Renungan

Minggu, 17 September 2023

Media sosial, ladang pahala atau dosa?

 

Keberadaan media sosial saat ini memiliki daya untuk melipatgandakan pahala, nyaris tanpa biaya dan lebih mudah. Tinggal berbagi inspirasi kebaikan lewat facebook, group whatsapp, twitter, atau jejaring sosial lain. Semakin tersebar, semakin berganda pula pahala kita.  Hadirnya media sosial membuat kita menjadi mudah dalam menjalankan setiap aktivitas. Kita bisa saling berkomunikasi dengan jarak jauh, berbagi ilmu, nasehat kebaikan, diskusi, belajar, dan dampak positif lainnya.

Namun, di sisi lain media sosial juga dapat memberikan dampak negatif jika tidak bijak dalam penggunaannya. Sering dianalogikan bahwa media sosial ibarat pisau bermata dua. Jika kita bijak dalam menggunakannya, tentu akan memberikan banyak dampak positif kepada kita. Sebaliknya, jika kita memanfaatkan media sosial sebagai tindak kejahatan, tentu akan berdampak negatif bagi diri kita dan orang yang ada di sekitar kita. Media sosial membawa dampak negatif apabila dimanfaatkan untuk ghibah, menyebarkan informasi hoaks, ujaran kebencian, pemutarbalikan fakta, provokasi yang diharamkan Allah Ta’ala. Media sosial dapat juga menjadi alat penabur keburukan, mencela dan mengolok-olok, bahkan pada taraf tertentu membunuh karakter orang lain. Sayangnya, ada sebagian orang yang memilih menjadikan media sosial sebagai sarana dalam katagori yang kedua ini. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala yang mengikutinya tanpa sama sekali mengurangi pahala orang yang mengerjakannya dan barang siapa mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sama sekali dosa yang mengerjakannya. (H.R. Muslim).  

 

Ghibah dan menebar hoaks

Apabila kita mau memperhatikan postingan atau tulisan di media sosial, kita akan melihat ghibah dan menebar hoaks sudah menjadi fenomena yang lumrah dewasa ini. Apalagi sebagian orang seolah-olah merasa seperti sedang berjuang dalam perjuangan suci, meskipun pada hakikatnya dia sedang lebih dahulu melakukan dosa besar dengan perilakunya itu. Sehingga tidak heran sepertinya tiada hari tanpa ghibah dan menebar hoaks.

Ghibah atau menggunjing adalah tindakan menceritakan keburukan seseorang kepada orang lain, yang jika orang itu mendengarnya tidak merasa senang. Dalam ghibah keburukan yang diceritakan itu adalah kondisi yang benar. Jika cerita keburukan itu tidak benar, maka termasuk fitnah atau bohong. Yang terakhir ini tidak kurang buruk dan dosanya dari ghibah. Imam al-Ghazali menjelaskan pengertian ghibah sebagai berikut :

اعْلَمْ أَنَّ حَدَّ الْغِيبَةِ أَنْ تَذْكُرَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُهُ لَوْ بلغه سواء ذَكَرْتَهُ بِنَقْصٍ فِي بَدَنِهِ أَوْ نَسَبِهِ أَوْ فِي خُلُقِهِ أَوْ فِي فِعْلِهِ أَوْ فِي قَوْلِهِ أَوْ فِي دِينِهِ أَوْ فِي دُنْيَاهُ حَتَّى فِي ثَوْبِهِ وَدَارِهِ وَدَابَّتِهِ

Ketahuilah, sesungguhnya devinisi ghibah adalah membicarakan saudaramu dengan apa yang dibencinya bila sampai perkataanmu itu kepadanya, baik kamu menyebut kekurangan pada badan, nasab, kejadian, perbuatan, perkataan, agama dan dunianya sehingga perihal pakaian, rumah dan kenderaannya. (Ihya Ulumuddin : III/143)

 

Ibnu Hajar al-Asqalaniy menjelaskan pengertian ghibah sebagai berikut :

الْغَيْبَة هُوَ ذكر الرجل بِمَا يكره ذكره مِمَّا هُوَ فِيهِ

Ghibah adalah membicarakan seseorang dengan apa yang dibencinya, yaitu kekurangan  yang ada padanya. (Fathulbarri : I/164)

 

Point penting yang perlu dipahami, bahwa kandungan pembicaraan dalam ghibah ini adalah suatu yang benar dengan kenyataan. Karena jika tidak benar, maka termasuk dalam katagori menyebar berita bohong. Pengertian seperti sebagaimana ditegaskan Hadits Nabi SAW bersabda :

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قالوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أخَاكَ بِما يَكْرَهُ قِيلَ: أفَرَأيْتَ إنْ كَانَ في أخِي مَا أقُولُ؟ قَالَ: إنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فقد اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah?, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Rasulullah bersabda, “Membicarakan saudaramu dengan apa yang dibencinya”. Ada yang menimpali, “Apa pendapatmu, jika aku mengatakan sesuatu yang benar pada saudaraku”. Rasulullah menjawab, “Jika benar apa yang kamu katakan, maka kamu sudah melakukan ghibah dan jika tidak benar apa yang kamu katakan, maka kamu sudah melakukan kebohongan”. (H.R. Muslim)

 

Dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala mencela ghibah dengan firman-Nya :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. (Q. S. al-Hujurat : 12)

Selaras dengan larangan Allah SWT di atas, Rasulullah SAW juga melarang mengumbar aib orang lain sebagaimana haditsnya,

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا

Jauhilah oleh kalian perasangka, sebab perasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara. (H.R. Bukhari)

 

Adapun menebar hoaks atau berita yang belum dapat dipastikan kebenarannya merupakan sikap dan perilaku tercela dalam agama. Keterangan syara’ tentang ini dapat diperhatikan antara lain dalam firman Allah SWT yang menjelaskan berikut ini :

اِذۡ تَلَقَّوۡنَهُۥ بِأَلۡسِنَتِكُمۡ وَتَقُولُونَ بِأَفۡوَاهِكُم مَّا لَيۡسَ لَكُم بِهِۦ عِلۡمٞ وَتَحۡسَبُونَهُۥ هَيِّنٗا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٞ

(Ingatlah) ketika kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar. (QS. an-Nur: 15).

 

Dalam hadits Nabi SAW dijelaskan,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صنعت هَذَا فقَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata: Rasulullah SAW melewati dua buah kuburan. Lalu beliau bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah (menebar berita untuk menciptakan permusuhan).” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering” (Muttafaqun ‘alaihi)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar