Dalam Shahih al-Bukhari
disebutkan :
قَالَ عُرْوَةُ:
وَثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ، كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا
فَأَرْضَعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا مَاتَ أَبُو
لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ، قَالَ لَهُ: مَاذَا لَقِيتَ؟
قَالَ أَبُو لَهَبٍ: لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ
بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ
“Urwah berkata: Tsuwaibah
adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu, Abu Lahab membebaskannya, lalu
Tsuwaibah pun menyusui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ketika Abu Lahab
meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian kerabatnya di alam mimpi dengan
keadaan yang memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya: “Apa yang telah kamu
dapatkan?” Abu Lahab berkata.”Setelah kalian, aku belum pernah mendapati
sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah.”[1]
Menurut al-Suhailiy, yang dimaksud dengan
kerabatnya itu adalah Sayyidina Abbas r.a. sebagaimana kutipan Ibnu Hajar
al-Asqalany dalam kitab Fathul Baru, yaitu :
وَذَكَرَ
السُّهَيْلِيُّ أَنَّ الْعَبَّاسَ قَالَ لَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ
رَأَيْتُهُ فِي مَنَامِي بَعْدَ حَوْلٍ فِي شَرِّ حَالٍ فَقَالَ مَا لَقِيتُ
بَعْدَكُمْ رَاحَةً إِلَّا أَنَّ الْعَذَابَ يُخَفَّفُ عَنِّي كُلَّ يَوْمِ
اثْنَيْنِ قَالَ وَذَلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وُلِدَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَكَانَتْ ثُوَيْبَةُ بَشَّرَتْ أَبَا لَهَبٍ
بِمَوْلِدِهِ فَأَعْتَقَهَا
“al-Suhailiy
mengatakan, bahwa Ibnu Abbas berkata: ketika Abu Lahab mati, setahun kemudian
aku melihatnya dalam mimpi dalam kondisi yang buruk. Ia berkata: aku –setelah
meninggalkan kalian—tidak pernah merasakan jeda istirahat dari siksa, melainkan
azab diringankan setiap hari Senin. Abu Lahab menjelaskan: Itu karena saat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari Senin, waktu ia diberi kabar
oleh Tsuwaibah atas kelahirannya, maka Abu Lahab membebaskannya (Tsuwaibah)”.[2]
Komentar para
ulama :
I.
Mengomentari hadits ini, Ibnu
Hajar al-Asqalani menjelaskan :
1.
Dhahir hadits ini Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah sebelum menyusui Nabi
SAW. Sementara dalam kitab-kitab sejarah berbeda, yakni Abu Lahab
memerdekakannya sebelum hijrah jauh setelah menyusui.
2.
Hadits ini menunjukan bahwa amalan balik dari kafir kadang bermanfaat di
negeri akhirat, namun kesimpulan ini
menyalahi dhahir ayat al-Qur’an. Karena Allah Ta’ala berfirman :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا من عمل
فجعلناه هباء منثورا
Kami perlihatkan
segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu debu yang
berterbangan. (Q.S. al-Furqan : 23)
3.
Menjawab kemusyikilan pada point pertama, Ibnu Hajar menjawab :
a.
Hadits ini mursal dari Urwah, beliau tidak menyebutkan dari siapa beliau
meriwayat hadits ini.
b.
Seandainya hadits ini bersambung sanadnya, berita dalam hadits tersebut
merupakan mimpi. Sedangkan mimpi tidak dapat menjadi hujjah. Lagi pula barangkali
orang yang bermimpi pada waktu itu belum menjadi muslim. Karena itu, tidak menjadi
hujjah.
c.
Sandainya kandungan hadits ini dapat diterima, kemungkinannya hal
tersebut dikhususkan yang berhubungan dengan Nabi SAW dengan dalil kisah Abu
Thalib yang diringankan azabnya. Berdasarkan riwayat bahwa Abu Thalib
diringankan dari azab kobaran api neraka kepada yang lebih ringan.
d.
Al-Baihaqi mengatakan, berita-berita yang warid yang menjelaskan batal
semua kebaikan bagi orang kafir, maknanya adalah para kafir tersebut tidak
terlepas dari api neraka dan juga tidak akan masuk syurga. Akan tetapi bisa
saja karena kebaikan yang mereka amalkan, mereka diringankan azab dari
dosa-dosa yang menimpa mereka selain
dosa kekufuran. Adapun perkataan Qadhi ‘Iyadh telah terjadi ijmak orang kafir
tidak bermanfaat amalan mereka dan tidak akan diberikan nikmat karenanya serta
tidak akan diringankan azab meskipun sebagian mereka mendapat azab lebih berat
dari sebagian yg lain. Ijmak ini tidak menolak kemungkinan yang telah disebut
oleh al-Baihaqi. Karena semua yang warid di atas adalah yang berhubungan dengan
dosa dosa kekufuran. Adapun dosa-dosa selain kufur, maka tidak ada yang
menghalangi untuk diringankannya. Al-Qurthubi mengatakan, keringanan ini khusus
dengan ini (selain dosa kufur) dan dengan yang warid nash tentangnya.
4. Namun dalam al-Hasyiah,
Ibnu Munir mengatakan, di sini ada dua ketetapan. Yang pertama mustahil, yakni
i’tibar taat si kafir pada saat kufurnya karena syarat taat terjadi dengan
qashad yang shahih, padahal syarat ini tidak ada. Yang kedua, memberikan pahala
si kafir atas sebagian amalnya merupakan karunia dari Allah Ta’ala. Ini tidak
dikesampingkan oleh akal. Apabila ini
merupakan satu ketetapan, maka Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah bukanlah qurbah
yang mu’tabar, akan tetapi bisa saja Allah mengkaruniakan Abu Lahab dengan apa
yang dikehendaki-Nya sebagaimana Allah mengkaruniakan kepada Abu Thalib. Karena
itu, yang menjadi ikutan dalam hal demikian adalah tauqif baik nafi atau
itsbat. Ibnu hajar mengatakan, alhasil bahwa terjadi karunia tersebut karena mempermuliakan atas orang kafir yang terjadi
kebaikan padanya dan seumpamanya. Wallahua’lam. [3]
II.
Al-Qisthalaniy mengatakan, dengan
hadits ini dilakukan pendalilian bahwa amalan kebaikan orang kafir
kadang-kadang bermanfaat di negeri akhirat. Namun ini tertolak dengan dhahir
firman Allah Ta’ala. Kemudian beliau menyebut ayat al-Qur’an Surat al-Furqan :
23 diatas. Selanjutnya mengatakan, lebih-lebih lagi hadits ini merupakan hadits
mursal ‘Urwah dimana beliau tidak menyebut siapa yang menyampaikan hadits ini
kepada beliau. Seandainya hadits ini bersambung sanadnya, hadits ini juga tidak
dapat menjadi hujjah. Karena itu hanya mimpi, sedangkan mimpi tidak dapat menjadi
hujjah syar’iah. Namun demikian, kemungkinan hal-hal yang berhubungan dengan
Nabi SAW di kecualikan dari demikian dengan dalil keringanan azab pada Abu
Thalib yang diriwayat dalam hadits shahih. Sebelumnya al-Qiisthalaniy
mengatakan, dhahir hadits ini Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah sebelum menyusui
Nabi SAW. Sementara dalam kitab-kitab sejarah berbeda, yakni Abu Lahab
memerdekakannya sebelum hijrah jauh setelah menyusui.[4]
III. Ibnu Bathal dalam kitabnya Syarah Shahih al-Bukhari, setelah menjelaskan
kemungkinan diringankan azab orang kafir dalam api neraka sebagaimana
penjelasan dua ulama di atas, beliau mengatakan, shahih pendapat ulama yang
mentakwilkan hadits yang datang dari Allah (hadits Qudsi) :
أن
رحمته سبقت غضبه
“Sesungguhnya rahmat Allah dapat
mengalahkan kemurkaan-Nya.”
dengan makna rahmat Allah Ta’ala
tidak terputus dari ahli neraka yang kekal di dalamnya, karena kekuasaan Allah
Ta’ala dapat menciptakan atas mereka azab dimana azab tersebut bagi mereka
merupakan rahmat dan keringanan dibandingkan dengan asal azabnya.[5]
IV. Imam al-Suyuthi dalam risalah kecil beliau, Hasan al-Maqshid fi ‘amal
al-Maulid dalam berhujjah keutamaan memperingati maulid Nabi SAW, beliau mengatakan
pernah melihat dalam kitab ‘Arf al-Ta’rid bi Maulid al-Syarif karangan
al-Hafidh Syamsuddin bin al-Jazriy yang berhujjah keutamaan memperingati maulid
Nabi SAW dengan kisah Abu Lahab di atas. Demikian juga dalam kitab maurid
al-Shaadiy fi Maulid al-Haadiy karangan al-Hafidh Naashiruddin al-Dimasyqiy
yang berbunyi : “Sesungguhnya shahih bahwa Abu Lahab diringankannya dari azab api neraka pada sekitar hari Senin dengan sebab memerdekakan Tsuwaibah
karena merasa gembira lahir nya Nabi SAW.[6]
Penutup
Tulisan ini hanya sekedar penambah wawasan
kita terhadap pemahaman hadits di atas. Penulis tidak dalam posisi membuat
sebuah kesimpulan terhadap pemahaman-pemahaman para ulama di atas. Akhirnya,
penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi kaum
muslimin. Insya Allah.
[1]
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. VII, Hal. 9, No 5101
[2]
Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz.
IX, Hal. 145
[3] Ibnu
Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. IX,
Hal. 146
[4] Al-Qishthalaniy,
Irsyad al-Saariy li syarh Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz.
VIII, Hal. 31-32
[5]
Ibnu Bathal, Syarah Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz.
VII, Hal. 195-196
[6] Al-Suyuthi,
al-Hawi lil Fatawi, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal.
196-197
Tidak ada komentar:
Posting Komentar