Dalam kajian fiqh dijelaskan rukhsah
(keringanan) dalam melaksanakan perintah syara’ terbagi kepada tiga katagori :
1. Wajib dilaksanakannya, seperti makan bangkai
bagi yang mudharat
2. Lebih utama meninggalkannya seperti menyapu
sepatu sebagai ganti membasuh kaki pada wudhu’
3. Lebih utama melaksanakannya, seperti qashar dan
mengakhirkan shalat dhuhur sampai waktu dingin saat sangat panas. (Majmu’
Syarah al-Muhazzab : IV/336)
Adapun puasa dalam keadaan musafir
panjang, Imam mazhab empat,
mayoritas para sahabat dan tabi'in serta ulama sesudah mereka berpendapat bahwa
puasa dibolehkan dan sah. (Majmu’ Syarah al-Muhazzab : VI/264).
Dalil pendapat ini sabda Nabi SAW berbunyi :
“Sesungguhnya Hamzah bin ‘Amr pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Apakah
aku berpuasa dalam perjalanan?." Beliau bersabda, "Jika engkau mau,
berpuasalah. Dan jika engkau ingin, maka berbukalah." (muttafqun
‘alaihi)
Adapun mana yang lebih utama, puasa atau berbuka?. Rinciannya
sebagai berikut :
1.
Jika puasa dan berbuka
sama-sama mudah dilakukan, maka berpuasa lebih utama. Ini merupakan pendapat
Imam Syafi’i, Abu Hanifah, Malik dan lainnya. Adapun Ahmad bin Hanbal dan Ibnu
al-Maajisyuun al-Maliki berpendapat sebaliknya.(Majmu’ Syarah
al-Muhazzab : VI/264). Dalil pendapat tiga Imam mazhab di atas antara
lain :
Dari Abu
Sa’id al-Khudri ra, ia berkata: “Kami pernah perang bersama Rasulullah
SAW di bulan Ramadlan. Di antara kami ada yang puasa dan ada yang berbuka. Yang
puasa tidak menyalahkan yang berbuka, demikian juga sebaliknya. Mereka menilai,
siapa yang merasa kuat lalu puasa maka itu baik dan siapa yang merasa tidak
kuat lalu berbuka, maka itu baik.” (Shahih Muslim)
2.
Jika di sebagian waktu
puasa dikuatirkan memberatkannya, maka dalam keadaan seperti ini berbuka lebih utama,
karena mengambil amal yang memberatkannya padahal syari'at telah memberikan
keringanan. Rasulullah SAW bersabda :
Bukan termasuk kebaikan, berpuasa ketika musafir. (H.R.Bukhari)
An-Nawawi mengatakan,
Hadis-hadis yang dijadikan dalil oleh ulama yang menyalahinya
(berpendapat lebih utama berbuka) diposisikan kepada orang yang merasa mudharat
ketika berpuasa. Sebagian hadits telah menegaskan demikian. Dan harus kita
pahami demikian, agar bisa mengkompromikan semua hadits (Majmu’ Syarah al-Muhazzab : VI/265)
3.
Seandainya puasa dapat
membahayakan diri dan tubuh orang berpuasa, maka puasa menjadi haram baginya.
Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah r.a, Rasulullah
SAW keluar (dari Madinah) menuju Mekkah untuk menaklukan kota Mekkah di bulan
Ramadhan. Beliau berpuasa hingga sampai di Kura' al Ghamim, maka manusia
berpuasa bersamanya. Lalu beliau minta diambilkan bejana yang berisi air. Lalu
beliau mengangkat bejana tersebut agar manusia melihatnya, kemudian minum air
dari bejana tersebut. Dilaporkan kepada beliau sebagian manusia tetap berpuasa.
Lalu beliau bersabda, "Mereka telah bermaksiat. Mereka telah bermaksiat."
(H.R. Muslim)
Wallahua’lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar