Pendapat talaq tiga
sekaligus jatuh satu menyalahi ijmak ulama. Karena itu apabila hakim menetapkan
hukum dengan berpegang kepada pendapat ini, maka penetapannya batal dan tidak
berlaku. Berikut keterangan ulama yang
menjadi rujukan kesimpulan di atas, yakni :
1. Ibnu Mulaqqin (723-804 H),
salah seorang ulama hadits terkenal bermazhab Syafi’i, mengatakan :
وَاتَّفَقَ أَئِمَّةُ
الْفَتْوَى عَلَى لُزُومِ إِيقَاعِ الطَّلَاقِ الثَّلَاثِ فِي كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ،
وَهُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ السَّلَفِ، ومن خلف فهو شاذ مخالف لاهل السنة وانما تعلق
به اهل بدعة ومن لم يلتفت اليه لشذوذه عن الجماعة التي لا يجوز عليها التواطؤ على تحريف
الكتاب و السنة
Telah sepakat imam-imam ahli fatwa atas lazim
jatuh talaq tiga dalam kalimat yang satu. Ini merupakan pendapat jumhur salaf.
Barangsiapa yang menyalahinya maka dia syaz (ganjil) dan menyalahi Ahlussunnah.
Hanya ahli bid’ah yang berpegang kepadanya dan orang-orang yang tidak
diperhatikan pendapatnya karena syaznya menyalahi jama’ah yang tidak mungkin
mereka sepakat atas meninggalkan al-Kitab dan al-Sunnah.[1]
2.
Pernyataan
lebih tegas lagi disampaikan oleh Muhammad Amin al-Kurdy (w. 1332 H) dalam kitab beliau, Tanwir al-Qulub :
ﻭﺍﻟﻘﻮﻝ
ﺑﺄﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﺜﻼﺙ ﻓﻲ ﻛﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺍﻭ ﻣﺠﻠﺲ ﻭﺍﺣﺪ ﻳﻘﻊ ﺑﻪ ﻃﻠﻘﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺭﺟﻌﻴﺔ ﻣﺨﺎﻟﻒ
ﻟﻠﻜﺘﺎﺏ ﻭﻟﺼﺮﻳﺢ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻻﺟﻤﺎﻉ ﺍﻻﻣﺔ ﻭﻟﺬﻟﻚ ﺻﺮﺡ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻻﺭﺑﻌﺔ ﺑﺄﻧﻪ ﻳﻨﻘض ﻓﻴﻪ
ﻗﻀﺎﺀ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻟﻮ ﻗﻀﻰ ﺑﻪ
Pendapat
apabila menghimpunkan talaq tiga dalam kalimat yang satu atau majelis yang satu
maka jatuh satu talaq raj’i merupakan pendapat yang menyalahi al-Kitab, sharih
al-Sunnah dan ijmak ummat. Karena itu, para ulama mazhab empat telah
menjelaskan secara sharih gugur penetapan qadhi seandainya menetapkan hukum
dengannya..[2]
3.
Abu al-Walid al-Baaji (w. 474 H) dalam al-Muntaqaa Syarah al-Muwatha’,
mengatakan :
فَمَنْ أَوْقَعَ الطَّلَاقَ الثَّلَاثَ بِلَفْظَةٍ وَاحِدَةٍ لَزِمَهُ مَا
أَوْقَعَهُ مِنْ الثَّلَاثِ
Maka
orang yang menjatuhkan talaq tiga dengan satu lafazh wajib atasnya berapa yang
dijatuhkannya, yakni talaq tiga
Kemudian
beliau mengatakan :
وَالدَّلِيلُ عَلَى مَا
نَقُولُهُ إجْمَاعُ الصَّحَابَةِ؛ لِأَنَّ هَذَا مَرْوِيٌّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
وَعِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ
وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَعَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - وَلَا مُخَالِفَ
لَهُمْ
Dalil
atas apa yang kami katakan tersebut adalah ijmak sahabat, karena pendapat ini
telah diriwayat dari Ibnu Umar, ‘Imran bin Hushain, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu
Abbas, Abu Hurairah dan ‘Aisyah radhiallahu’anhum dan tidak ada yang menyalahi
pendapat mereka.[3]
4.
Ibnu al-Himam (w. 861 H) dalam Fathul Qadir
mengatakan :
لَا تَبْلُغُ
عِدَّةُ الْمُجْتَهِدِينَ الْفُقَهَاءِ مِنْهُمْ أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ
كَالْخُلَفَاءِ وَالْعَبَادِلَةِ وَزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
وَأَنَسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَقَلِيلٍ وَالْبَاقُونَ
يَرْجِعُونَ إلَيْهِمْ وَيَسْتَفْتُونَ مِنْهُمْ، وَقَدْ أَثْبَتْنَا النَّقْلَ
عَنْ أَكْثَرِهِمْ صَرِيحًا بِإِيقَاعِ الثَّلَاثِ وَلَمْ يَظْهَرْ لَهُمْ
مُخَالِفٌ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إلَّا الضَّلَالُ. وَعَنْ هَذَا قُلْنَا: لَوْ
حَكَمَ حَاكِمٌ بِأَنَّ الثَّلَاثَ بِفَمٍ وَاحِدٍ وَاحِدَةٌ لَمْ يَنْفُذْ
حُكْمُهُ؛ لِأَنَّهُ لَا يَسُوغُ الِاجْتِهَادُ فِيهِ فَهُوَ خِلَافٌ لَا
اخْتِلَافٌ
Tidak sampai
bilangan mujtahid fuqaha dari kalangan sahabat lebih banyak dari dua puluh
orang, misalnya para khulafaurrasyidin, al-Abadilah, Zaid bin Tsabit, Mu’az bin Jabal, Anas, Abu Hurairah r.a dan
sedikit selain mereka. Sedangkan sisanya merujuk dan minta fatwa kepada mereka.
Telah kami nyatakan shahih naqal dari kebanyakan mereka secara sharih jatuh
talaq tiga dan tidak muncul yang menyalahi pendapat mereka. “Maka tidak ada
sesudah yang haq itu melainkan kesesatan”(al-ayat).
Berdasarkan ini, seandainya seorang hakim menetapkan jatuh satu talaq pada
masalah talaq tiga dengan kalimat yang satu, maka tidak tembus/berlaku
penetapannya itu, karena tidak dibolehkan ijtihad tentangnya. Maka itu khilaf,
bukan ikhtilaf.[4]
5.
Ibnu Rajab al-Hambali
sebagaimana dikutip oleh Abd al-Hadi (w. 909 H) mengatakan :
اعلم أنه لم يثبت عن أحد من الصحابة، ولا من التابعين، ولا من
أئمة السلف المعتد بقولهم في الفتاوى في الحلال والحرام شيءٌ صريح في أن الطلاق
الثلاث بعد الدخول يحسب واحدة، ما إذا سيق بلفظ واحد.
Ketahuilah, sesungguhnya tidak shahih suatupun
yang menjelaskan secara sharih talaq tiga sesudah bersetubuh dihitung satu
apabila diucapkan dengan satu lafazh dari seorang sahabat, tabi’in dan
imam-imam salaf yang dii’tibar pendapat mereka dalam fatwa halal dan haram.[5]
6.
Ibnu al-Arabi ulama besar
dari kalangan mazab Malik dalam mengomentari hadits Ibnu Abbas yang
menceritakan talaq tiga dhahirnya jatuh satu pada masa Rasulullah SAW, Abu
Bakar r.a. dan awal masa khilafah Umar r.a. mengatakan :
هذا الحديث
مختلف في صحته فكيف يقدم على الاجماع
Hadits ini
diperselisihkan keshahihannya, maka bagaimana dapat didahulukannya atas ijmak.[6]
7.
Setelah menyebut pendapat
para ulama salaf bahwa talaq tiga dalam satu lafazh jatuh tiga, Abu Bakar
al-Jashas (w. 370 H), salah seorang ulama mazhab Hanafi mengatakan :
فَالْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَإِجْمَاعُ السَّلَفِ تُوجِبُ
إيقَاعَ الثَّلَاثِ مَعًا وَإِنْ كَانَتْ مَعْصِيَةً
Maka al-Kitab, al-Sunnah dan ijmak ulama salaf
mewajibkan jatuh talaq tiga sekaligus,, meskipun itu maksiat.[7]
8.
Al-Qurthubi, ahli tafsir
terkenal mengatakan :
قَالَ عُلَمَاؤُنَا:
وَاتَّفَقَ أَئِمَّةُ الْفَتْوَى عَلَى لُزُومِ إِيقَاعِ الطَّلَاقِ الثَّلَاثِ
فِي كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ، وَهُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ السَّلَفِ، وَشَذَّ طَاوُسٌ
وَبَعْضُ أَهْلِ الظَّاهِرِ إِلَى أَنَّ طَلَاقَ الثَّلَاثِ فِي كَلِمَةٍ
وَاحِدَةٍ يقع واحدة، ويروى هذا عن محمد ابن إِسْحَاقَ وَالْحَجَّاجِ بْنِ
أَرْطَاةَ. وَقِيلَ عَنْهُمَا: لَا يلزم منه شي، وَهُوَ قَوْلُ مُقَاتِلٍ.
وَيُحْكَى عَنْ دَاوُدَ أَنَّهُ قَالَ لَا يَقَعُ. وَالْمَشْهُورُ عَنِ
الْحَجَّاجِ بْنِ أَرْطَاةَ وَجُمْهُورِ السَّلَفِ وَالْأَئِمَّةِ أَنَّهُ لَازِمٌ
وَاقِعٌ ثَلَاثًا. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يُوقِعَ ثَلَاثًا مُجْتَمِعَةً فِي
كَلِمَةٍ أَوْ مُتَفَرِّقَةً فِي كَلِمَاتٍ،
Ulama kita
mengatakan, sepakat imam-imam ahli fatwa atas lazim jatuh talaq tiga pada
kalimat yang satu. Ini pendapat jumhur salaf. Pendapat Thawus dan sebagian ahli
dhahir bahwa talaq tiga pada kalimat yang satu jatuh satu adalah syaz (ganjil).
Pendapat Thawus ini diriwayat dari Muhammad ibn Ishaq dan Hajjaj bin Arthah.
Ada yang mengatakan, keduanya ini berpendapat tidak jatuh apapun. Ini juga
pendapat Muqatil. Dihikayah dari Daud, beliau mengatakan tidak jatuh talaq.
Yang masyhur dari Hajjaj bin Arthah, jumhur salaf dan para imam lazim jatuh
talaq tiga dan tidak ada perbedaan antara dijatuhkan talaq tiga itu secara berhimpun
pada kalimat yang satu atau terpisah-pisah dalam beberapa kalimat. [8]
9. Ibnu Hajar
al-Haitami ketika menyebut contoh-contoh dimana Ibnu Taimiyah kerap
menyalahi ijmak ulama, menyebut contoh
yang keenam, yakni :
وَأَن الطَّلَاق الثَّلَاث
يُردُّ إِلَى وَاحِدَة،
Dan sesungguhnya
talaq tiga dikembalikan kepada satu.[9]
10.
Dalam Bughyatulmustarsyidin
disebutkan :
طلقها
ثلاثاً في مجلس واحد وأراد تقليد القائل وهو ابن تيمية بأنها تحسب واحدة لم يجز له
ذلك ، وقد غلطه العلماء وأجمعوا على عدم جوازه وهو من تجري جهلة العوام اهـ
Apabila
seseorang mentalaq tiga isterinya dalam satu majelis dan menginginkan taqlid
kepada yang berpendapat dihitung jatuh satu, yakni Ibnu Taimiyah, maka itu
tidak boleh. Para ulama telah menyatakan salah pendapat tersebut dan telah terjadi
ijmak ulama tidak boleh taqlidnya. Ibnu Taimiyah termasuk orang yang
memperlakukan dirinya sebagai ‘awam yang bodoh.[10]
11.
Muhammad ‘Ali al-Shabuny
dalam tafsirnya mengatakan :
أقول كل ما استدل به الفريق الثاني لا يقوى على رد أدلة
الجمهور وعلى إجماع الصحابة ، وكفى بهذا الإجماع حجة وبرهانا وهذا ما ندين الله عز
وجل به . ونعتقد أنه الصواب ، لأن مخالفة إجماع الصحابة وإجماع الفقهاء ليس بأمر
اليسير
Aku katakan,
setiap dalil yang dikemukakan oleh golongan kedua (yang berpendapat talaq tiga
dalam satu kalimat jatuh satu) tidak kuat untuk menolak dalil-dalil jumhur dan
ijmak sahabat. Dengan ijmak ini memadai sebagai hujjah dan dalil. Dengan
pendapat ini, kami beragama kepada Allah dan kami mengi’tiqad inilah yang
benar, karena menyalahi ijmak sahabat dan ijmak para fuqaha bukanlah urusan
sepele.[11]
12.
Zarkasyi dalam
al-Mantsur fi al-Qawa’id menjelaskan :
مدار
نقض الحكم على تبين الخطأ والخطأ إما في إجتهاد الحاكم في الحكم الشرعي حيث تبين
النص أو الإجماع أو القايس الجلي بخلافه
Pusaran gugur
hukum adalah nyata salah. Tersalah itu adakalanya pada ijtihad hakim pada hukum
syar’i karena nyata ada nash, ijmak atau qiyas jaliy yang menyalahinya.[12]
[1] Ibnu Mulaqqin, al-Tauzhih li Syarh Jami’i al-Shahih, Wazarah
al-Auqaf wa Syu-un al-Islamiyah, Qathar, Juz. XXV, Hal. 216
[2] Muhammad Amin al-Kurdy, Tanwirul Qulub, Thaha Putra, Semarang , Hal. 361
[5] Abd al-Hadi, Sair
al-Hattsi ila ‘Ilm al-Thalaq al-Tsalats, Dar al-Basyair al-Islamiyah, Beirut,
Hal. 31
[12] Imam Zarkasyi, Al-Mansur fi al-Qawaid, Wazarah al-Auqaf wa al-Syu-un al-Islamiyah bi
Kuwait, Juz. II, Hal. 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar