WAZHIFAH ABUYA MUDA WALY, DARUSSALAM
Dibawah ini ana hadirkan wazifah yang mulia Abuya Muda Waly Alkhalidy, pendiri pesantren Darussalam Labuhan Haji Aceh SElatan, yang ditulis oleh murid beliau TGK.Syihabuddin Keumala yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan Abu Keumala (Kami kutip dari Mursyidimesra.blogspot.com)
WAZHIFAH ABUYA
HARI AHAD
Setelah fajar terbit,Abuya sudah berada didalam Mushallanya yang terletak dalam Baitul Taklif untuk mempersiapkan diri menghadapi Shalat Shubuh .Setelah masuk waktu beliau melaksanakan Shalat berjama`ah dengan murid –murid laki-laki dan perempuan yang memang sudah menunggu sebelumnya .
Seusai Shalat Shubuh dan Wirid yang biasanya dilakukan dan do`anya,jama`a h yang mengikuti Abuya meninggalkan mushalla menuju kepada kegiatannya masing-masing .Sedangkan Abuya masih tetap duduk di mushallanya menghadap kiblat.
- Wirid Abuya
Disinilah Abuya mulai berwirid khusus yang mengandung do`a dan munajat,tasbih,dan taqdis,tahmid,tahlil,dan takbir.selain itu dirangkai pula dengan bermacam –macam bentuk bacaan Shalawat kepada Baginda Rasulullah SAW.Dalam wirid ini juga, Abuya merangkaikan pula dengan berbagai Hizbul Auliya,antara lain Hizbun nashar,Hizbul bahar(Asy Syazili)Hizbun Nawawy,Hizbul Ustad al ustad Al Bayyuni,Al Jaljalud dan Hizbun lainnya .
Abuya mengucap zikir,doa ,dan munujat ini dengan suara sirriyah dan jahriyah yang memilukan hati bagi parang mukmin yang mendengarkanya.abuya mengucapkan semua zikir ini diikuti oleh seluruh anggota tubuhnya ikut bergerak seirama dengan suaranya dan sesuai dengan makna dan maksud munajat yang diucapkan,yang menyangkut dengan kasih sayang serta rahmat Allah dan yang menyangkut dengan amarah serta siksa Allah kepada orang kafir dan maksiat kepadaNYa .Menurut kebiasaan yang kami perhatikan,setiap harinya Abuya mengakhiri wiridnya dengan doa pada jam 10.00 siang .
- BUSTANUL MUHAQQIQIN
Setelah selesai berwirid Abuya mempersiapkan diri dengan sarapan pagi dan mengenakan pakaian sebagai guru besar untuk menuju ruangan Bustan(ruangan Abuya mengajar)yang diiringi oleh beberapa orang khadam.Sesampai Abuya di pintu ruangan,semua murid yang telah menungggu di ruangan berdiri pada tempatnya masing –masing sehingga Abuya duduk diatas kursinya.lalu satu demi satu murid menjabat tangan Abuya dan kembali ketempatnya .Perlu diketahui bahwa kitab – kitab pelajaran yang akan diajarkan sudah tersedia diatas meja Abuya,yang terdiri dari;
1. Kitab Tuhfatul muhtaj (Al Fiqh)
2. Kitab Jam`ul jawami`( ushul Fiqh)
3. Kitab Syuruh Talkhis(Al Ma`ani)
4. Kitab Asy Syamsiyah (Mantiq)
5. Kitab Hikam Ibn `Athaillah (At Tauhid Wat Tashwwuf)
Dengan penuh khidmat Abuya mulai mengajar dengan bertanya halaman kitab yang bakal Abuya ajarkan dan kalimat di mulai bacaanya .
(Ruangan Bustan berukuran ± 8×9 m,di dalam nya paling depan terletak sebuah meja besar(1,5x1 m)dan kursi pusing khusus untuk Abuya,dan didepan meja Abuya terletak beberapa meja kecil dan kursi yang tersedia untuk murid- murid.)
- Abuya mulai mengajar
Abuya mengajar dengan 2 metode;
1. Abuya membaca dan menjelaskan seperlunya,kemudian Abuya meminta kepada murid – muridnya untuk mempersoalkan (i`tiradh) atas masalah yang sedang dibicarakan.
2. Murid yang membacakan serta menjelaskan,kemudian diminta kepada murid–murid yang lain untuk mengi`tiradhkannya atas masalah yang sedang dibacakannya itu termasuk Abuya sendiri.
Akhir i`tiradh semua masalah tersebut,Abuya sendiri yang mengatakan cukup .Cara Abuya mengajar demikian,khusus pada kitab Tuhfatul Muhtaj,sedangkan kitab- kitab yang lain Abuya baca sendiri dan memberi penjelasan yang cukup.
Demikianlah majlis ta`lim yang dipimpin Abuya mulai jam 10.00 -1.00 siang.Bustan ditutup Abuya diantarkan kembali ke Baitul Ta`lif untuk melaksanakan Shalat Dhuhur berjama`ah.
- Abuya Istirahat
Seusai Shalat Dhuhur Abuya makan siang pada hidangan yang telah disediakan dii Baitul Ta`lif,Abuya kemudian berbaring dalam keadaan santai.pada saat istirahat inilah saya (Tgk.Syihabuddin keumala,lebih terkenal dengan Abu Keumala)dan Tgk Abdul Aziz Samalanga (pimpinan Dayah MUDI MESRA Samalanga )mengambil kesempatan untuk memohon keterangan dan penjelasan tentang masalah yang musykil kami rasakan,seraya kami menunjukkan kepada Abuya Kitab Al Mahalli,lalu Abuya memberikan penjelasan yang cukup dan memuaskan.pada saat kami melihat Abuya dalam keadaan ayung –ayungan kami memohon diri untuk menuju kebilik kami sendiri dan Abuya tidur.
Menjelang waktu Shalat Ashar Abuya bangun dari istirahatnya mengasuh diri untuk melaksanakan Shalat Ashar di Baitul Ta`lif.Usai Shalat Ashar serta wirid dan doanya ,Abuya keluar ke Raudhah Riyahin,sebuah kebun bunga yang terletak tidak jauh dari Baitut Ta`lif,sebelah selatan dari menara dan menara ini berdiri di sebelah selatan Abu Syik Salim (Ayah Abuya sendiri).
Raudhah yang dimaksud 3x4 m persegi yang ditanami sekelilingnya bunga –bunga laping ,para tamu yang ingin bertemu dengan Abuya dapat langsung menemui beliau di Raudhah ini (waktu bertamu siang hari).beberapa saat kemudian Abuya bangun untuk meninjau Darun yangditentukan seraya diringi oleh beberapa orang khadam,panglima dan tamu-tamu .Dalam peninjauan ini Abuya memberikan petunjuk kepada penghuni Darun yang beliau tinjau tentang ketertiban,kebersihan ,keamanan dan perbaikan lainnya .Akhirnya Abuya dan pengikutnya kembali ke Raudhah .seterusnya di Raudhah ini Abuya mengajar kitab kitab kecil kepada murid murid kelas satu atau kelas dua untuk mendapatkan barakah melalui Abuya,sambil menantikan waktu Shalat MAghrib beliau berdialog dengan para tamu tentang masalah – masalah agama.
SHALAT MAGHRIB(MALAM SENIN)
Seusai shalat maghrib berjamah beserta doanya, jamaah kembali ke tempatnya masing masing dan Abuya meneruskan wiridnya sebagaimana biasanya sampai waktu shalat isya,dan seterusnya selesai Shalat isya Abuya duduk di Baitut Ta`lif yang biasanya sudah ada jamaah tamu yang dekat maupun yang jauh untuk menanyakan masalah –masalah agama,terutama sekali mengenai amal Thariqah,yang demikian itu berakhir sampai jam 12.00 WIB malam .selanjutnya meninggalkan Baitut Ta`lif menuju ke rumah ummi yang telah ditentukan bahagiannya.Demikianlah Wazifah Abuya sampai kepada waktu Shalat Shubuh hari senin (Wazifah Abuya 1x24 jam ).
HARI SENIN
Wazifah Abuya dimulai dengan Shalat Shubuh berjamaah kemudian berwirid sampai jam 09,00.selanjutnya beliau mengasuh ,kemudian Abuya bersiap siap untuk menuju ruangan Bustanul Muhaqqiqin.Abuya mengajar sebagaimana biasa sampai dengan jam 01.00 siang .kemudian beliau kembali ke Baitut Ta`lif untuk melaksanakan Shalat Dhuhur berjamaah .pada saat inilah Abuya mengasuh dan istirahat sampai masuk waktu Shalat Ashar.setelah selesai upacara Shalat Ashar beliau meninjau Darun sebagaimana biasa bila dianggap perlu dan berakhir di arudhah ,disinilah abuya istirahat denag menjawab pertanyaan yang diajukan kepada beliau,dibarengi soal jawab tentang agama dan mengajar anak –anak yang sebelumnya telah menunggu Abuya .Keadaan demikian berlalu sampai menjelang shalat Maghrib.
SHALAT MAGHRIB(MALAM SELASA )
Selesai Shalat maghrib dan wirid- wiridnya, Abuya istirahat beberapa saat selanjutnya beliau memberi ijazah Thariqah Naqsyabandi kepada murid laki-laki baik yang tinggal di Darus Salam maupun yang datang dari luar Darus Salam ,hal ini berjalan sampai waktu Shalat isya.seusai Shalat isya Abuya langsung memberikan ceramah yang menyangkut soal Thariqah dan tawajjuh serta dikaitkan dengan amalan suluk.Ada juga yang memberikan cermah dari khalifah –khalifah yang telah abuya tentukan termasuk penulis sendiri (Abu Keumala).selama acara ini juga diadakan soal jawab yangmenyangkut dengan soal Thariqah dan lain lain ,yang demikian berlalu sekurang kurangnya sampai jam 12.00 malam,dan selanjutnya Abuya meninggalkan majlis menuju kerumah ummi yang telah ditetapkan untuk beristirahat sampai menjelang waktu Shalat Shubuh.
SHALAT SHUBUH(HARI SELASA )
Wafizah Abuya pada pagi hari selasa sampai menjelang waktu maghrib berjalan sebagaimana wazifah pada hari senin meskipun disana sini terdapat perbedaan yang tidak diperhitungkan .
SHALAT MAGHRIB(MALAM RABU)
Wazifah Abuya pada malam rabu juga tidak berbeda dengan wazifah dengan wazifah Abuya pada malam selasa kecuali pada pemberian ijazah Thariqah kepada murid-murid perempuan,baik yang tinggal di Darussalam maupun yang diluar.Selesai acara tersebut Abuya meninggalkan ruangan menuju kerumah ummi yang telah ditentukan untuk beristirahat.
SHALAT SHUBUH(HARI RABU )
Wafizah Abuya pada pagi hari rabu sejak pagi hari sampai menjelang shubuh hari kamis bersamaan dengan wazifah hari selasa kecuali pemberian ijazah yang dikhususkan pada malam selasa dan malam rabu.
SHALAT SHUBUH(HARI KAMIS)
Wazifah Abuya pada hari kamis sejak selesai shalat shubuh sampai selesai mengajar di Bustanul Muhaqqiqin dan Shalat Shubuh berjamaah sama gengan wazifah Abuya sebelumnya.Selesai Shalat Dhuhur Beliau istirahat dan bersiap-siap meninggalkan Darus Salam untuk menuju Kampung pauh ,Labuhan Haji,tempat letaknya rumah kediaman Ummi Pauh (ibunda Tgk.Imran Waly).Keberangkatan Abuya ini dari Darussalam menuju Kampung Pauh diantarkan oleh beberapa orang pengasuh dan panglima.Kiranya perlu diketahui jarak antara Darussalam dengan Kampung Pauh ±3km.Abuya tiba di Kampung Pauh menjelang Shalat `Ashar dan beliau Shalat `Ashar berjama`ah.
SHALAT `ASHAR(HARI KAMIS)
Seusai Shalat `Ashar biasanya Abuya memberi ceramah kepada murid-muridnya yang telah hadir menungguu Abuy sebelumnya.Ceramah dan petunjuk-petunjuk ini beliau sampaikan sampai menjelang Shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB(MALAM JUM`AT)
Setelah Shalat maghrib dan wirid seperlunya Abuy aistirahat sampai menjelang Shalat isya.Selanjutnya seusai Shalat isya Abuy memberikan penjelsan tentang ilmu Thariqah dan memberikan jawaban kepadmurid-murid yang bertanya.Wakatu soal –jawab ini berjalan penuh khidmat dan merasa kepuasan semua pihak,sehingga berakhir pada jam 11.00 atau lebih.Selanjutnya Abuya istirahat .
SHALAT SHUBUH(HARI JUM`AT)
Sebagaimana biasanya Abuya melaksanakan Shalat Shubuh dan wirid-wiridnya,berakhir sampai dengan jam 10.00 siang.Lalu Abuya mengasuh diri danbersiap siap untuk menghadiri upacara Shalat Jum`at di Masjid Kampung Pauh.Setibanay Abuya dan rombongan di masjid Kampung Pauh.Setibanya Abuya bersama rombongan di masjid dan muazzinmulai azan pertama.Setelah azan dan jamaah melaksanakan dua rakaat Shalat sunat qabliyah.
ABUYA BERKHUTBAH
Setelah Abuya naika mimbar dan memberi salam lalu beliau duduk ,kemudian azan kedua dimulai dan setelah azan kedua selesai Abuya bangun menyampaijan khutbahnya
Kaifiat khutbahnya ;Mula-mula Abuya menyampaikan serangkaian nasehat dan petunjuk agama pada masalah yang dihadapi oleh masyaradat muslimindengan bahasa Indonesia.Kemudian baru Abuya memulaimembaca khutbah yang pertama dalam bahasa arab penuh,tanpa campuran dengan bahasa Indonesia.Lalu Abuya duduk antara dua khutbah dan selanjutnya beliau bangun untuk membaca khutbah yang kedua hingga selesai .
SHALAT JUM`AT
Abuya mengumami shalat jum`at sebagaiman yang ma`ruf dilakukan oleh kaum Ahlus sunnah Wal Jama`ah .Selesai Shalat jum`at ,Abuya dan rombongan kembali ke rumah kediamannya di Kampung Pauh dan makan siang.Kami rasa perluu dicatat kaifiat Abuya makan.Setelah selesai hidanganmakanan dihidangkan,penulis melihat piring makanan yang disediakan dihadapan Abuya lebih besar dari pada piring makanan yang lain dan daitas mkanan itu telah dibubuhi lauk pauknya.Lalu para hadirin dipersilahkan untuk memulainya.penulis memperhatikan dengan sungguh-sungguh kaifiyat Abuy makan .Ia memulai dengan Basmalah lalu memegang makanan yang tersediai dihadapannya,sesuap Abuya memulai makan,berceritalah ia tentang keramat para Shahabat dan rahmat tuhan kepad para aulia –auliaNya sambil beliau menyuapkan makanan ke mulutnya dengan suapan kecil.Demikianlah santapan makanan berjalan,jam`ah mendengarkan cerita Abuya sambil menyuapkan makanan seperluanya.Sedang Abuya asyik bercerita dan tidak pernahmenghadap ke piring makanan yang ada dihadapannya,seakan akan kita melihat makanan yang ia makan itu bukan untuk kenyang akan tetapai sekedar hilang lapar saja.pada saat Abuya meliahat jama`ah sekelilingnya sudah merasa puas dengan makanan dihapannya lalu Abuya membasuh tanganny adan diikuti oleh para jama`ah sekaligus cerita Abuya di akhiri.Selanjutnya penulis memperhatikan makanan yang masih banyak tersisa dihadapan Abuya diangkat dan seterusnya panitia membagi-bagikan sebagia mengambil berkah dari makanan tersebut.Demikianlah penulis memperhatiak kaifiat makn Abuya,bukan saja pada tempat ini tetapai juga pada tempat yang laian juga demikian,bukan satu kali tetapi puluhan kali selama penulis mengikuti rombongan Abuya.Maka dapat dikatakan bahwa rohaniyah Abuya sudah cukup kenyang,oleh karena itu kenyang jasmaninya tidak diperhitungkan,sehingga dapat kita lihat Abuya tidak begitu serius menghadapi makanan.Setelah upacara makan bersama berakhir,abuya beristirahat dan para jama`ah bubar munuju ketempatnya masing – masing.
SHALAT `ASHAR(HARI JUM`AT)
Setelah Shalat `Ashar berjam`ah dilaksanakanserta wirid-wird dan doanya,Abuya duduk istirahat bersama jam`ah seraya memberikan ceramah ringan.Dalam kempatan ini pula Abuya meneriam tamu-tamunya yang berkunjung untuk menemuinya.acara ini sampai menjelang waktu shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB(MALAM SABTU)
Seusai Shalat maghrib dan doanya,Abuya istirahat sampai waktu shalat isya.Selanjutnya wazifah Abuya setelah shalat Isya sampai jam istirahat hampir bersamaan dengan wazifahnya pada malam jum`at.
SHALAT SHUBUH (HARI SABTU)
Seusai Shalat Shubuh berjama`ah bersamaan dengan wirid dan doanya ,jamaah meninggalkan mushalla. Abuya melanjutkan wiridnya sebagaimana biasanya sampai ± jam 10.00 siang.Disinilah Abuya istirahat dan mengasuh untuk mengisikan waktu selanjutnya,kemudian Abuya bersama pengikut menuju kesebuah Madrasah Tarbiyah yang terletak di kedai Labuahan Haji yang jauhnya ±1/2km,untuk memberi ceramah tauhid khusus dalam bidang naïf dan istbat ,yang mana sebelumnya telah berkumpul murid-murid yang dekat maupun yang jauh untuk mengikuti ceramah tersebut.Lalu Abuya memulai kuliahnya dengan membaca sebaris dua kitab yang menyangkut dengan masalah tauhid yang akan dibahaskan.Majlis ini dibebaskan soal jawab dan masing masing para hadirin juga dibenarkan mengeluarkan pendapatnya,sehingga sewaktu-waktu majlis ta`lim ini menjadi forum diskusi yang hangat.Majlis ini berlalu sampai jam 01.00 siang.Setelah majlis ini ditutup dengan doa,Abuya dan pengikutnya menuju ke Masjid Kampung pauh untuk melaksanakan Shalat Dhuhur berjamaah dan seusai Shalat Dhuhur beserta wiridnya abuya menuju kerumah kediamannya kembali untuk makan siang bersama.Selanjutnya Abuya bersiap siap untuk kembali ke Darussalam.Dan Abuya berangkat bersama pengikutnya menuju Darussalam,Abuya tiba diDarussalam menjelang ashar.
SHALAT `ASHAR(HARI SABTU)
Seuasai Shalat `ashar bersama dengan wirid-wiridnya, Abuya memasuki rumah ummi yang telah ditentukan untuk beristirahat sampai menjelang Shalat maghrib.Kemudian selanjutnya setelah shalat maghrib Abuya berwirid,biasanya sampai waktu shalat isya.
SHALAT ISYA
Setelah Shalat isya beserta wiridnya,disinilah Abuya menerima tamu-tamunya yang datang dari yang jauh maupun yang dekat,yang telah menunggu Abuya selama dua malam sebelumnya (selama Abuya di Kampung Pauh ).Acara ramah tamah ini diisikan dengan bermacam-macam persoalan agama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tamu yang hadir.Acara ini berlalau biasanya sampai jam 11.00 malam,dan Abuya beristirahat di rumah kediaman ummi yang telah ditentukan sampai menjelang waktu shubuh.
Demikianlah sebagian wazifah Abuya yang dapat saya (Tgk.Keumala)ikuti untuk waktu 7x24 jam,sedangkan wazifah yang lathifah lainnya tidakmungkin diliputi oleh sebuah pena yang amat kecil dan tintanya yang amat terbatas pula.Wazifah yang mulia sudah menjadi suatu tabiat yang melekat pada pribadi Abuya.Buktinya saya telah melihat sendiri keadaan yang demikian selama bertahun-tahun. Untuk kebenaran catatan wazifah Abuyaini, ratusan murid Darussalam dan ribuan manusia yang telah mengenal Abuya secara dekat,telah menyaksikannya sendiri secara musyahadah.Perlu diketahui bahwa wazifah Abuya ini kadangkala terjadi pergeseran pelaksanaannya justru mengingat waktu dan tempat,situasi dan kondisi.atas semua kekurangan liputan saya ini, Allah menyediakan ampunanNya kepada Tgk.Keumala.InnAllaha Ghafurur Rahim
Kejadian –kejadian yang dapat menunjuki kelebihan Abuya
1. Penyusunan struktur organisasi Darussalam
Pada satu waktu sekitar awal tahun 1953 Abuya memanggil tokoh –tokoh masyarakat yang mendukung Darussalam baik yang dekat ataupun yang jauh dan para guru guru yang ada di Darussalam beserta murid murid Bustan untuk menghadiri sebuah majlis yang diadakan di ruangan Bustanul muhaqqiqin.Setelah para hadirin lengkap hadir seluruhnya lalu Abuya membuka majlis dengan ummul Qur an, dan Abuya menamakan majlis ini dengan السلامة والنجاح سفينة ‘’ sehingga saya menamakan satu pengajian di Medan dan sekitarnya dengan nama Safinatus Salamah.Setelah Abuya menyampaikan maksud dan tujuan majlis ini dengan cara rinci,lalu Abuya menyerahkan kepada para hadirin untuk dapat menyusun struktur organissi Darussalam.Seterusnya Abuya meninggalkan majlis danmajlis mulai menyusun dan menetapkan struktur organisasi yang terdiri dari :
a. Pimpinan tertinggi Darussalam :Abuya Syekh H.Muhammad Waly Al-khalidy
b. Wakil pimpinan Darussalam :Tgk.Muhd.Yusuf.Alami
c. Sekretaris Darussalam :Tgk.Idrus Abd.Ghani
d. Ketua Dep.Keamanan :Tgk.Abdullah Tanoh mirah
e. Ketua Dep.P.U :Tgk.Basyah Lhong.
Pengamat Darussalam yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat ,antara lain :
1. Tgk.Nyak Diwan
2. T.Ramli Akasyah (Widana )
3. Tgk.Andan Bakongan
4. T.Usman (Camat)
Dan didukung pula oleh beberapa orang tokoh lainya.Sedangkan Depertemen lain dismpurnakan kemudian .Setelah struktur organisasi dibentuk dan ditetapkan lalu Abuya kembali masuk ke ruangan majlis untuk mengesahkan keputusan majlis tersebut.Usaha ini semua bertujuan untuk mengangkat keberadaan Darussalam ditengah tengah masyarakat kaum muslimin.
KUNJUNGAN GUBERNUR
Sekitar tahun 1954 Gubernur Sumatera utara (Medan )Mr.S.M.Amin,Residen Aceh Abd.Razak danpembesar –pembesar daerah dengan dideking oleh sebuah kompi Brimob mengunjungi Darussalam.Setibanya Gubernur dan rombongan di pintu gerbang Darussalam,kami dan rakyat sekitar telah siap menunggu kedatangan rombongan Gubernur dengan uoacara sambutan ala Darussalam.Seterusnya kami persilahkan Gubernur dan rombongan untuk mengambi tempat dikursi yang telah kami sediakan ,sedangkan diantara gubernur dan residen tersedia kursi yang masih kosong,kemudian saya (Tgk.Keumala) menjemput Abuya untuk menghadiri majlis.Setibanya Abuya dipintu ruangan,Saya berseru :’’Dengan hormat,para undangan mohon berdiri…..!Abuya masuk ruangan.Setelah Abuya menyalami Gubernur dan residen ,…..’’Para undangan mohon duduk kembali ‘’!.Seterusnya majlis dibuka oeh nya` Diwan.bapak gubernur dipersilahkan :!......
Inti sari pidato gubernur:
‘’Pemerintah sangat bersedih hati dan prihati atas meletusnya peristiwa DI/TII di Aceh ini,yang telah banyak menelan korban,baik harta benda dan nyawa maupun sarana dan prasarana lainnya.Olehkarena itu marilah kita bersama-sama bahu membahu berusaha untuk menciptakan keamanan dan kedamaian,sehingga kita dapat melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut dengan agama dan Negara.Seterusnya atas nama pemerintah, gubernur menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada Abuya yang telah memberikan sumbangsih yang sebesar-besarnya kepada terciptanya kembali keamanan di Aceh khususnya dan didaerah lainnya umumnya diIndonesia’’ ………………..Demikian Gubernur
Abuya dipersilahkan ‘’…….
Inti sari dari kata sambutan Abuya:
‘’Peristiwa Aceh yang dahsyat itu berasal dari salah penafsiran Nash Al-Qur an dan Hadis oleh para ulama –ulama yang telah mendukung peristiwa tersebut,oleh karenanya ,andaikata para ulama ulama itu dapat didatangkan atau datang ke Darussalam ini,InsyaAllah saya akan dapat memberikan penafsiran yang benar tentang hukum peristiwa yang sedang bergejolak.Demikian Abuya .seterusnya para hadirin beristirahat sambil minum the, lalu saya mendekati Gubernur memohon kepadanya atas nama Abuya dan murid Darussalam supaya didirikan sebuah kantor pos pembantu di Labuhan Haji ,demi kemudahan kami tentang urusan pos.Gubernur menjawab ‘’ya, saya terima dan saya laksanakan’’ .itulah kantor pos Labuhan haji .Akhirnya gubernur dan rombongan meningglakan Darussalam .
UNDANGAN PRESIDEN
Tidak lama setelah gubernur mengunjungi Darussalam ,Abuya diundang oleh presiden RI Sukarno ke Jakarta .kami rasa undangan ini sangat rapat hubungannya dengan isi kunjungan gubernur ke Darussalam.Rupanya undangan ini bukan saja kepada Abuya tetapi undangan yang sama juga ditujukan kepada tokoh –tokoh ulama yang didaerah masing masimg ada peristiwa yang sama.sekalipun tidak serupa .Diantara tokoh tokoh ulama Aceh yang diundang antaralain Abuya sendiri ,Abu Hasan Krueng kale dan beberapa oarng pengikutnya .Berangkatlah merek a melalui bandara Polonia ,Medan yang mana saya sendiri (tgk.Keumala )ikut mengantarkan mereka kebandara .Setibanya di Jakarta Abuya menemui puluhan tokoh tokoh ulama daerah yang diundang antara lain dari padang ,jawa barat ,Maluku dan lain lain .Setelah berkumpul ulama ulama di istana Negara ,lalu presiden menyatakan selamat datang dan menyampaikan maksud tujuan undangannya ,presiden berkata ‘’saya meminta kepada para ulama yang hadir untuk merumuskan nama dankeberadaan saya sebagai presiden RI.Lalu para ulama merumuskan dan sepakat atas usulan Abuya dengan nama ‘’ أولى الأمرضرورى بالشوكة ‘’.Setelah memutuskan nam ynag disepakati ,lalu Abuya sebagai ketua majlis melaporkan kepada presiden dan presiden menyucapkan terimakasih .Akhirnya para ulam meninggalkan istan menuju daerahnya masing-masing.Dan kepada Abuya khususnya ,Presiden menghadiahkan stu unit mesin listrik bertenaga tinggi,mesin itu dimuatkan melalui Medan melalui gubernur Sumatera Utara kedalam sebuah kapal laut.Abuya ,bupati Aceh selatan (Kamarusyid)dan saya sendiri ikut bersama-sama melalui laut menuju Aceh.Inilah satu-satunya mesin listrik didaerah Labuhan Haji.
PENGAKUAN ULAMA
Tgk.Muhammad Ali Cumat Keumala meriwayatkan sebagai berikut:
‘’Pada akhir tahun 1950 diadakan sebuah forum perdebatan besra di Mesjid Raya Kuta Raja (Banda Aceh )yang diadakan oleh panitia majlis ,ulama –ulama yang hadir dalam forum tersebut terdiri dari kaum ulama tua disatu pihak dan ulama muda dipihak yang lain.Sedangkan masalah ynag dperdebatkan terdiri dari 9 masalah termasuk bilangan rakaat Shalat Tharawih .Dipihak ulama kaum muda muncullah Tgk.Hasbiy Ash Shiddiqiy untuk mengemukakan satu demi satu masalah yang diperdebatkan,lalu ulama kaum tua dipersilahkan untuk menanggapinya .Demikian sterusnya perdebatan itu berlalu diantara mereka selama beberapa malam .Dalam pada itu,hujjah kaum tua mulai melemah sekalipun prinsipnya masih kuat .Akhirnya muncullah Abuya untuk menggapi keseluruhan masalah yang diperdebatkan dengan member dalil dan nash ynag cukup pada setiap permasalahannya,dan Abuya menerangkan asal usul perselisihan seraya beliau menunjuki orang-orang yang mendalangi timbulnya perselisihan.ألحمد لله
Kemudian Tgk.Hasbi Ash Shiddiqi memberikan komentarnya :
‘’Saya tidak berdepat dengan Tgk.H.Muh.Waly,akan tetapi saya ingin mengetahui apakah ia seorang yang alim dan bijaksana’’(Demikian riwayat Tgk.Muh.Ali Cumat)
Disamping itu perlu dicatat bahwa ulama yang hadir merasa kagum dan mengakui akan kealiman Abuya meskipun tidak diucapkan ,kecuali Abu Hasan Krueng Kalee yang mengucapkan langsung bahwa Tgk.H.Muda Wali sangat alim.(tambahan Tgk.Muh .Ali .Cumat)
KUNJUNGAN ULAMA INDIA
Salah seorang Ulama besar india berkebangsaan Pakistan mengunjungi Darussalam dekitar awal tahun 1953.Setibanya ulama ini di Darussalam,keesokan harinya ikut bersama kami ke ruangan Bustanul Muhaqqiqin untuk menurima pelajaran yang akan diberikan Abuya melalui kitab Tuhfatul muhtaj….Abuya masuk ruangan ..pelajaran dimulai dengan Abuya sendiri membaca kitab .kami memperhatikan surah kitab yang dikemukakan Abuya pada hari itu sangat tinggi,dengan cara mengkombinasikan hasil pendapat Ibnu Hajardalam surah Tuhfah dengan pendapat Muhammad Syarwany dalam hasyiah pertama Tuhfah dan duhubungkan pula dengan pendapat Ibnu Qasem pada Hasyiah Tuhfah yang kedua.Kemudian Abuya dapat mentaqrirkan dan mengeluarkan pendapatnya sehingga merupakan sebuah bentuk Hasyiah yang lain dan langsung Abuya menulis dengan tangannya pada lembaran kosong kitab Tuhfah yang ada dihadapannya .Dan tiap-tiap akhir pendapatnya Abuy amenulis إبن سالم إنتهى (Abuya sendiri).Saya memperhatikan dengan sungguh –sungguh sikap ulama ini yang duduk tidak jauh dari saya ,bahwa ia sangat merasa kagum atas pembahasan yang diuraikan Abuya pada setiap masalahyang dibacakan.Pada akhir majlis Bustan ulama tersebut sempatt memberikan kata pengakuaannya .dikatakan ‘’Saya telah mengelilingi Negara-negara Islam di Asia Tengah dan Asia Tenggara dari Pakistan ,Mesir,Makkah ,Madinah ,Yordania ,Malaysia,Indonesia tidak pernah saya dapati Kitab Tuhfah karangan Ibnu Hajar yang dijadikan sebagai mata pelajaran dii Universitas di Negara Negara tersebut ,kecuali di Darussalam ini.Dan saya belum pernah mendengar pembahasan kitab ini setinggi pembahasan yang saya peroleh di dalam Bustanul Muhaqqiqin ini.Syukran !
Akhirnya ulama India itu meninggalkan Darussalam .
KUNJUNGAN K.H.SIRAJUDDIN ABBAS
Seiring dengan kunjungan ulama India ,Darussalam dikunjungi pula oleh seorang ulama besar,pengarang ulung dan merupakan ketua Umum PERTI seluruh Indonesia dari Padang,K.H.Sirajuddin Abbas.Setibanya di Darussalam Abuya langsung menyambut K.H Siraj ini sebagaimana seorang abang menyambut adiknya yang tersayang .Demikian pula K.H. Siraj menghadapai Abuya laksana seorang adik menghadapai abang nya yang tercinta,sekalipun K.H Siraju jauh lebih tua usianya dari Abuya .Demikian pula tidak luput dari perhatian saya pada saat temu ramah dan muzakarah tentang agama yang seharusnya diterapkan dalam PERTI terlihat dalam suasana ringan dan santai.
Tiadak lama kemudian berkunjung pula seorang Ulama terkenal dari Padang yaitu Abuya Labai Sati .Kunjungan Abuya Labai Sati ke Darussalam ,Abuya sambut sebagaimana seroang murid yang disayanginya,dan abuya selalu menghormati nya dalm segala suasana.
Berselang beberapa tahun kemudian ,Abusyik Keumala sempat juga berkujng ke Darussalm untuk menemui Abuya dengan penuh khidmat dan dihormati Abuya sebagai guru besarnya .Selanjutnya Abusyik dalam sebuah pertemuan dengan Abuya menyodorkan Kitab Al Hikam yang memang sudah disediakan untuk dibaca Abuya sebagai mengambil berkat.Abuya membacakan kitab tersebut satu jumlah kalimat pada awalnya dan satu jumlah kalimat pada khatamnya dan Abuya berdoa .Setelah Abusyik meninggalkan Darussalam ,sampai dikampung Abusyik mengatakan kepada semua keluarganya yang berkumpul ;’’Waktu saya melihat Tkg.Syehk H.Muh.WAly seakan akan saya melihat sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam macam intan mutiara didalamnya ‘’Demikian ucapan Abusyik Keumala terhadap Abuya .
SAYA MENGETAHUI TAPI TIDAK BERANI UNTUK BERTANYA
Pada setiap tahun selama saya di Darussalam,saya melihat waktu selesai shalat idul fitri dan khutbahnya daiadakan sebuah acara ketangkasan pencak silat yang dilakaukan pasangan panglima panglima dan ditengah –tengah kumpulan massa penonto sudah disediaakana meja dan sebuah kursi untuk Abuya dan dihadapan terletak sebuah Kitab.Tidak jauh dari dari Abuya saya duduk untuk memeperhatiakn sikapp Abuya .Apabila suasana aksi pencak silat sudah memuncak dan makin seru serta perhatian penonton tertuju pada aksi pencak silat itu dan saya emusatkan perhatian terhadap Abuya ,ternyata Abuya بنفسه شغل ( bimbang dengan dirinya sendiri) dan bukan dengan aksi pencak silat itu.
MANDI ABUYA
Pada setiap pertengahan bulan Syawal Abuya turun mandi kesungai Krueng Baroe disekitar kampong Pante Gelima .sedangkan masyarakat tua muda ,laki laki ,dan perempuan sudah mengetahui ketentuan acara ini melalui informasi Tanya bertanya .Tepat waktu acara itu dilaksanakan pantai Krueng Baroe sudah penuh dengan masyarakat sejak dari jam 08.00 sampai Abuya masuk menghadairi acara tersebut.Sekitar jam 10.00 Abuya hadir ketempat acara .Abuya duduk atas kursi ditenda yang telah disediakan dan dihadapan ny asudah terletak sebuah kitab diatas meja.Acara dimulai dengan permainan pencak silat sepanjang pantai dengan penuh meriah yang disakasiakn ribuan masayrakat sekitar Labuahan Haji.Dan saya perhatikan Abuya sibuk membuka kitab dan membulak balik lembarannya.sedikitpun tidak tampak perhatiannya kepada keramaian masyarakat yang ada dihadapannya ,tetapi Abuya بنفسه شغل ,seterusnya acara makan dimulai dan mandi Abuya dilaksanakan ,sekaligus masyrakat yang hadir ikut mandi bersama ,dan berakhirlah acara ini sampai menjelang waktu azan Dhuhur.
CINCIN ABUYA
Pada jari manis tangan kanan Abuya terselip sebuah bentuk cincin suasa berbunga segi empat bujur.Cincin ini bukan saja saya yang melihatnya .akan tetapi saya yakin semua murid sudah pernah menyaksikannya.Pada suatu yang senggang saya ingi bertanya tentang hal cincin itu,tetapi tidak memungkinkan .Hal ini kecil pada hal luas pembasannya .
SAYA MENGETAHUI DAN BERANI SAYA BERTANYA
Pada tangan Abuya selalu kami melihat tersangkut buah tasbih yang tampaknya sebagai amal lazim baginya,sehingga tidak pernah ditinggal bahkan pada saat menghadap presiden kecuali pada waktu shalat ,mengajar, waktu makan ,waktu zikir khusus dan waktu mandi.Kami tidak pernah melihat Abuya memegang parang atau cangkul untuk membersihkan halaman rumahnya ,dan tidak pernah memegang martil atau gergaji untuk memperbaiki dinding rumahnya .Kami kira Abuya tidak memegang benda lain karena ia takut tertinggal buah tasbihnya .Pada suatu saat yang senggah sayay memberanikan diri untuk bertanya ;’’Abuya …..apakah hikmah kita selalu memegang buah tasbih ..?’’.Abuya menjawab dengan senyum manis ‘’Kalau kita memegang pena,teringat apa yang akan kita tuliskan ,kalau kita memegang pedang ,teringat apa yang akan kita pancungkan ,dan kalau kita memegang buah tasbih ,teringat zikir apa yang akan kita ucapkan.saya menjawab’’ Alhamdulillah jelas Abuya ’’.
SAYA MENGETAHI AKAN TETAPIA KEPADA SIAPA SAY A BERTANYA
Sebagimana saya mengetahui di pantai laut sebelah selatan batasan Darussalm tertimbun batu kerikil putih yang hampir sama ukurannya sejak Abuya mendirikan Darussalm dan dengan batu itulah paya (rawa)Darussalam ditimbun oleh ribuan murid selama bertahun tahun,karena komplek Darussalam itu 25% daratan dan 75% lainnya rawa-rawa.Komplek Darussalam sudah tertimbun rata dan Abuya pun wafat .Lalu batu batu di pantai laut pun hilang semua .Pada tahun 1978 saya dan Tgk H.Sayyid Zain Badrun serta keluarga menziarahi Abuya keDarussalam.Langsung kami datang kepinggir pantai dengan ta`ajjub (heran ) bercampur haru.Dahulunya pantai batu ,kini i berganti menjadi kuala.Sekarang kepada siapa saya bertanya …………………?
ألله أكبر لاحولا ولاقوة إلا بالله علي الغظيم ...…....
KHATIMAH
Wazifah Abuya yang mulia ini saya orbitkan kehadapan saudara saudara sekalian ,bukanlah keterangan catatan dari orang lian akan tetapi merupkan serangkaian catatan emas didalam kenangan saya sendiri yang InsyaAllah tak akan terlupakan untuk selama lamaya ,memang jarak jauh waktu saya mu`asharah dengan masa kini saya di Medan sudah ± 40 tahun .namun dalam kenangan saya terasa baru kemarin terpisah dengan Abuy ,perhatikanlah kalau kita ingin menyimpulkan seluruh kegiatan Abuya maka ternyata tersimpan kedalam 3 pokok perjuangan yaitu ;
1. Tuntut ilmu dan mengajar dengan segala macam sistemnya
2. Amar ma`ruf nahi mungkar dengan segala macam tehniknya
3. Ibadah ,berzikir dan berdoa dengan segala macam qaedah dan kaifiatnya .
Semua Wazifah Abuya yang telah kita bicarakan merupakan wazifah wazifah lahiriyah sedangkan wazifah bathiniyah belum/tidak kita bicarakan,seperti: syaja`ah Abuya ,sabarnya, tawakkalnya,tadharru`nya,zahidnya,ikhlasnya,idraknya,pahamnya,istiqamahnya,dan wazifah nafisah lainnya,karena wazifah ini hanya Allah ta`ala ynag mengetahui dan menilainya والشهادة هو الرحمن الرحيم عالم الغيب
Abuya sudah tiada ……………………..dan Abuya sudah meninggalkan contoh kepada kita semua.Mari kita ikuti jejak langkahnya menurut kemampuan dan kelayakan yang ada pada kita.Abuya sudah berangkat .Tgk.Keumala berseru Abuyaku ………Abuya kami ………….tunggulah kami .kami menunggumu .ألفاتحة الشريفة untuk Abuya …..
Medan 25 november 1997
TKG.H.SYIHABUDDIN SYAH(ABU KEUMALA)
Renungan
▼
Sabtu, 09 Oktober 2010
Kamis, 19 Agustus 2010
Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), Khutbah, hal. 3
( اَلْحَمْدُ لِلَّـهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ) أى خلق فينا قدرة ( لِلْوُصُوْلِ إِلَى مَعْرِفَةِ الأُصُوْلِْ ) فيه براعة الإستهلال والحمد لغة الثناء باللسان على الجميل الإختيارى على جهة التبجيل والتعظيم وعرفا فعل ينبئ عن تعظيم المنعم من حيث انه منعم على الحامد أو غيره وابتدأت بالبسملة والحمدلة إقتداء بالكتاب العزيز وعملا بخبر أبى دأود وغيره " كل امر ذى بال لا يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم" وفى رواية " بالحمد لله فهو أجذم " أى مقطوع البركة وقدمت البسملة عملا بالكتاب والإجماع والحمد مختص بالله كما أفادته الجملة سواء جعلت أل فيه للإستغراق أم للجنس أم للعهد كما بينت ذلك فى شرح البهجة وغيره ( وَيَسَّرَ لَنَا سُلُوْكَ ) أى دخول ( مَنَاهِجَ ) جمع منهج أى طرق حسنة ( بِـ ) سبب ( قُوَّةٍ أَوْدَعَهَا فِىْ الْعُقُوْلِْ ) جمع عقل وهو غريزة يتبعها العلم بالضروريات عند سلامة الآلات وقد بسطت الكلام عليه فى شرح آداب البحث
(Segala pujian bagi Allah yang telah mentaufiqkan kita), yaitu yang menjadikan kita kemampuan (untuk sampai kepada mengenal Ushul). Pada perkataan “untuk sampai kepada mengenal Ushul”. (lil wushul ila ma’rifah al-ushul” ada terkandung bara’ah al-istihlal).(1) Pujian secara bahasa adalah menyanjung dengan lisan atas kebaikan yang dilakukan dengan sukarela dengan jalan melakukan perbuatan baik dan ta’zhim. Pujian pada ‘uruf adalah perbuatan yang memberitahukan kepada ta’zhim pemberi nikmat karena pemberi nikmat memberi nikmat kepada orang yang memujinya atau lainnya. Saya mulai dengan basmalah dan hamdalah karena mengikut al-Kitab yang mulia(2) dan mengamalkan hadits Abu Daud dan lainnya, yaitu setiap pekerjaan yang baik yang tidak dimulai dengan bismillahirrahmanirrahim (dalam satu riwayat “dengan alhamdulillah”), maka ajzam, yaitu terputus berkahnya. Didahulukan basmallah karena mengamalkan al-Kitab dan ijmak. Perkataan “al-Hamd ” (pujian) khusus hanya untuk Allah sebagaimana dimaknai oleh al-jumlah (rangkaian kalam), baik dijadikan “al” bermakna al-istighraq, jenis, ataupun lil-‘ahd(3) sebagaimana telah saya jelaskannya dalam Syarah al-Bahjah dan lainnya. (dan memudahkan kita menjalani) yaitu memasuki (metode-metode dengan sebab suatu kekuatan yang disimpan oleh Allah dalam semua akal). Perkataan “al-manahij” jamak dari “al-manhaj”, yaitu metode yang baik. ‘Uqul adalah jamak dari ‘aql, yaitu sebuah tabi’at yang diikuti oleh pengetahuan dharury(4) pada ketika bagus sarana-sarananya. Saya telah menjelaskan pembahasannya dalam Syarah Adb al-Bahts.
Penjelasan
(1). Bara’ah al-istihlal ialah mendatangkan pada awal kalam suatu isyarat kepada apa yang akan disampaikan karenanya (Ahmad al-Damanhuri, Syarah Haliah al-Lab al-Mashun ala Jauharah al-Maknun, dicetak pada hamisy Hasyiah al-Manyawy, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Hal. 186) Di sini perkataan “untuk sampai kepada mengenal Ushul” mengisyaratkan bahwa yang akan dibahas dalam kitab ini adalah ilmu Ushul.
(2). Memulai dengan basmalah dan hamdalah karena mengikut al-Kitab, maksudnya mengikuti jejak al-Qur’an, dimana al-Qur’an dimulai dengan basmalah dan hamdalah, yaitu dalam Surat al-Fatihah.
(3). “Al” ma’rifah dengan makna al-istighraq, pengertiannya adalah mencakup semua satuannya, misalnya khuliqa al-insan dha’ifa (dijadikan semua manusia dalam keadaan lemah). “Al” ma’rifah dengan makna jenis, pengertiannya adalah hakikat sesuatu tanpa meninjau kepada satuannya, misalnya wa ja’alna min al-ma-i kulla syai-in hayyin (Kami jadikan dari hakikat air setiap sesuatu yang hidup). Sedangkan Al” ma’rifah dengan makna al-‘ahd adalah hanya terkhusus pada sebagian satuannya, misalnya izhumaa fi al-ghari (pada saat keduanya (Muhammad dan Abu Bakar dalam gua). Gua di sini adalah gua Hira’, tidak semua gua.( Muhammad al-Ahdal, al-Kawakib al-Duriyah, Maktabah Muhammad bin Ahmad bin Nabhany wa Auladuhu, Surabaya, Juz. I, Hal. 6) Berdasarkan uraian di atas, maka penjelasan mengenai perkataan “al-hamd” adalah sebagai berikut :
a. Pujian itu hanya menjadi hak Allah, baik pujian Allah kepada makhluk, pujian Allah kepada diri-Nya, pujian makhluk kepada Allah ataupun pujian makhluk kepada makhluk. Pengertian ini, kalau “al” pada “al-hamd” bermakna al-istighraq
b. Hakikat pujian hanya menjadi hak Allah, tanpa tinjauan kepada satuannya. Ini kalau “al” bermakna jenis.
c. Pujian tertentu yang dimaksud pengarang (pujian makhluk kepada Allah) menjadi hak Allah. Ini kalau “al” bermakna al-‘ahd.
(4). Pengetahuan al-dharuri adalah pengetahuan yang tidak membutuhkan berpikir dan istidlal (pendalilian) seperti pengetahuan yang bersumber dari panca indera.( Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Warqat, dicetak pada hamisy Hasyiah al-Dimyathi, Raja Murah, Pekalongan, Hal. 5)
(Segala pujian bagi Allah yang telah mentaufiqkan kita), yaitu yang menjadikan kita kemampuan (untuk sampai kepada mengenal Ushul). Pada perkataan “untuk sampai kepada mengenal Ushul”. (lil wushul ila ma’rifah al-ushul” ada terkandung bara’ah al-istihlal).(1) Pujian secara bahasa adalah menyanjung dengan lisan atas kebaikan yang dilakukan dengan sukarela dengan jalan melakukan perbuatan baik dan ta’zhim. Pujian pada ‘uruf adalah perbuatan yang memberitahukan kepada ta’zhim pemberi nikmat karena pemberi nikmat memberi nikmat kepada orang yang memujinya atau lainnya. Saya mulai dengan basmalah dan hamdalah karena mengikut al-Kitab yang mulia(2) dan mengamalkan hadits Abu Daud dan lainnya, yaitu setiap pekerjaan yang baik yang tidak dimulai dengan bismillahirrahmanirrahim (dalam satu riwayat “dengan alhamdulillah”), maka ajzam, yaitu terputus berkahnya. Didahulukan basmallah karena mengamalkan al-Kitab dan ijmak. Perkataan “al-Hamd ” (pujian) khusus hanya untuk Allah sebagaimana dimaknai oleh al-jumlah (rangkaian kalam), baik dijadikan “al” bermakna al-istighraq, jenis, ataupun lil-‘ahd(3) sebagaimana telah saya jelaskannya dalam Syarah al-Bahjah dan lainnya. (dan memudahkan kita menjalani) yaitu memasuki (metode-metode dengan sebab suatu kekuatan yang disimpan oleh Allah dalam semua akal). Perkataan “al-manahij” jamak dari “al-manhaj”, yaitu metode yang baik. ‘Uqul adalah jamak dari ‘aql, yaitu sebuah tabi’at yang diikuti oleh pengetahuan dharury(4) pada ketika bagus sarana-sarananya. Saya telah menjelaskan pembahasannya dalam Syarah Adb al-Bahts.
Penjelasan
(1). Bara’ah al-istihlal ialah mendatangkan pada awal kalam suatu isyarat kepada apa yang akan disampaikan karenanya (Ahmad al-Damanhuri, Syarah Haliah al-Lab al-Mashun ala Jauharah al-Maknun, dicetak pada hamisy Hasyiah al-Manyawy, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Hal. 186) Di sini perkataan “untuk sampai kepada mengenal Ushul” mengisyaratkan bahwa yang akan dibahas dalam kitab ini adalah ilmu Ushul.
(2). Memulai dengan basmalah dan hamdalah karena mengikut al-Kitab, maksudnya mengikuti jejak al-Qur’an, dimana al-Qur’an dimulai dengan basmalah dan hamdalah, yaitu dalam Surat al-Fatihah.
(3). “Al” ma’rifah dengan makna al-istighraq, pengertiannya adalah mencakup semua satuannya, misalnya khuliqa al-insan dha’ifa (dijadikan semua manusia dalam keadaan lemah). “Al” ma’rifah dengan makna jenis, pengertiannya adalah hakikat sesuatu tanpa meninjau kepada satuannya, misalnya wa ja’alna min al-ma-i kulla syai-in hayyin (Kami jadikan dari hakikat air setiap sesuatu yang hidup). Sedangkan Al” ma’rifah dengan makna al-‘ahd adalah hanya terkhusus pada sebagian satuannya, misalnya izhumaa fi al-ghari (pada saat keduanya (Muhammad dan Abu Bakar dalam gua). Gua di sini adalah gua Hira’, tidak semua gua.( Muhammad al-Ahdal, al-Kawakib al-Duriyah, Maktabah Muhammad bin Ahmad bin Nabhany wa Auladuhu, Surabaya, Juz. I, Hal. 6) Berdasarkan uraian di atas, maka penjelasan mengenai perkataan “al-hamd” adalah sebagai berikut :
a. Pujian itu hanya menjadi hak Allah, baik pujian Allah kepada makhluk, pujian Allah kepada diri-Nya, pujian makhluk kepada Allah ataupun pujian makhluk kepada makhluk. Pengertian ini, kalau “al” pada “al-hamd” bermakna al-istighraq
b. Hakikat pujian hanya menjadi hak Allah, tanpa tinjauan kepada satuannya. Ini kalau “al” bermakna jenis.
c. Pujian tertentu yang dimaksud pengarang (pujian makhluk kepada Allah) menjadi hak Allah. Ini kalau “al” bermakna al-‘ahd.
(4). Pengetahuan al-dharuri adalah pengetahuan yang tidak membutuhkan berpikir dan istidlal (pendalilian) seperti pengetahuan yang bersumber dari panca indera.( Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Warqat, dicetak pada hamisy Hasyiah al-Dimyathi, Raja Murah, Pekalongan, Hal. 5)
Sabtu, 07 Agustus 2010
Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), Lanjutan Khutbah, hal. 2-3
( بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِْ ) أى اؤلف أو ابتدئ تأليفى والباء للمصاحبة ليكون ابتداء التأليف مصاحبا لاسم الله تعالى المتبرك بذكره وقيل للإستعانة نحو كتبت بالقلم والإسم من السمو وهو العلو وقيل من الوسم وهو العلامة والله علم للذات الواجب الوجود المستحق لجميع الصفات الجميلة والرحمن الرحيم صفتان بنيتا للمبالغة من رحم والرحمن ابلغ من الرحيم لأن زيادة البناء تدل على زيادة المعنى كما فى قطع وقطّع
(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), yaitu saya susun atau saya mulai karanganku.(1) Huruf “ba” maknanya mushahabah (bersamaan), supaya permulaan mengarang bersamaan dengan nama Allah yang diberkati dengan menyebutnya.(2) Dikatakan, “ba” maknanya isti’anah (isim yang dimasuki “ba” menjadi alat), seperti : Saya menulis dengan pena. Perkataan “ism” berasal dari “samw” yaitu tinggi. Dikatakan, berasal dari “wasm” yaitu tanda. Perkataan “Allah” dinamakan kepada zat yang wajib wujud yang mempunyai semua sifat-sifat baik. Perkataan al-Rahman al-Rahiim adalah dua sifat yang bentuknya berfaedah mubalaghah (mempunyai makna kuat atau lebih), yaitu berasal dari “rahm”. Sedangkan al-Rahman lebih mubalaghah dari al-Rahiim, karena lebih bentuknya menunjukkan lebih maknanya,(3) sebagaimana pada perkataan “qatha’a” (memotong) dan “qaththa’a” (sungguh-sungguh memotong)
Penjelasan
(1). Pengarang memulai menyusun kitab ini dengan membaca basmallah dengan mengharap keberkatannya
(2). Makna “ba” pada basmallah bermakna mushahabah. Disamping itu ada juga yang mengatakan bermakan isti’anah. Pengertian Mushahabah adalah kata kerja sebelum huruf “ba” datang bersamaan dengan ism sesudah “ba”. Contohnya firman Allah Q.S. Hud : 48
قيل يا نوح اهبط بسلام
Artinya : Difirmankan : “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera“(Q.S. Hud : 48)
Di sini, berarti memulai mengarang datang bersamaan dengan menyebut nama Allah. Pengertian isti’anah adalah isim yang dimasuki “ba” menjadi alat, seperti : Saya menulis dengan pena. Di sini, berarti menyebut nama Allah menjadi alat (karena menjadikannya sebagai keberkatan) memulai mengarang kitab.
(3). Perkataan “al-Rahman” mempunyai makna yang lebih dibandingkan “al-Rahim”, karena “al-Rahman” mempunyai huruf melebihi dari “al-Rahim” . Hal ini berdasarkan qaidah :
أن زيادة البناء تدل على زيادة المعنى
Artinya : lebih bentuknya menunjukkan lebih maknanya.
Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwa al-Rahman bermakna nikmat dunia dan akhirat. Sedangkan al-Rahim nikmat akhirat saja.(Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 10)
(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), yaitu saya susun atau saya mulai karanganku.(1) Huruf “ba” maknanya mushahabah (bersamaan), supaya permulaan mengarang bersamaan dengan nama Allah yang diberkati dengan menyebutnya.(2) Dikatakan, “ba” maknanya isti’anah (isim yang dimasuki “ba” menjadi alat), seperti : Saya menulis dengan pena. Perkataan “ism” berasal dari “samw” yaitu tinggi. Dikatakan, berasal dari “wasm” yaitu tanda. Perkataan “Allah” dinamakan kepada zat yang wajib wujud yang mempunyai semua sifat-sifat baik. Perkataan al-Rahman al-Rahiim adalah dua sifat yang bentuknya berfaedah mubalaghah (mempunyai makna kuat atau lebih), yaitu berasal dari “rahm”. Sedangkan al-Rahman lebih mubalaghah dari al-Rahiim, karena lebih bentuknya menunjukkan lebih maknanya,(3) sebagaimana pada perkataan “qatha’a” (memotong) dan “qaththa’a” (sungguh-sungguh memotong)
Penjelasan
(1). Pengarang memulai menyusun kitab ini dengan membaca basmallah dengan mengharap keberkatannya
(2). Makna “ba” pada basmallah bermakna mushahabah. Disamping itu ada juga yang mengatakan bermakan isti’anah. Pengertian Mushahabah adalah kata kerja sebelum huruf “ba” datang bersamaan dengan ism sesudah “ba”. Contohnya firman Allah Q.S. Hud : 48
قيل يا نوح اهبط بسلام
Artinya : Difirmankan : “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera“(Q.S. Hud : 48)
Di sini, berarti memulai mengarang datang bersamaan dengan menyebut nama Allah. Pengertian isti’anah adalah isim yang dimasuki “ba” menjadi alat, seperti : Saya menulis dengan pena. Di sini, berarti menyebut nama Allah menjadi alat (karena menjadikannya sebagai keberkatan) memulai mengarang kitab.
(3). Perkataan “al-Rahman” mempunyai makna yang lebih dibandingkan “al-Rahim”, karena “al-Rahman” mempunyai huruf melebihi dari “al-Rahim” . Hal ini berdasarkan qaidah :
أن زيادة البناء تدل على زيادة المعنى
Artinya : lebih bentuknya menunjukkan lebih maknanya.
Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwa al-Rahman bermakna nikmat dunia dan akhirat. Sedangkan al-Rahim nikmat akhirat saja.(Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 10)
Kamis, 29 Juli 2010
Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), Khutbah, hal. 2
الحمد لله الذى أظهر بدائع مصنوعاته على أحسن نظام . وخص من بينها من شاء بمزيد الطول والإنعام ووفقه وهداه الى دين الإسلام وأرشده الى طريق معرفة الإستنباط لقواعد الأحكام لمباشرة الحلال وتجنب الحرام . وأشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له ذوالجلال والإكرام وأشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله المفضل على جميع الأنام صلى الله وسلم عليه وعلى اله وصحبه الغرّ الكرام
وبعد فهذا شرح لمختصرى المسمى بـ" لب الأصول " الذى اختصرت فيه جمع الجوامع يبين حقائقه ويوضح دقائقه ويذلل من اللفظ صعابه . ويكشف عن وجه المعانى نقابه سالكا فيه غالبا عبارة شيخنا العلامة . المحقق الفهامة الجلال المحلى لسلاستها وحسن تأليفها وروما لحصول بركة مؤلفها . وسميته " غاية الوصول الى شرح لب الاصول " والله أسأل ان ينفع به وهو حسبى ونعم الوكيل .
Segala pujian adalah milik Allah yang melahirkan ciptaan-Nya yang indah dengan sebaik-baik bentuk dan yang mengkhususkan di antaranya orang-orang yang dikehendakinya dengan panjang umur dan kelebihan nikmat. Allah yang telah memberikan taufiq dan petunjuk kepada agama Islam dan menunjukinya kepada jalan mengenal istimbath qawaid hukum untuk mendapati halal dan menjauhi yang haram. Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, hanya satu, tidak bersekutu, mempunyai sifat jalal dan kemuliaan. Saya bersaksi bahwa sesungguhnya Sayyidina Muhammad adalah hamba dan Rasulullah yang dilebihkan atas sekalian makhluk. Semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atasnya dan atas keluarga serta sahabat-sahabat yang utama dan mulia.
Sesudah itu, ini adalah syarah bagi mukhtshar karanganku yang bernama “Labb al-Ushul” yang saya ringkas dari Kitab Jam’u al-Jawami’, yang menjelaskan hakikatnya, menerangkan detilnya dan mengurangi kesukaran dari lafazhnya serta membuka yang tersembunyi dari aspek maknanya dengan mengikuti ‘ibarat Syaikhuna al-Muhaqqiq al-Fahamah al-Jalal al-Mahalli pada kebiasaan, karena mudah memahaminya dan bagus susunannya serta karena mengharap dapat barkah pengarangnya. Saya namainya dengan “Ghayah al-Wushul ila Syarh Lab al-Ushul”. Hanya kepada Allah saya meminta agar bermanfaat. Memadai Allah untukku dan sebaik-baik tempat penyerahan diri.
وبعد فهذا شرح لمختصرى المسمى بـ" لب الأصول " الذى اختصرت فيه جمع الجوامع يبين حقائقه ويوضح دقائقه ويذلل من اللفظ صعابه . ويكشف عن وجه المعانى نقابه سالكا فيه غالبا عبارة شيخنا العلامة . المحقق الفهامة الجلال المحلى لسلاستها وحسن تأليفها وروما لحصول بركة مؤلفها . وسميته " غاية الوصول الى شرح لب الاصول " والله أسأل ان ينفع به وهو حسبى ونعم الوكيل .
Segala pujian adalah milik Allah yang melahirkan ciptaan-Nya yang indah dengan sebaik-baik bentuk dan yang mengkhususkan di antaranya orang-orang yang dikehendakinya dengan panjang umur dan kelebihan nikmat. Allah yang telah memberikan taufiq dan petunjuk kepada agama Islam dan menunjukinya kepada jalan mengenal istimbath qawaid hukum untuk mendapati halal dan menjauhi yang haram. Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, hanya satu, tidak bersekutu, mempunyai sifat jalal dan kemuliaan. Saya bersaksi bahwa sesungguhnya Sayyidina Muhammad adalah hamba dan Rasulullah yang dilebihkan atas sekalian makhluk. Semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atasnya dan atas keluarga serta sahabat-sahabat yang utama dan mulia.
Sesudah itu, ini adalah syarah bagi mukhtshar karanganku yang bernama “Labb al-Ushul” yang saya ringkas dari Kitab Jam’u al-Jawami’, yang menjelaskan hakikatnya, menerangkan detilnya dan mengurangi kesukaran dari lafazhnya serta membuka yang tersembunyi dari aspek maknanya dengan mengikuti ‘ibarat Syaikhuna al-Muhaqqiq al-Fahamah al-Jalal al-Mahalli pada kebiasaan, karena mudah memahaminya dan bagus susunannya serta karena mengharap dapat barkah pengarangnya. Saya namainya dengan “Ghayah al-Wushul ila Syarh Lab al-Ushul”. Hanya kepada Allah saya meminta agar bermanfaat. Memadai Allah untukku dan sebaik-baik tempat penyerahan diri.
Rabu, 28 Juli 2010
muqaddimah terjemahan Ghayatul Wushul
Akhi dan ukhti YTH :
Pada kesempatan ini, kami merencana melakukan penerjemahan kitab Ghayatul Wushul dengan disertai sedikit ulasan dari kami, tentunya ulasan ini menurut kemampuan yang ada pada kami. Terjemahan ini dan berikut penjelasannya adalah berdasarkan petunjuk dan ilmu yang kami dapati dari guru-guru kami pada waktu kami belajar di dayah/pesantren Darul Mu'arrif Lam-Ateuk Kutabaro-Aceh Besar dan lainnya dan juga dari dosen-dosen kami di Fak. Syari'ah IAIN Ar-Raniri. Disamping itu, tentunya dengan meruju' kepada karya-karya ulama yang dapat membantu kami memahami kitab Ghayatul Wushul ini. Diantaranya Kitab Hasyiah al-Banani 'ala Syarah Jam'u al-Jawami', Hasyiah al-‘Ithar ‘ala Jam’u al-Jawami’, Hasyiah al-Jauhari ‘ala Ghayatul Wushul, al-Nufakhaat, Syarah al-Warqaat, Bahrul Muhith, Lathaif al-Isyarah, al-Luma’, Thariqat al-Hushul ‘ala Ghayatul Wushul dan lainnya, baik dari disiplin ilmu ushul fiqh maupun lainnya. Terjemahan ini, kami rencanakan akan ditampilkan dalam blog kami ini secara bertahap. Kami mengusahakan ditampilkan sesuai dengan themanya sehingga pada akhirnya semua halaman kitab Ghayatul Wushul tersebut selesai diterjemahkan semuanya dengan sempurna.
Kitab Ghayatul Wushul merupakan sebuah kitab Ushul Fiqh yang cukup populer di kalangan ilmuan Islam di Indonesia, baik di kalangan dayah/pesantren maupun lainnya. Kitab ini merupakan hasil karya ulama besar dalam Mazhab Syafi’i, yaitu Syaikh Islam Zakariya al-Anshari. Di Dayah Aceh, umumnya kitab ini di ajarkan pada kelas tingkatan V, VI dan VII. Berdasarkan pengalaman kami pada saat belajar di dayah/pesantren, kitab Ghayatul Wushul ini dianggap sebuah kitab yang tidak mudah dipahami. Sedangkan memahami isi kitab tersebut merupakan suatu keharusan bagi orang-orang yang mau mempelajari ushul fiqh dan fiqh. Dengan pertimbangan itu, maka tergerak hati kami untuk melakukan kegiatan penerjemahan ini. Dengan pertimbangan ini pula, kami mencoba menerjemahkan kitab Ghayatul Wushul ini dengan kata per-kata, meskipun kadang-kadang penerjemahan model ini menyebabkan redaksi terjemahannya agak sedikit kaku dan kurang bagus. Alasannya, supaya para santri yang membaca terjemahan ini akan lebih mudah memahami kitab Ghayatul Wushul dengan memahami maknanya dengan kata per-kata.
Kitab Ghayatul Wushul yang menjadi pedoman kami dalam penerjemahan ini adalah Ghayatul Wushul yang ada pada tangan kami sekarang ini, yaitu terbitan Maktabah Usaha Keluarga, Semarang.
Akhirnya doa restu dari guru-guru kami, para santri dan kaum muslimin semua sangat kami harapkan. Mudah-mudahan usaha kami berhasil hendaknya dan menjadi amalan baik bagi kami. Aminn!.
Pada kesempatan ini, kami merencana melakukan penerjemahan kitab Ghayatul Wushul dengan disertai sedikit ulasan dari kami, tentunya ulasan ini menurut kemampuan yang ada pada kami. Terjemahan ini dan berikut penjelasannya adalah berdasarkan petunjuk dan ilmu yang kami dapati dari guru-guru kami pada waktu kami belajar di dayah/pesantren Darul Mu'arrif Lam-Ateuk Kutabaro-Aceh Besar dan lainnya dan juga dari dosen-dosen kami di Fak. Syari'ah IAIN Ar-Raniri. Disamping itu, tentunya dengan meruju' kepada karya-karya ulama yang dapat membantu kami memahami kitab Ghayatul Wushul ini. Diantaranya Kitab Hasyiah al-Banani 'ala Syarah Jam'u al-Jawami', Hasyiah al-‘Ithar ‘ala Jam’u al-Jawami’, Hasyiah al-Jauhari ‘ala Ghayatul Wushul, al-Nufakhaat, Syarah al-Warqaat, Bahrul Muhith, Lathaif al-Isyarah, al-Luma’, Thariqat al-Hushul ‘ala Ghayatul Wushul dan lainnya, baik dari disiplin ilmu ushul fiqh maupun lainnya. Terjemahan ini, kami rencanakan akan ditampilkan dalam blog kami ini secara bertahap. Kami mengusahakan ditampilkan sesuai dengan themanya sehingga pada akhirnya semua halaman kitab Ghayatul Wushul tersebut selesai diterjemahkan semuanya dengan sempurna.
Kitab Ghayatul Wushul merupakan sebuah kitab Ushul Fiqh yang cukup populer di kalangan ilmuan Islam di Indonesia, baik di kalangan dayah/pesantren maupun lainnya. Kitab ini merupakan hasil karya ulama besar dalam Mazhab Syafi’i, yaitu Syaikh Islam Zakariya al-Anshari. Di Dayah Aceh, umumnya kitab ini di ajarkan pada kelas tingkatan V, VI dan VII. Berdasarkan pengalaman kami pada saat belajar di dayah/pesantren, kitab Ghayatul Wushul ini dianggap sebuah kitab yang tidak mudah dipahami. Sedangkan memahami isi kitab tersebut merupakan suatu keharusan bagi orang-orang yang mau mempelajari ushul fiqh dan fiqh. Dengan pertimbangan itu, maka tergerak hati kami untuk melakukan kegiatan penerjemahan ini. Dengan pertimbangan ini pula, kami mencoba menerjemahkan kitab Ghayatul Wushul ini dengan kata per-kata, meskipun kadang-kadang penerjemahan model ini menyebabkan redaksi terjemahannya agak sedikit kaku dan kurang bagus. Alasannya, supaya para santri yang membaca terjemahan ini akan lebih mudah memahami kitab Ghayatul Wushul dengan memahami maknanya dengan kata per-kata.
Kitab Ghayatul Wushul yang menjadi pedoman kami dalam penerjemahan ini adalah Ghayatul Wushul yang ada pada tangan kami sekarang ini, yaitu terbitan Maktabah Usaha Keluarga, Semarang.
Akhirnya doa restu dari guru-guru kami, para santri dan kaum muslimin semua sangat kami harapkan. Mudah-mudahan usaha kami berhasil hendaknya dan menjadi amalan baik bagi kami. Aminn!.
Senin, 26 Juli 2010
pernikahan melalui telepon
Pernikahan dengan cara ijab qabul melalui telepon hukumnya tidak sah, karena tidak ada pertemuan langsung antara pihak yang melaksanakan akad nikah. Nikah melalui telepon tidak terzhabith, sebab bisa saja suara penelepon bukan berasal dari yang dimaksud sebagai pihak yang melakukan akad.
Berikut keterangan ulama mengenai kewajiban hadir wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang dapat menjadi dasar bagi tidak sahnya pernikahan dengan cara ijab qabul melalui telepon, antara lain :
1.Menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah tidak sah sebuah pernikahan melalui tulisan, baik dari tempat jauh maupun di tempat akad, karena tulisan adalah kinayah.
( Dr Wahbah Zuhaili, Fiqh Islami wa Adillatuhu, Darul Fikri, Beirut, Juz. VII, Hal. 46)
2.Taqiyuddin al-Husaini al-Damsyiqi, mengatakan :
“Disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang ; wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang adil”. (Taqiyuddin al-Husaini al-Damsyiqy, Kifayatul Akhyar, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 477)
3.Berkata al-Bujairumy :
“Perkataan pensyarah (wal zhabth), maksudnya : atas lafazh wali dari isteri dan suami, maka tidak memadai mendengar lafazh keduanya dalam gelap, karena suara dapat menyerupai”.( Bujairumy , Hasyiah Bujairumy ‘ala Khatib, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. IV, Hal. 134-135)
Pada halaman berikutnya, beliau mengatakan :
“Alhasil lafazh kinayah tidak sah nikah dengannya, meskipun banyak qarinah atas nikah,meskipun dia berkata : “saya niatkan nikah dengannya”.( Hasyiah Bujairumy ‘ala Khatib, Juz. IV, Hal. 140)
Berdasarkan penjelasan Dr Wahbah Zuhaili, Taqiyuddin al-Husaini al-Damsyiqi dan al-Bujairumy di atas, maka dalam sebuah pernikahan harus memenuhi antara lain :
a.Kehadiran wali dan calon suami dalam majelis akad
b.Lafazh ijab qabul yang digunakan dalam akad harus mempunyai zhabith (tidak boleh ada kesamaran/kemungkinan salah) dan tidak boleh dengan lafazh kinayah seperti tulisan.
c.Karena itu, dengan hanya mendengar suara wali atau calon suami tanpa melihat orang bersangkutan secara langsung dengan kasat mata dalam majelis akad seperti dalam kegelapan atau pernikahan lewat telepon atau lainnya, nikahnya tidak sah.
Dalil tidak boleh akad nikah lewat telepon antara lain sabda Nabi SAW :
Artinya : Tidak ada pernikahan kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.(H.R. Syafi’i dan Baihaqi, Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Darul Hijrah, Juz. VII, Hal. 577)
Jalan pendaliliannya adalah disyaratkan kehadiran dua orang saksi dalam akad pernikahan berdasarkan hadits di atas adalah karena ciri khas pernikahan adalah sifat kehati-hatian mengenai kehormatan wanita dan memelihara pernikahan dari pengingkaran. Inilah yang membedakannya dengan akad lainnya, karena konsekwensi hukum akibat sebuah pernikahan berpotensi dapat menimbulkan banyak masalah. Berdasarkan ini pula, maka disunatkan dalam akad pernikahan disamping dua orang saksi menghadirkan sekelompok ahli shilah wa al-din (orang-orang shaleh). Ibnu Hajar al-Haitamy dalam mengomentari hadits di atas mengatakan :
“ Makna dari hadits itu adalah ihtiyath (kehati-hatian) mengenai kehormatan wanita dan memeliharan pernikahan dari pengingkaran. Karenanya, disamping menhadirkan dua orang saksi, disunatkan pula menghadirkan sekelompok ahli kebajikan dan agama”( Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy hawasyi Syarwani, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. VII, Hal. 227)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Khatib Syarbaini dalam kitabnya, al-Iqna’.( Khatib Syarbaini, al-Iqna’, dicetak dalam Hasyiah Bujairumy, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. IV, Hal. 122). Oleh karena itu, dalam pernikahan, lafazh ijab qabul harus mempunyai zhabith (jelas dan tidak samara-samar), tidak boleh dengan lafazh kinayah dan tidak boleh dengan lafazh ijab dan qabul yang hanya terdengar dalam kegelapan tanpa terlihat oleh mata dua orang saksi. Semakna dengan katagori terakhir ini adalah akad pernikahan lewat telepon.
Berikut keterangan ulama mengenai kewajiban hadir wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang dapat menjadi dasar bagi tidak sahnya pernikahan dengan cara ijab qabul melalui telepon, antara lain :
1.Menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah tidak sah sebuah pernikahan melalui tulisan, baik dari tempat jauh maupun di tempat akad, karena tulisan adalah kinayah.
( Dr Wahbah Zuhaili, Fiqh Islami wa Adillatuhu, Darul Fikri, Beirut, Juz. VII, Hal. 46)
2.Taqiyuddin al-Husaini al-Damsyiqi, mengatakan :
“Disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang ; wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang adil”. (Taqiyuddin al-Husaini al-Damsyiqy, Kifayatul Akhyar, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 477)
3.Berkata al-Bujairumy :
“Perkataan pensyarah (wal zhabth), maksudnya : atas lafazh wali dari isteri dan suami, maka tidak memadai mendengar lafazh keduanya dalam gelap, karena suara dapat menyerupai”.( Bujairumy , Hasyiah Bujairumy ‘ala Khatib, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. IV, Hal. 134-135)
Pada halaman berikutnya, beliau mengatakan :
“Alhasil lafazh kinayah tidak sah nikah dengannya, meskipun banyak qarinah atas nikah,meskipun dia berkata : “saya niatkan nikah dengannya”.( Hasyiah Bujairumy ‘ala Khatib, Juz. IV, Hal. 140)
Berdasarkan penjelasan Dr Wahbah Zuhaili, Taqiyuddin al-Husaini al-Damsyiqi dan al-Bujairumy di atas, maka dalam sebuah pernikahan harus memenuhi antara lain :
a.Kehadiran wali dan calon suami dalam majelis akad
b.Lafazh ijab qabul yang digunakan dalam akad harus mempunyai zhabith (tidak boleh ada kesamaran/kemungkinan salah) dan tidak boleh dengan lafazh kinayah seperti tulisan.
c.Karena itu, dengan hanya mendengar suara wali atau calon suami tanpa melihat orang bersangkutan secara langsung dengan kasat mata dalam majelis akad seperti dalam kegelapan atau pernikahan lewat telepon atau lainnya, nikahnya tidak sah.
Dalil tidak boleh akad nikah lewat telepon antara lain sabda Nabi SAW :
Artinya : Tidak ada pernikahan kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.(H.R. Syafi’i dan Baihaqi, Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Darul Hijrah, Juz. VII, Hal. 577)
Jalan pendaliliannya adalah disyaratkan kehadiran dua orang saksi dalam akad pernikahan berdasarkan hadits di atas adalah karena ciri khas pernikahan adalah sifat kehati-hatian mengenai kehormatan wanita dan memelihara pernikahan dari pengingkaran. Inilah yang membedakannya dengan akad lainnya, karena konsekwensi hukum akibat sebuah pernikahan berpotensi dapat menimbulkan banyak masalah. Berdasarkan ini pula, maka disunatkan dalam akad pernikahan disamping dua orang saksi menghadirkan sekelompok ahli shilah wa al-din (orang-orang shaleh). Ibnu Hajar al-Haitamy dalam mengomentari hadits di atas mengatakan :
“ Makna dari hadits itu adalah ihtiyath (kehati-hatian) mengenai kehormatan wanita dan memeliharan pernikahan dari pengingkaran. Karenanya, disamping menhadirkan dua orang saksi, disunatkan pula menghadirkan sekelompok ahli kebajikan dan agama”( Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy hawasyi Syarwani, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. VII, Hal. 227)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Khatib Syarbaini dalam kitabnya, al-Iqna’.( Khatib Syarbaini, al-Iqna’, dicetak dalam Hasyiah Bujairumy, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. IV, Hal. 122). Oleh karena itu, dalam pernikahan, lafazh ijab qabul harus mempunyai zhabith (jelas dan tidak samara-samar), tidak boleh dengan lafazh kinayah dan tidak boleh dengan lafazh ijab dan qabul yang hanya terdengar dalam kegelapan tanpa terlihat oleh mata dua orang saksi. Semakna dengan katagori terakhir ini adalah akad pernikahan lewat telepon.
mengusap muka setelah berdo’a,
Keterangan ulama mengenai hukum mengusap muka sesudah shalat antara lain pernyataan Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madny, beliau berkata :
“Demikian juga (pada doa diluar shalat, Pen.) disunatkan mengusap muka. Sesungguhnya telah diriwayat dari Ibnu Umar, sesungguhnya beliau berkata :
“Rasulullah SAW ketika mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a, tidaklah menurunkannya kecuali beliau mengusapkannya terlebih dahulu ke mukanya” (Hadits ditakhrij oleh al-Thabrany) (lihat Sayyed Abdurrahman bin Muhammad A’lawy, Bughyatul Murtasyidin, Usaha Keluarga, Semarang, Hal.50)
Terdapat hadits yang senada dengan hadits pertama, yaitu :
1.Hadits riwayat Abu Daud dari Ibnu Abbas :
Artinya : Berdo’a kepada Allah dengan mengangkat bathin telapak tangan kamu dan jangan berdo’a dengan belakang telapak tanganmu. Apabila telah selesai, maka usaplah wajahmu dengannya.(H.R.Abu Daud, Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 468, Hadits nomor 1485 )
2.Hadits riwayat Sa-ib bin Yazid dari ayahnya :
Artinya : Apabila Rasulullah SAW berdo’a dan mengangkat kedua tangannya, maka beliau mengusap wajahnya dengannya” (H.R.Abu Daud, Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 469, Hadits nomor 1492)
3. Hadits riwayat Ibnu Abbas :
Artinya : Jika kamu berdo’a kepada Allah, kemudian angkatlah kedua tanganmu (dengan telapak tangan diatas), dan jangan membaliknya. Apabila sudah selesai (berdo’a) usapkan (telapak tangan) kepada muka”.(H.R. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Abi al-Ma’athy, Juz. II, Hal. 254, Hadits No. 1181)
4. Hadits riwayat dari Umar :
Artinya : Dari Umar, beliau berkata : “Rasulullah apabila menjulurkan tangannya dalam berdo’a beliau tidak mengembalikan kedua tangannya sehingga beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya”. (H.R.Turmidzi, Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Hal. 339 )
Ibnu Hajar al-Asqalani setelah menyebut hadits di atas, mengatakan :
“Untuk hadits ini ada beberapa syawahid (pendukungnya), antara lain : hadits Ibnu Abbas yang diriwayat oleh Abu Daud. Kumpulannya menunjukkan bahwa hadits itu adalah hasan.”( Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Hal. 340)
Dengan demikian hadits tersebut di atas, dapat dijadikan hujjah dalam menerangkan bahwa mengusap muka setelah selesai berdo’a, hukumnya adalah sunnah. Kesimpulan seperti ini dapat juga disimak dari penjelasan Zakariya al-Anshary dalam Kitab beliau, Talkhis al-Azhiyah fi Ahkam al-Ad’iyah, yaitu :
“ Yang kedua puluh enam adab berdo’a adalah mengusap muka dengan kedua tangannya sesudah membaca do’a. Makna padanya adalah tafa-ul kedua tangannya yang penuh dengan kebaikan, maka mudah-mudahan dilimpahkan atas wajahnya. Banyak khabar tentangnya, sebagiannya adalah itba’ yang diriwayat oleh Turmidzi. Beliau berkata : “Hadits gharib”. Adapun perkataan Syekh Izzuddin dalam Fatawa beliau : “Perbuatan itu tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang bodoh, dipertempatkan karena beliau tidak sempat mengetahui khabar ini. Hadits ini meskipun sanadnya lemah (lainah) tetapi dinilai kuat karena ijtima’ jalan-jalan sanadnya.”( Zakaria al-Anshary, Talkhis al-Azhiyah fi Ahkam al-Ad’iyah, Darul Basyair al-Islamiyah, Beirut, Hal. 56-57)
“Demikian juga (pada doa diluar shalat, Pen.) disunatkan mengusap muka. Sesungguhnya telah diriwayat dari Ibnu Umar, sesungguhnya beliau berkata :
“Rasulullah SAW ketika mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a, tidaklah menurunkannya kecuali beliau mengusapkannya terlebih dahulu ke mukanya” (Hadits ditakhrij oleh al-Thabrany) (lihat Sayyed Abdurrahman bin Muhammad A’lawy, Bughyatul Murtasyidin, Usaha Keluarga, Semarang, Hal.50)
Terdapat hadits yang senada dengan hadits pertama, yaitu :
1.Hadits riwayat Abu Daud dari Ibnu Abbas :
Artinya : Berdo’a kepada Allah dengan mengangkat bathin telapak tangan kamu dan jangan berdo’a dengan belakang telapak tanganmu. Apabila telah selesai, maka usaplah wajahmu dengannya.(H.R.Abu Daud, Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 468, Hadits nomor 1485 )
2.Hadits riwayat Sa-ib bin Yazid dari ayahnya :
Artinya : Apabila Rasulullah SAW berdo’a dan mengangkat kedua tangannya, maka beliau mengusap wajahnya dengannya” (H.R.Abu Daud, Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 469, Hadits nomor 1492)
3. Hadits riwayat Ibnu Abbas :
Artinya : Jika kamu berdo’a kepada Allah, kemudian angkatlah kedua tanganmu (dengan telapak tangan diatas), dan jangan membaliknya. Apabila sudah selesai (berdo’a) usapkan (telapak tangan) kepada muka”.(H.R. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Abi al-Ma’athy, Juz. II, Hal. 254, Hadits No. 1181)
4. Hadits riwayat dari Umar :
Artinya : Dari Umar, beliau berkata : “Rasulullah apabila menjulurkan tangannya dalam berdo’a beliau tidak mengembalikan kedua tangannya sehingga beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya”. (H.R.Turmidzi, Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Hal. 339 )
Ibnu Hajar al-Asqalani setelah menyebut hadits di atas, mengatakan :
“Untuk hadits ini ada beberapa syawahid (pendukungnya), antara lain : hadits Ibnu Abbas yang diriwayat oleh Abu Daud. Kumpulannya menunjukkan bahwa hadits itu adalah hasan.”( Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Hal. 340)
Dengan demikian hadits tersebut di atas, dapat dijadikan hujjah dalam menerangkan bahwa mengusap muka setelah selesai berdo’a, hukumnya adalah sunnah. Kesimpulan seperti ini dapat juga disimak dari penjelasan Zakariya al-Anshary dalam Kitab beliau, Talkhis al-Azhiyah fi Ahkam al-Ad’iyah, yaitu :
“ Yang kedua puluh enam adab berdo’a adalah mengusap muka dengan kedua tangannya sesudah membaca do’a. Makna padanya adalah tafa-ul kedua tangannya yang penuh dengan kebaikan, maka mudah-mudahan dilimpahkan atas wajahnya. Banyak khabar tentangnya, sebagiannya adalah itba’ yang diriwayat oleh Turmidzi. Beliau berkata : “Hadits gharib”. Adapun perkataan Syekh Izzuddin dalam Fatawa beliau : “Perbuatan itu tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang bodoh, dipertempatkan karena beliau tidak sempat mengetahui khabar ini. Hadits ini meskipun sanadnya lemah (lainah) tetapi dinilai kuat karena ijtima’ jalan-jalan sanadnya.”( Zakaria al-Anshary, Talkhis al-Azhiyah fi Ahkam al-Ad’iyah, Darul Basyair al-Islamiyah, Beirut, Hal. 56-57)
azan sebelum subuh
Disunnahkan azan pada waktu subuh dua kali, yaitu sebelum fajar dan pada awal keluar fajar. Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
1. Hadits ; Rasulullah saw. mempunyai dua muazin, Bilal dan Ibnu Ummu Maktum yang buta. Bersabda Rasulullah SAW`: “Sesungguhnya Bilal melakukan azan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sehingga Ibnu Maktum melakukan azan”.(H.R. Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 768, No. Hadits : 1092)
Imam Nawawi mengatakan : Berdasarkan hadits ini dipahami bahwa dianjurkan pada shalat subuh dua azan, yaitu : salah satunya sebelum fajar dan satu lagi sesudah terbit fajar tetapi pada awalnya”.(An-Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya al-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. VII, Hal. 202) Dua azan tersebut sunnah dilakukan oleh muazzin yang berbeda. Dengan demikian pada subuh azan dilakukan oleh dua orang, satu muazzin sebelum subuh dan satu lagi sesudah subuh. Apabila muazzin hanya satu orang, maka tetap sunnah dilakukan azan dua kali sebagaimana ada dua orang muazzin. Demikan penjelasan Jalaluddin al-Mahalli.(Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli, dicetak pada hamisy Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 130)
2. Hadits Salim bin Abdullah dari ayahnya : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Bahwasanya Bilal melakukan azan pada malam hari (sebelum masuk waktu Shubuh). Karena itu, makan dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum membaca azannya. Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, yang berazan Shubuh di kala orang mengatakan kepadanya : Telah pagi, telah pagi (H.R. Bukhari,Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. I, Hal. 127, No. Hadits : 617)
1. Hadits ; Rasulullah saw. mempunyai dua muazin, Bilal dan Ibnu Ummu Maktum yang buta. Bersabda Rasulullah SAW`: “Sesungguhnya Bilal melakukan azan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sehingga Ibnu Maktum melakukan azan”.(H.R. Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 768, No. Hadits : 1092)
Imam Nawawi mengatakan : Berdasarkan hadits ini dipahami bahwa dianjurkan pada shalat subuh dua azan, yaitu : salah satunya sebelum fajar dan satu lagi sesudah terbit fajar tetapi pada awalnya”.(An-Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya al-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. VII, Hal. 202) Dua azan tersebut sunnah dilakukan oleh muazzin yang berbeda. Dengan demikian pada subuh azan dilakukan oleh dua orang, satu muazzin sebelum subuh dan satu lagi sesudah subuh. Apabila muazzin hanya satu orang, maka tetap sunnah dilakukan azan dua kali sebagaimana ada dua orang muazzin. Demikan penjelasan Jalaluddin al-Mahalli.(Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli, dicetak pada hamisy Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 130)
2. Hadits Salim bin Abdullah dari ayahnya : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Bahwasanya Bilal melakukan azan pada malam hari (sebelum masuk waktu Shubuh). Karena itu, makan dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum membaca azannya. Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, yang berazan Shubuh di kala orang mengatakan kepadanya : Telah pagi, telah pagi (H.R. Bukhari,Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. I, Hal. 127, No. Hadits : 617)