Menurut Izzuddin
Abdussalam, dalam shalat ada empat hak, yakni :
1. Hak Allah
Ta’ala
2. Hak Rasulullah
SAW
3. Hak diri
mukallaf
4. Hak hamba
Adapun hak Allah Ta’ala terdapat pada niat, takbir,
tasbih, tahiyyat, berdiri, duduk, rukuk dan sujud. Demikian juga yang terkait
dengannya berupa duduk tawarruk, duduk iftirasy, menahan dari berbicara dan
melakukan perbuatan yang banyak.
Sedangkan hak Rasulullah SAW terdapat pada tiga katagori,
yakni :
a.
Mendo’akan keselamatan (salam)
atas Rasulullah SAW pada akhir shalat serta mendo’akan tarahhum (rahmat) dan
kerberkahan
b.
Membaca shalawat kepada
beliau pada tasyahud akhir dan tasyahud awal
c.
Syahadah dengan risalah
Adapun hak diri mukallaf terdapat
seperti pada do’anya dengan hidayah dan minta pertolongan atas ibadah dalam
al-Fatihah, doa qunut dan do’a-doa lain yang terkhusus kepada mukallaf pada
sujud, rukuk, doa iftitah, duduk antara dua sujud, pada akhir shalat, ta’awwuz
dari syaithan, keselamatan (salam) atas dirinya pada ucapan “salaamun ‘alainaa”
Adapun hak hamba terdapat pada do’anya
dengan hidayah dan minta pertolongan atas ibadah dalam al-Fatihah, doa qunut, keselamatan
(salam) atas hamba yang shalihin. Demikian juga shalawat atas keluarga
Rasulullah SAW dan dua salam untuk yang hadir pada akhir shalat.
Pada akhir pembahasan di atas, Izzuddin
Abdussalam menutup dengan mengatakan, karena shalat mencakup kepada hak-hak
ini, maka shalat termasuk dalam katagori seutama-utama amal.[1]
Sedangkan berjama’ah, Izzuddin Abdussalam menjelaskan ada
dua makna dari berjama’ah, yakni :
1. Iqtida’ (mengikuti
perintah Allah dan Rasul-Nya)
2. ijtima’
(berkumpul) dalam iqtida’.
Disyari’atkan
berkumpul dalam iqtida’, karena berkumpul dalam ta’zhim merupakan ta’zhim yang
kedua (ta’dhim pertama ; itida’ itu sendiri dan ta’zhim kedua berkumpul dalam iqtida’).
Izzuddin Abdussalam memberikan ilustrasi, para pelayan dan tentara raja apabila
berkumpul dalam jumlah yang banyak, maka berkumpul itu menyebabkan rasa lebih
agung dan ta’zhim dalam hati. Apabila seorang raja berjalan sendiri, sedangkan
mereka dalam keadaan terpisah-pisah atau raja duduk sendirian, sedangkan mereka
menjauhinya, maka tidak muncul rasa keagungan dan ta’zhim sebagaimana muncul di
saat berkumpul.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar