Renungan

Minggu, 14 Januari 2018

Rahasia shalat dan berjama’ah

Menurut Izzuddin Abdussalam, dalam shalat ada empat hak, yakni :
1.    Hak Allah Ta’ala
2.    Hak Rasulullah SAW
3.    Hak diri mukallaf
4.    Hak hamba
            Adapun hak Allah Ta’ala terdapat pada niat, takbir, tasbih, tahiyyat, berdiri, duduk, rukuk dan sujud. Demikian juga yang terkait dengannya berupa duduk tawarruk, duduk iftirasy, menahan dari berbicara dan melakukan perbuatan yang banyak.
            Sedangkan hak Rasulullah SAW terdapat pada tiga katagori, yakni :
a.       Mendo’akan keselamatan (salam) atas Rasulullah SAW pada akhir shalat serta mendo’akan tarahhum (rahmat) dan kerberkahan
b.      Membaca shalawat kepada beliau pada tasyahud akhir dan tasyahud awal
c.       Syahadah dengan risalah
Adapun hak diri mukallaf terdapat seperti pada do’anya dengan hidayah dan minta pertolongan atas ibadah dalam al-Fatihah, doa qunut dan do’a-doa lain yang terkhusus kepada mukallaf pada sujud, rukuk, doa iftitah, duduk antara dua sujud, pada akhir shalat, ta’awwuz dari syaithan, keselamatan (salam) atas dirinya pada ucapan “salaamun ‘alainaa”
Adapun hak hamba terdapat pada do’anya dengan hidayah dan minta pertolongan atas ibadah dalam al-Fatihah, doa qunut, keselamatan (salam) atas hamba yang shalihin. Demikian juga shalawat atas keluarga Rasulullah SAW dan dua salam untuk yang hadir pada akhir shalat.
Pada akhir pembahasan di atas, Izzuddin Abdussalam menutup dengan mengatakan, karena shalat mencakup kepada hak-hak ini, maka shalat termasuk dalam katagori seutama-utama amal.[1]
            Sedangkan berjama’ah, Izzuddin Abdussalam menjelaskan ada dua makna dari berjama’ah, yakni :
1.    Iqtida’ (mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya)
2.    ijtima’ (berkumpul) dalam iqtida’.
                 Disyari’atkan berkumpul dalam iqtida’, karena berkumpul dalam ta’zhim merupakan ta’zhim yang kedua (ta’dhim pertama ; itida’ itu sendiri dan ta’zhim kedua berkumpul dalam iqtida’). Izzuddin Abdussalam memberikan ilustrasi, para pelayan dan tentara raja apabila berkumpul dalam jumlah yang banyak, maka berkumpul itu menyebabkan rasa lebih agung dan ta’zhim dalam hati. Apabila seorang raja berjalan sendiri, sedangkan mereka dalam keadaan terpisah-pisah atau raja duduk sendirian, sedangkan mereka menjauhinya, maka tidak muncul rasa keagungan dan ta’zhim sebagaimana muncul di saat berkumpul.[2]






[1] Izzuddin Abdussalam, al-Qawa’id al-Kubraa, Dar al-Qalam, Damsyiq, Juz. I, Hal. 221
[2] Izzuddin Abdussalam, al-Qawa’id al-Kubraa, Dar al-Qalam, Damsyiq, Juz. I, Hal.220- 221

Tidak ada komentar:

Posting Komentar