Renungan

Senin, 18 September 2017

Ghayatul Wushul (Terjemahan dan Penjelasannya), Masalik 'Illat, Hal. 119-120

(و) النص (الظاهر) بأن يحتمل غير العلية احتمالاً مرجوحا (كاللام ظاهرة) نحو كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات إلى النور (فمقدرة) نحو؛ ولا تطع كل حلاف إلى قوله أن كان ذا مال وبنين أي لأن (فالباء) نحو فبما رحمة من الله أي لأجلها لنت لهم. (فالفاء في كلام الشارع) وتكون فيه في الحكم كقوله تعالى والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما وفي الوصف كخبر الصحيحين في المحرم الذي وقصته ناقته لا تمسوه طيبا ولا تخمروا رأسه فإنه يبعث يوم القيامة ملبيا
Dan nash dhahir, yakni ada kemungkinan bukan ‘illat, tetapi kemungkinan itu lemah, seperti  huruf “lam” yang disebut secara dhahir, contohnya firman Allah : “Kitab yang Kami turunkannya kepadamu supaya kamu keluarkan manusia dari kegelapan kepada bercahaya” (Q.S. Ibrahim : 1) dan huruf “lam” yang ditaqdirkan, contohnya firman Allah : “Jangan kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina”, sampai dengan firman Allah : “Keadaan dia banyak mempunyai harta dan anak” (Q.S. al-Qalam : 10-14),  maksudnya karena keadaan. Kemudian huruf “ba”, contohnya firman Allah : “Maka dengan rahmat Allahlah, maka berlaku lemah lembut terhadap mereka” (Q.S. Ali Imran : 159), maksudnya karena rahmat Allah. Kemudian huruf “fa” pada kalam empunya syara’. (1) Ini adakalanya pada hukum, contohnya firman Allah : “Pencuri baik laki-laki maupun perempuan maka potonglah kedua tangannya”(2) dan adakalanya pada washaf, contoh hadits Shahihaini pada peristiwa orang ihram yang dijatuhkan oleh untanya, “Jangan kalian berikan wangi-wangian dan jangan juga menutup kepalanya, karena dia dibangkit hari kiamat dalam keadaan bertalbiah”(3).

 (فـ) ـفي كلام (الراوي الفقيه فـ) ـفي كلام الراوي (غيره) أي غير الفقيه، وتكون فيهما في الحكم فقط، وقال بعض المحققين في الوصف فقط، لأن الراوي يحكي ما في الوجود، وذلك كقول عمران بن حصين سها رسول الله صلى الله عليه وسلّم فسجد . رواه أبو داود وغيره وكل من القولين صحيح، وإن كان الأوّل أظهر معنى، والثاني أدق كما بينته في الحاشية. (فإن) المكسورة المشددة كقوله تعالى رب لا تذر على الأرض من الكافرين الآية. وتعبيري بالفاء في الأخيرة من زيادتي. (وإذ) نحو ضربت العبد إذ أساء أي لإساءته. (وما مرّ في) مبحث (الحروف) ، مما يرد للتعليل غير المذكور هنا وهو بيد وحتى وعلى وفي ومن فلتراجع، وإنما لم تكن المذكورات من الصريح لمجيئها لغير التعليل كالعاقبة في اللام والتعدية في الباء، ومجرد العطف في الفاء ومجرد التأكيد في إنّ والبدل في إذ كما مرّ في مبحث الحروف.
Kemudian pada kalam siperawi yang faqih, kemudian pada kalam perawi selainnya, maksudnya tidak faqih. Ini adakalanya hanya pada hukum saja. Sebagian ulama muhaqqiqin mengatakan, ini pada hanya pada washaf saja, karena siperawi menghikayahkan apa yang ada terjadi pada kenyataan.(4) Ini seperti perkataan ‘Imran bin Hushain : “Rasulullah SAW lupa, maka beliau sujud” (H.R. Abu Daud dan lainnya). Setiap dua pendapat ini shahih, meskipun yang pertama lebih dhahir makna. Adapun yang kedua lebih halus rinciannya sebagaimana pernah kami jelaskan dalam al-Hasyiah. Kemudian inna yang dikasrah dan bertasydid, contoh firman Allah : “Ya tuhanku, jangan Engkau biarkan seorangpun orang-orang kafir di atas bumi” al-ayat.(5) Ta’birku dengan huruf “fa” pada yang terakhir  termasuk tambahanku. Dan seperti huruf “iz”, contohnya “Aku memukul hamba sahaya ketika buruk perangainya”, maksudnya karena buruk perangainya. Dan juga huruf-huruf yang sudah berlalu dalam pembahasan huruf  termasuk yang didatangkan untuk ta’lil selain yang disebutkan di sini, yakni “baida, hatta, ‘alaa, fii, dan man”, maka hendaknya rujuklah kesana. Hanyasanya huruf-huruf tersebut tidak termasuk sharih ta’lil, karena juga datang bermakna bukan ta’lil, seperti ‘aqibat pada huruf lam dan ta’diyah pada huruf “ba” dan seperti semata-mata ‘athaf pada huruf “fa” dan semata-mata taukid pada huruf “inna” dan seperti badal pada huruf “iz” sebagaimana telah lalu dalam pembahasan huruf.
Penjelasan :
(1)  Kalam Allah dan Rasul-Nya
(2)  wajib potong tangan yang diistimbath dari perkataan "faqtha'uu aidiihimaa" adalah hukum, sedangkan ‘illatnya mencuri.
(3)  Dibangkit hari kiamat dalam keadaan bertalbiah merupakan washaf.
(4)  Adapun yang terjadi pada kenyataan adalah mahkum bihi, yakni washaf, bukan hukum. Adapun hukum seperti sunat sujud sebagaimana di sini tidak wujud pada kenyataan. Maksud mahkum bihi di sini adalah yang berhubungan dengan hukum, maka mencakup mahkum bihi dan mahkum alaihi.[1]
(5)  Lengkapnya berbunyi :
وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (26) إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا (27)
Ya tuhanku, jangan Engkau biarkan seorangpun orang-orang kafir di atas bumi, karena sesungguhnya apabila Engkau biarkan mereka, maka mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu dan mereka tidak akan melahirkan kecuali anak yang berbuat maksiat dan sangat kafir (Q.S. Nuh : 71-72)





[1] Al-Banany, Hasyiah ‘ala Syarah Jam’u al-Jawami’, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal. 265

Tidak ada komentar:

Posting Komentar