Dalam pembagian warisan, Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
pembagiannya secara terinci dan komprehensif dan manusia wajib mengikuti aturan
tersebut. Tidak ada aturan yang lebih adil lagi daripada aturan Allah. Aturan
waris ini adalah aturan yang adil dan paling maslahat untuk manusia. Allah
Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ
لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ
لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan
Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat,
sesat yang nyata. (Q.S. al Ahzab : 36)
Al-Qur’an telah menetapkan bagian-bagian yang didapatkan ahli waris
dari harta kerabatnya secara rinci sesuai dengan porsi masing-masing. Kemudian
Allah berfirman:
تِلْكَ
حُدُوْدُ اللّٰهِۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ
تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيْمُ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ
يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ
مُّهِيْنٌࣖ
Itu adalah batas-batas (ketentuan) Allah. Siapa saja yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Mereka) kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang sangat besar. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya
serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke
dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya. Baginya azab yang menghinakan.
(Q.S. an-Nisa’:13-14)
Berdasarkan ayat ini dipahami bahwa:
1. Ayat ini menjelaskan kepada kita pada dasarnya ada kewajiban
membagi harta warisan sesuai dengan pembagian-pembagian yang telah dirincikan
dalam al-Qur’an. Karena itu merupakan hududullah (ketentuan Allah), melanggarnya
berarti maksiat kepada Allah Ta’ala.
2. Termasuk melanggarnya membagi rata warisan kepada ahli waris tanpa
merujuk lagi kepada ketetapan bagian warisan yang ditetapkan al-Qur’an dan
al-Sunnah. Nabi SAW bersabda:
من اقتطع شبراً من الأرض ظلماً طوقه الله إياه يوم القيامة من سبع
أرضين
Siapa saja yang merampas sejengkal tanah milik orang lain, Allah
akan mengalungkan kepadanya tujuh lapis tanah. (H.R. Muslim)
Rasulullah SAW bersabda berkaitan dengan hak waris :
أَلْحِقُوْاْ
الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا
Serahkanlah bagian kepada para pemiliknya. (H.R Bukhari dan
Muslim)
Dalam riwayat Muslim berbunyi:
اقسموا المال
بين أهل الفرائض على كتاب الله
Bagikanlah harta (waris) antara
ahli-ahli waris menurut kitab Allah (H.R. Muslim)
Membagi harta warisan sama rata berdasarkan kesepakatan ahli waris
Hal yang sangat penting untuk dipahami bahwa harta warisan
merupakan hak bagi setiap orang yang secara sah menjadi ahli waris dari orang
yang meninggal dunia. Pemahaman harta warisan merupakan hak dapat dipahami
banyak ayat kewarisan, antara lain:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
Bagi laki-laki
ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi
perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (Q.S.
An Nisaa’ : 7)
Karena ini menjadi hak, maka pemilik hak dengan keridhaannya dapat mengurangi
haknya dari yang seharusnya. Yang tidak boleh menuntut melebihi dari ukuran
yang menjadi haknya. Dengan demikian, membagi harta warisan sama rata
berdasarkan kesepakatan ahli waris dapat dibenarkan dengan syarat sebagai
berikut:
1.
Semua
ahli waris yang dapat mengurangi haknya karena
kosekwensi pembagian sama rata adalah orang yang baligh dan berakal. Karena
hanya yang baligh dan berakal mempunyai kapasitas sebagai pemberi izin
pengurangan hak
2.
Semua
ahli waris yang dapat mengurangi haknya karena kosekwensi pembagian sama rata merupakan
orang yang cakap dalam bermuamalah atau tidak dalam pengampuan (mahjur ‘alaihi).
Karena orang yang berada dalam pengampuan tidak dibenarkan melakukan kegiatan
apapun yang mengakibatkan pemindahan hak milik
3.
Pembagian
itu dilakukan dengan keridhaan dari semua ahli waris yang dapat mengurangi
haknya karena kosekwensi pembagian sama rata. Dalam kitab Bughyatul
Mustarsyidin dijelaskan:
وإن وقعت على
خلاف الشرع بغير تراض بل بقهر أو حكم حاكم فباطلة إفرازا أو تعديلا أو ردا لأنها
مقهور عليها فلا رضا والقهر الشرعي كالحسي وهذَا كما لو وقعت بتراض منهما مع
جهلهما أو أحدهما بالحق الذي له
Dan jika terjadi pembagian harta tidak sesuai
dengan syara’ tanpa keridhaan pihak-pihak, akan tetapi terjadi dengan paksaan
atau dengan keputusan hakim, maka hukumnya batal, baik pembagian itu dalam
bentuk ifraz, ta’dil atau radd. Karena hal tersebut terjadi karena dipaksakan.
Jadi tidak ada keridhaan. Pemaksaan pada syara’ sama hukumnya dengan pemaksaan
pada hissi. Pemaksaan pada syara’ ini sebagaimana jika terjadi pembagian dengan
saling ridha, tetapi keduanya atau salah satunya tidak mengetahui apa yang menjadi
haknya.(Bughyatul Mustarsyaidin: 281)
Terrkait
syarat nomor 3 di atas, konsekuensinya tidak boleh membagi waris sama rata
kecuali setelah semua pihak mengetahui berapa masing-masing bagiannya dan
mereka ridha jika jatahnya diambil yang lain. Contohnya, jika harta warisan
yang ditinggalkan sebanyak 100 juta, sedangkan ahli warisnya ada 4 orang anak,
terdiri dari 1 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Jika diterapkan hukum
waris yang sesuai syariat, maka anak laki-laki mendapat 40 juta, dan anak
perempuan masing-masing 20 juta. Adapun jika dibagi sama rata, maka semua anak
mendapatkan 25 juta. Maka anak laki-laki tersebut harus mengetahui bahwa jatah
warisnya 40 juta, lalu jika dibagi sama rata ia hanya dapat 25 juta, dan ada
selisih 15 juta. Harus dipastikan si anak laki-laki tersebut ridha untuk
merelakan 15 juta dari jatah warisnya diperuntukan kepada ahli waris lainnya agar
bisa sama rata.
4.
Tetap
meyakini bahwa aturan pembagian waris yang ditetapkan syariat adalah yang
terbaik dan paling sempurna. Karena mengimani firman Allah Ta’ala berbunyi:
اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَحْكَمِ
الْحٰكِمِيْنَ
Bukankan Allah Hakim yang paling adil? (Q.S. al-Tin: 8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar