Renungan

Kamis, 01 Agustus 2013

Zakat fitrah dengan bukan makanan pokok(uang atau lainnya)


Menurut Mazhab Syafi’i zakat fitrah wajib disalurkan dalam bentuk makanan pokok seperti beras, gandum dan lain-lain. Berikut perkataan ulama Mazhab Syafi’i tentang zakat fitrah :
1.      Memastikan oleh Jumhur dan telah menegaskan oleh Syafi’i tidak memadai daging untuk zakat fitrah, tetapi tersebut dalam Kitab al-Anwar memadai, apabila tidak ada makanan yang  mengenyangkan selainnya. Maka wajib diukur dengan timbangan syari’i, yaitu wazan (timbangan). Oleh karena itu, dikeluarkan  5 1/3 (lima sepertiga) rithal tanpa tulangnya atau disertai tulang yang mu’taad (biasa), karena dipahami dari penyerupaan mereka (ulama) dengan daging pada masalah salam dengan biji kurma”. [1]

2.            Berkata Zainuddin al-Malibary :
Tidak memadai zakat fitrah dalam bentuk harga”.
Selanjutnya Al-Bakri ad-Dimyathy nenambahkan bahwa ketentuan yang disebut Zainuddin al-Malibary di atas adalah kesepakatan “di sisi kita” (maksudnya; Mazhab Syafi’i. pen).[2]

Dalil keharusan mengeluarkan makanan pokok pada zakat fitrah, antara lain :
1.      Hadits Nabi SAW dari Ibnu Umar, beliau berkata :
أن رسول الله صلعم فرض زكاة الفطرة من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر او عبد ذكر أو أتثى من المسليمين
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW memfardhukan zakat fitrah dari Ramadhan atas setiap manusia, baik yang merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan dari kaum muslimin, satu saa’ dari kurma atau langla (H.R. Muslim)[3]  

2.      Hadits Nabi SAW dari Abu Sa’id al-Khudry, beliau berkata :

كنا نخرج إذ كان فينا رسول الله صلعم زكاة الفطرة عن كل صغير أو كبير حر أو مملوك صاعا من طعام من أقط أو صاعا من شعير أو صاعا تمر أو صاعا من زبيب
Artinya : Pada waktu Rasulullah SAW diantara kami, kami mengeluarkan zakat fitrah untuk setiap anak kecil atau dewasa, merdeka atau hamba sahaya, satu saa’ dari berupa makanan yakni keju atau satu saa’ dari langla atau kurma atau anggur (H.R. Muslim)[4]


[1] Sayyed Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyatul Murtasyidin, Usaha Keluarga, SEmarang, Hal.103
[2] Al-Bakri ad-Dimyathy, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. II, Hal. 174
[3] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 677
[4] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 678

1 komentar:

  1. https://m.facebook.com/photo.php?fbid=10153460693817065&id=752272064&set=a.10150996368472065.474794.752272064
    bagaimana pendapat dlm status tersebut tgk ?

    BalasHapus