu’ dan burhan al-tawaarud dalam pembuktian keesaan Tuhan adalah sebagai berikut :

Seandainya ada dua Tuhan, maka akan ada dua kemungkinan : Pertama, keduanya sepakat menciptakan alam (sesuatu selain Tuhan). Kedua, kemungkinan tidak saling bersepakat menciptakan alam.

Pada kemungkinan pertama (saling bersepakat), akan ada beberapa kemungkinan.

Pertama, seandainya kedua Tuhan bersepakat untuk menciptakan bersama satu alam, dan hal ini jelas konsekwensinya mengakibatkan suatu yang mustahil, karena akan ditemukan adanya konsep dua muatsir (zat yang memberikan efek) yang menghasilkan satu atsar (efek) di mana hal ini mustahil terjadi.  Sedangkan sesuatu konsep yang mengakibatkan suatu yang mustahil, maka mustahil juga.

Kedua, seandainya yang terjadi, adanya alam semesta ini dengan sebab qudrah dari salah satu Tuhan,  maka ini melazimi tarjih tanpa murajjih (cenderung kepada salah satu tanpa ada sebab yang mengakibatkan kecenderungan itu), yaitu kecenderungan penetapan salah satu Tuhan  yang menciptakan alam, bukan Tuhan yang lain tanpa murajjih. Ini mustahil. Karena suatu yang bersifat imkan (mungkin ada dan mungkin tidak ada), posisinya sama tanpa tarjih apabila dinisbahkan kepada dua tuhan tersebut. Dan juga seandainya adanya alam semesta ini dengan sebab qudrah dari salah satu Tuhan, ini juga melazimi lemah tuhan yang lain. Seandainya salah satu Tuhan lemah, maka Tuhan yang satu lagi pasti juga lemah. Karena konsep dua Tuhan tentu harus mempunyai sifat yang sama, karena kedua Tuhan tersebut sejenis, yaitu jenis Tuhan. Karena itu seandainya salah satu lemah, maka yang lain juga lazim lemah.

Cara berhujjah di atas, dinamakan dengan Burhan al-Tawarud.

Pada kemungkinan kedua, ketika dua Tuhan berselisih dalam menciptakan sesuatu, maka akan menghasilkan kemungkinan berikut ini :

Pertama, adakalanya dua Tuhan memiliki kehendak masing masing yang berlawanan. Misalnya salah satu Tuhan menggerakkan si Zaid dan Tuhan yang lain mendiamkan si Zaid. Jika kita katakan, terlaksana iradah kedua Tuhan tersebut, maka hal ini mustahil terjadi. Karena tidak mungkin wujud pada akal bertemu dua perkara yang saling berlawanan (ijtima' naqidhain), yaitu antara menggerakkan dan mendiamkan. Demikian juga apabila salah satu Tuhan beriradah menciptakan alam, sedangkan Tuhan yang lain beriradah meniadakan alam, maka mustahil terwujud kedua iradah Tuhan tersebut. Karena mustahil bertemu dua perkara yang saling berlawanan.

Kedua, adakalanya dua Tuhan memiliki kehendak masing masing yang berlawanan. Kemudian salah satu iradah yang saling berlawanan itu terlaksana, sementara iradah yang lainnya tidak terlaksana. Kemungkinan seperti ini juga mustahil, karena akan menetapkan sifat ‘ajz (lemah) juga pada kedua Tuhan. Tuhan kedua dikatakan lemah karena tidak mampu melaksanakan kehendak-Nya sedangkan Tuhan pertama yang kehendak-Nya terlaksana tetap dikatakan lemah sebagai Tuhan, karena ia juga tersifati oleh sifat lemah ketuhanan jika dilihat dari sifat lemah Tuhan kedua. Karena keduanya tetap dalam satu jenis, yaitu Tuhan. Ahli ilmu kalam mengistilahkan konsep seperti ini dengan istilah Burhan al-Tamaanu'.

Pada dua kemungkinan di atas yang terjadi seandainya Tuhan itu terbilang (ta'adud). Setiap dari dua kemungkinan diatas, natijahya adalah ketiadaan alam. Sedangkan dengan mata telanjang, kita menyaksikan alam raya ini wujud alias ada. Karena itu, kemungkinan-kemungkinan di atas adalah sesuatu yang sangat mustahil. Dengan demikian natijahnya, Tuhan itu adalah Esa, tidak terbilang sebagaimana akidah dalam Islam yang digambarkan dalam banyak kandungan firman Allah dan sabda Rasul-Nya.

(Lihat Syarah Ummul Barahiin dan Hasyiahnya, Hasyiah al-Dusuqi : 163)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar