Renungan

Senin, 06 Juni 2011

Mandi telanjang

Berkata Imam an-Nawawi :
“Adapun membuka aurat pada ketika sunyi dengan makna tidak dilihat oleh seseorangpun, jika karena hajad, maka dibolehkan dan jika bukan karena hajad, maka tentang makruh dan haramnya khilaf ulama. Pendapat yang lebih sahih menurut kami adalah haram”.1

Kebolehan membuka aurat ketika mandi pada saat sunyi adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
كانت بنو إسرائيل يغتسلون عراة. ينظر بعضهم إلى سوأة بعض. وكان موسى عليه السلام يغتسل وحده. فقالوا: والله! ما يمنع موسى أن يغتسل معنا إلا أنه آدر. قال فذهب مرة يغتسل. فوضع ثوبه على حجر. ففر الحجر بثوبه. قال فجمح موسى بإثره يقول: ثوبي حجر! حتى نظرت بنو إسرائيل إلى سوأة موسى. قالوا: والله! ما بموسى من بأس. فقام الحجر حتى نظر إليه. قال فأخذ ثوبه فطفق بالحجر ضربا". قال أبو هريرة: والله! إنه بالحجر ندب ستة أو سبعة. ضرب موسى بالحجر.

Artinya : Bani Israil mandi dengan telanjang, sebagian melihat kepada yang lain. Sementara Musa mandi sendiri. Mereka berkata : Tidak mencegah Musa mandi bersama kita kecuali karena dia itu memiliki buah pelir yang besar. Suatu hari Musa mandi dan dia meletakkan bajunya di atas batu. Tapi kemudian batu itu berlari membawa bajunya. Musa memburunya sambil berkata : “Bajuku wahai batu”. Bani Israil pun melihat aurat Musa. Mereka berkata, “Demi Allah, Musa tidak apa-apa”. Lalu berhenti batu itu dan Musa melihatnya dan kemudian mengambil bajunya dan memukuli batu itu.'" Abu Hurairah berkata, "Demi Allah, pukulan Musa membekas di batu itu enam atau tujuh kali pukulan. (H. R. Muslim) 2

Imam Muslim menempatkan hadits ini dalam bab boleh mandi dengan telanjang pada ketika hajad. Menurut Imam Nawawi hadits ini dapat menjadi dalil apabila didasarkan kepada pendapat yang mengatakan syara’ man qablana (syari’at sebelum kita) menjadi syara’ bagi kita.3

Dan hadits Nabi SAW riwayat Bukhari :
بينا أيوب يغتسل عريانا فخر عليه جراد من ذهب فجعل أيوب يحتثي في ثوبه فنداه ربه يا أيوب الم تكن أغنيتك عما ترى قال بلى وعزتك ولكن لاغنى بي عن بركتك
ِArtinya : Pada ketika Nabi Aiyub sedang mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba jatuh atasnya seekor belalang dari emas, Aiyub membungkusnya. Allah, tuhan Aiyub menyerunya : “Apakah Aku tidak memperkaya engkau, Aiyub dari apa yang engkau lihat ?.” “Benar” jawab Aiyub. “Demi kemulian-Mu, tetapi aku tidak terkaya dari keberkatan-Mu. (H.R. Bukhari)4

Mushtafa Muhammad Imarah dalam mengomentari hadits ini berkata :
“Dalam hadits ini menunjukkan kepada kebolehan mandi dengan telanjang”.5

Kesimpulan
1.mandi dalam keadaan membuka aurat boleh apabila dalam tempat tertutup, namun demikian menutupinya lebih afdhal
2.kebolehan membuka aurat dalam situasi tersebut adalah menurut kadar yang dibutuhkan, melebihinya adalah haram.

DAFTAR PUSTAKA
1.Imam an-Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya at-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. IV, Hal. 32
2.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I, Hal. 267, No. Hadits 339
3.Imam an-Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya al-Turatsi al-Araby, beirut, Juz. IV, Hal. 32
4.Mushtafa Muhammad Imarah, Jawahir Bukhari, Al-Haramain, Singapura, Hal. 82
5.Mushtafa Muhammad Imarah, Jawahir Bukhari, Al-Haramain, Singapura, Hal. 83

Tidak ada komentar:

Posting Komentar