Renungan

Kamis, 27 Juli 2023

Daur dan Tasalsul dalam pembuktian adanya Tuhan

 

A. Pengertian Daur

Devinisi daur yang dikemukakan oleh Syeikh al-Dusuqi sebagai berikut :

توقف الشيئ على ما يتوقف عليه

Bergantungnya sesuatu kepada sesuatu yang lain yang bergantung kepada sesuatu itu.(Hasyiah al-Dusuqi ‘ala Umm al-Barahiin : 154)

Maksudnya, bergantung wujud sesuatu kepada yang lain, sedangkan yang lain ini juga bergantung wujudnya kepada sesuatu tersebut (saling ketergantungan). Daur ini terbagi menjadi dua, pertama daur sharih, kedua daur mudhmar.

Daur Sharih adalah daur dengan dua martabat atau dua nisbah (dua sisi pandang). Misalnya Zaid menciptakan si Umar, sedangkan Umar menciptakan si Zaid. (Hasyiah al-Dusuqi ‘ala Umm al-Barahiin : 155). Pada contoh ini, Umar bergantung wujudnya kepada Zaid, pada saat yang sama Zaid juga bergantung wujudnya kepada Umar yang bergantung wujudnya kepada Zaid. Maka apabila dilihat dari dua sisi pandang, yaitu dirinya sebagai pencipta yang lain dan yang lain sebagai pencipta dirinya, maka masing-masing dari wujud Zaid dan wujud Umar terdahulu dari dirinya sendiri. Demikian juga apabila dilihat dari dua sisi pandang lain, yaitu dirinya sebagai ciptaan yang lain dan yang lain sebagai ciptaan dirinya, maka masing-masing dari wujud Zaid dan wujud Umar terkemudian dari dirinya sendiri. Dari penjelasan ini, maka dapat dirincikan sebagai berikut :

Dua nisbah pada taqaddum (terdahulu)

1.  Dilihat sisi pandang dirinya sebagai pencipta Umar dan sekaligus sebagai ciptaan Umar, maka wujud Zaid terdahulu dari dirinya sendiri. (nisbah pertama)

2.  Dilihat sisi dirinya sebagai pencipta Umar, maka wujud Zaid terdahulu dari Umar (nisbah kedua)

Dua nisbah pada taakhur (belakangan)

1.  Dilihat sisi pandang dirinya sebagai ciptaan Umar dan sekaligus sebagai pencipta Umar, maka wujud Zaid belakangan dari dirinya sendiri. (nisbah pertama)

2.  Dilihat sisi dirinya sebagai ciptaan Umar, maka wujud Zaid belakangan dari Umar (nisbah kedua)

(Hasyiah al-Syarqawi ‘ala Syarh al-Hudhudiy : 102)

Daur Mudhmar atau daur tersembunyi adalah daur dengan banyak martabat atau nisbah (lebih dari dua sisi pandang). Misalnya, Zaid menciptakan Umar, sedangkan Umar menciptakan Bakri, lalu Bakri menciptakan Zaid. Setiap masing-masing dari tiga ini duluan wujud dari dirinya sendiri dengan tiga sisi pandang. (Hasyiah al-Dusuqi ‘ala Umm al-Barahiin : 155). Dalam Hasyiah al-Syarqawi disebut contohnya, Zaid menciptakan Umar, sedangkan Umar menciptakan Bakri, lalu salah satu dari keduanya, yaitu Bakri atau Umar menciptakan Zaid. Pada contoh ini, apabila Zaid diciptakan oleh Umar, maka yang terjadi adalah sebagaimana pada daur sharih. Adapun apabila Zaid diciptakan oleh Bakri, maka Zaid terdahulu dari dirinya sendiri dalam tiga sisi pandang dan belakangan dari dirinya sendiri dalam tiga sisi pandang juga, yaitu :

Tiga nisbah pada taqaddum (terdahulu)

1.  Dilihat sisi pandang dirinya sebagai pencipta Umar dan sekaligus sebagai ciptaan Bakri,  maka wujud Zaid terdahulu dari dirinya sendiri. (nisbah pertama)

2.  Dilihat sisi pandang dirinya sebagai pencipta Umar, maka wujud Zaid terdahulu dari Umar (nisbah kedua)

3.  Dilihat sisi pandang Bakri belakangan dari Umar karena Umarlah yang  menciptakan Bakri, maka wujud Zaid terdahulu dari Bakri (nisbah ketiga)

Tiga nisbah pada taakhur (belakangan)

1.  Dilihat sisi pandang dirinya sebagai ciptaan Bakri dan sekaligus sebagai pencipta Umar yang menciptakan Bakri, maka wujud Zaid belakangan dari dirinya sendiri (nisbah pertama)

2.  Dilihat sisi pandang Umar sebagai pencipta Bakri dan Bakri sebagai pencipta Zaid, maka wujud Zaid belakangan dari Umar (nisbah kedua)

3.  Dilihat sisi pandang Zaid sebagai pencipta Umar, dan Umar sebagai pencipta Bakri dan Bakri sebagai pencipta Zaid, maka wujud Zaid belakangan dari Bakri (nisbah ketiga)

(Hasyiah al-Syarqawi ‘ala Syarh al-Hudhudiy : 102)

Mengapa daur mustahil adanya?

Dalam uraian di atas, secara gamblang (dharuri) kita dapat menemukan dari daur pada uraian taqaddum dan taakhur keniscayaan terjadi saling bertentangan satu sama lainnya sesuai dengan rincian berikut :

1.  Pada daur sharih ;

-   Nisbah pertama pada taqaddum saling bertentangan dengan nisbah pertama pada taakhur

-   Nisbah kedua pada taqaddum saling bertentangan dengan nisbah kedua pada taakhur

2.  Pada daur mudhmar ;

-   Nisbah pertama pada taqaddum saling bertentangan dengan nisbah pertama pada taakhur

-   Nisbah kedua pada taqaddum saling bertentangan dengan nisbah kedua pada taakhur

-   Nisbah ketiga pada taqaddum saling bertentangan dengan nisbah ketiga pada taakhur

Saling bertentangan yang terjadi pada satu fenomena ini adalah mustahil dan tidak rasional menurut akal sehat. Disamping itu, akal sehat kita dapat dipastikan tidak akan menerima seandainya suatu wujud lebih dahulu wujudnya dari wujud dirinya sendiri. Ini jelas mustahil.

B. Pengertian Tasalsul

Devinisi daur yang dikemukakan oleh Syeikh al-Dusuqi sebagai berikut :

ترتيب أمور غير متناهية

Rangkaian sesuatu yang tidak terbatas .(Hasyiah al-Dusuqi ‘ala Umm al-Barahiin : 154)

 

Atau dengan kata lain, tasalsul adalah satu rangkaian yang tak terbatas dari sebab-sebab dan akibat-akibat dimana tak akan pernah berhenti pada sebab pertama. Misalnya alam yang nampak dengan kasat mata ini merupakan akibat dari wujud (A) yang merupakan akibat dari wujud (B) dan wujud (B) sebagai akibat dari wujud (C) dan juga wujud (C) adalah akibat dari wujud (D) dan seterusnya dan rangkaian ini terus berlanjut hingga tak terbatas dan tak berakhir. Rangkaian yang tidak terbatas ini para ulama ilmu kalam menamakannya dengan tasalsul dan mereka sepakat dihukum mustahil keberadaannya.

Mengapa Tasalsul mustahil adanya?

Jawabannya : seandainya kita terima wujud rangkaian yang tidak terbatas sebagaimana dalam uraian di atas, maka akan ada rangkaian banyak hawadits (yang baharu) yang tidak ada awal sampai tidak terbatas yang dimulai dari alam ini sampai ke A, B,C,D dan seterusnya dan seterusnya sampai tidak terbatas. Mari kita buktikan dengan burhan al-thathbiiq dengan pengandaian menjadikan rangkaian mulai dari akibat (ma’lul) yang terakhir yaitu (D) sampai kepada yang tidak terbatas menjadi satu penjumlahan (penjumlahan pertama). Kemudian menjadikan rangkaian dari akibat (ma’lul) sebelumnya yaitu (C) kemudian (D) sampai kepada yang tidak terbatas menjadi satu penjumlahan (penjumlahan kedua). Apabila kita jumlahkan masing-masing dari kedua penjumlahan tadi (penjumlahan pertama dan kedua), yaitu (D) + (yang tidak terbatas) = tidak terbatas. Kemudian (C) + (D) + (yang tidak terbatas) = tidak terbatas. maka hasilnya sama, yaitu jumlah yang tidak terbatas. Ini menghasilkan suatu yang mustahil. Karena konsekwensinya, bagian (naaqis) menjadi sama dengan yang sempurna (kaamil). Penjumlahan pertama bagian dari penjumlahan kedua. Karena setiap rangkaian pada pertama merupakan bagian dari penjumlahan kedua, tidak sebaliknya. Karena (C) pada penjumlahan kedua tidak termasuk rangkaian pertama. (Hasyiah al-Dusuqi ‘ala Umm al-Barahiin : 154)

C. Daur dan Tasalsul dalam pembuktian adanya Tuhan

Para ahli ilmu kalam membagi al-maujudat (zat yang ada) menjadi dua : 

1.  Mumkin al-wujud Lizatih (sesuatu yang boleh ada dan boleh tidak ada) 

2.  Wajib al-wujud lizatih (sesuatu yang harus ada dan mustahil tidak ada)

Segala sesuatu yang ada tidak akan pernah keluar dari dua jenis eksistensi tersebut. Jika kita mengatakan sesuatu yang ada ini merupakan mumkin al-wujud, maka adanya tersebut bisa jadi dia diadakan atau diciptakan oleh yang wajib ada tanpa ada sebab lagi diatasnya (wajibul wujud). Jika benar seperti itu maka kita sudah menemukan kesimpulan yang kita cari, yaitu Tuhan itu ada. Tapi jika kita katakan yang ada tersebut (mumkin al-wujud) disebabkan oleh mumkinul wujud yang lain, maka akan lahir tiga kemungkinan :

1.  ia akan tetap berakhir kepada wajib al-wujud sebagai Pencipta segalanya,

2.  akan terjadi daur 

3.  dan yang ketiga akan terjadi tasalsul

Kemungkinan kedua dan ketiga, mustahil terjadi sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam pembahasan daur dan tasalsul di awal tulisan ini, maka tersisa kemungkinan pertama yaitu adanya Tuhan sebagai pencipta sesuatu yang mumkin al-wujud  

Wallahua’lam bisshawab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar