Orang
gila yang sudah dewasa apabila memang membutuh kepada menikah, maka pernikahannya dapat dilakukan
oleh wali mujbir, yakni ayah dan kakek atas nama orang gila tersebut. Seandainya
tidak ada keduanya, maka dapat dilakukan oleh sulthan, tidak boleh oleh kerabat
dekat lainnya. Pengertian gila di sini adalah gila yang bersifat tetap. Adapun apabila
sifatnya tidak tetap, maka hanya boleh dinikahkan ketika sembuh dan ada izin
darinya. Sama hukumnya dengan orang gila orang yang cedera akalnya dan pingsan
yang tidak ada harapan sembuh lagi. Berikut ini keterangan para ulama yang
menjadi dasar kesimpulan ini, yakni :
1.
Dalam
al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin disebutkan :
لَا يُزَوَّجُ مَجْنُونٌ صَغِيرٌ لِأَنَّهُ لَا يَحْتَاجُ
إلَيْهِ فِي الْحَالِ وَبَعْدَ الْبُلُوغِ لَا يَدْرِي كَيْفَ يَكُونُ الْأَمْرُ
بِخِلَافِ الصَّغِيرِ الْعَاقِلِ، فَإِنَّ الظَّاهِرَ حَاجَتُهُ إلَيْهِ بَعْدَ
الْبُلُوغِ، (وَكَذَا) أَيْ لَا يُزَوَّجُ مَجْنُونٌ (كَبِيرٌ إلَّا لِحَاجَةٍ)
كَأَنْ تَظْهَرَ رَغْبَتُهُ فِي النِّسَاءِ بِدَوَرَانِهِ حَوْلَهُنَّ
وَتَعَلُّقِهِ بِهِنَّ وَنَحْوِ ذَلِكَ أَوْ يُتَوَقَّعُ الشِّفَاءُ بِهِ بِقَوْلِ
عَدْلَيْنِ مِنْ الْأَطِبَّاءِ، (فَوَاحِدَةٌ) لِانْدِفَاعِ الْحَاجَةِ بِهَا،
وَيُزَوِّجُهُ الْأَبُ ثُمَّ الْجَدُّ ثُمَّ السُّلْطَانُ دُونَ سَائِرِ
الْعَصَبَاتِ كَوِلَايَةِ الْمَالِ، وَقَدْ تَقَدَّمَ أَنَّهُ يَلْزَمُ
الْمُجْبِرَ تَزْوِيجُ مَجْنُونٍ ظَهَرَتْ حَاجَتُهُ
Tidak dinikahkan orang gila yang kecil,
karena tidak membutuh kepada nikah pada ketika itu, sedangkan setelah baligh
nanti tidak diketahui bagaimana keadaannya. Ini berbeda dengan anak kecil yang
berakal, maka dhahir kebutuhan kepada nikah setelah balighnya. Demikian juga
tidak dinikahkan orang gila yang sudah dewasa kecuali ada kebutuhan, seperti
dhahir menyukai perempuan dengan berputar-putar di sekitar mereka, berhubungan
dengan mereka dan lainnya. Atau diharapkan sembuh dengan sebab nikah
berdasarkan pendapat dua orang dokter yang adil. Seandainya ada kebutuhan
kepada nikah, maka dibolehkan satu saja, karena sudah terpenuhi kebutuhan
dengan satu orang isteri. Orang gila ini dinikahkan oleh bapak, kemudian kakek,
kemudian sulthan, tidak oleh ‘ashabah lainnya sama halnya dengan kewenangan
masalah harta. Sudah ada penjelasan sebelumnya bahwa wajib atas wali mujbir
menikahkan orang gila yang dhahirnya membutuhkan
nikah.[1]
Dalam mengomentari
matan al-Mahalli di atas, Qalyubi mengatakan :
وَالْمُرَادُ بِالْمَجْنُونِ، الْمُطْبِقِ جُنُونُهُ
وَإِلَّا فَلَا يُزَوَّجُ إلَّا فِي حَالِ إفَاقَتِهِ وَإِذْنِهِ وَكَالْمَجْنُونِ
مُخْتَلُّ الْعَقْلِ وَمُغْمًى عَلَيْهِ أَيِسَ مِنْ إفَاقَتِهِ
Yang dimaksud dengan orang gila adalah yang tetap
keadaan gilanya. Seandainya tidak tetap, maka tidak dinikahkan kecuali pada
waktu sembuhnya dan izinnya. Sama seperti orang gila orang yang cedera akalnya
dan orang pingsan yang tidak ada harapan sembuh lagi.[2]
2.
Dalam Hasyiah al-Syarwani
‘ala Tuhfah al-Muhtaj disebutkan :
عِبَارَةُ النِّهَايَةِ وَالْمُغْنِي إلَّا لِحَاجَةٍ لِلنِّكَاحِ
حَاصِلَةٍ حَالًا كَأَنْ تَظْهَرَ رَغْبَتُهُ فِي النِّسَاءِ بِدَوَرَانِهِ
حَوْلَهُنَّ وَتَعَلُّقِهِ بِهِنَّ أَوْ مَآلًا كَتَوَقُّعِ شِفَائِهِ
بِاسْتِفْرَاغِ مَائِهِ بِشَهَادَةِ عَدْلَيْنِ مِنْ الْأَطِبَّاءِ بِذَلِكَ أَوْ
بِأَنْ يَحْتَاجَ إلَى مَنْ يَخْدُمُهُ وَيَتَعَهَّدُهُ وَلَا يَجِدُ فِي
مَحَارِمِهِ مَنْ يَحْصُلُ بِهِ ذَلِكَ وَتَكُونُ مُؤْنَةُ النِّكَاحِ أَخَفَّ
مِنْ ثَمَنِ أَمَةٍ وَتَقَدَّمَ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْمُجْبِرَ تَزْوِيجُ مَجْنُونٍ
ظَهَرَتْ حَاجَتُهُ مِنْ مَزِيدِ إيضَاحٍ اهـ
‘Ibarat al-Nihayah dan al-Muhni lebih jelas, yakni : “Kecuali
karena kebutuhan yang wujud pada ketika itu, seperti dhahir menyukai orang gila
tersebut kepada perempuan dengan berputar-putar sekitar perempuan dan
berhubungannya dengan perempuan atau diharapkan
sembuh dengan mengosongkan spermanya berdasarkan kesaksian dua orang dokter
yang adil ataupun orang gila tersebut membutuhkan perempuan yang melayaninya
dan menjaganya, sedangkan dari kalangan mahramnya tidak didapati orang yang
mampu melakukannya serta pula belanja nikah lebih ringan dari harga seorang
hamba sahaya. Sudah ada penjelasan sebelumnya bahwa
wajib atas wali mujbir menikahkan orang gila yang dhahirnya membutuhkan nikah.[3]
.
[1] Jaluluddin
al-Mahalli, al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, (dicetak pada
hamisy Qalyubi
wa ‘Amirah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. III, Hal. 237
[2] Qalyubi,
Hasyiah Qalyubi wa ‘Amirah ‘ala al-Mahalli, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
Indonesia, Juz. III, Hal. 237
[3] Al-Syarwani, Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj,
Mathba’ah Mushtafa Muhammad, Mesir, Juz. VII, Hal.285
Artikel Ini Sangat Bermanfaat sekali ... Jangan Lupa Dibaca Juga Artikel berikut ini
BalasHapusPrediksi Bola Jadwal Bola
Judi Bola
Agen Betting Online Terpecaya
1 Akun Untuk Semua Permainan
Bonus Cashback Mingguan Hingga 15%
- Bonus Refrensi 2,5% Seumur Hidup
- Bonus Rollingan Casino 0.8%
- Bonus Rollingan Mingguan Sportbook Refferal 0,1%
Contact Person :
WA: +855 1537 8728
INSTAGRAM : Kapal Judi
FANSPAGE : Kapal Judi Faigk
Mari Gabung Dengan Kami di WWW KAPALJUDI88 NET
Kalau misalkan mau beli kitabnya bisa di beli per jilid gak yah? Saya butuh buat referensi
BalasHapus