Senin, 29 April 2013

Menjawab beberapa pertanyaan disekitar masalah cara mengikuti imam dalam berjama'ah


Assalamu'alaikum Syaikhuna.
saya ingin bertanya bertanya beberapa pertanyaan tentang shalat berjamaah..
1.    bagaimana jika seorang makmum sengaja menunda-nunda takbiratul ihram padahal ia telah tiba di mesjid sejak awal, apakah ia wajib membaca surat alfatihah sampai habis sehingga baru dihitung satu rakaat bagi nya, atau fatihahnya ikut ditanggung imam? 
2.    Jika imam terlalu cepat membaca alfatihah lalu ia ruku, sedangkan makmum belum selesai baca fatihah karena kecepatan bacaannya normal saja (tidak cepat). bolehkah makmum langsung ruku' tanpa menghabiskan bacaan alfatihah?
3.    Jika bacaan fatihah imam normal sedangkan bacaan fatihah makmum lambat baik karena was-was (namun was-wasnya tidak parah) atau bukan karena was-was. bolehkah ia langsung ruku setelah imam ruku' tapi ia belum menghabiskan bacaan fatihahnya?
4.    Jika kecepatan bacaan alfatihah imam normal sedangkan bacaan makmum lambat karena was-was yg sangat parah. apa yg harus dilakukannya, apakah ia wajib mengahabiskan bacaan alfatihah atau langsung ruku'?
5.    saya pernah mendengar bahwa makmum tidak boleh tertinggal lebih dari dua rukun fi'li dari imam. namun saya juga pernah mendengar pendapat kedua bahwa makmum tidak boleh tertinggal lebih dari tiga rukun fi'li imam, misalnya imam sedang sujud pertama dan makmum masih berdiri membaca fatihah, jadi ia harus langsung ruku sebelum imam selesai sujud yg pertama..... bagaimana penjelasan sebenarnya tentang masalah ini?
6.    bagaimana ta'rif/definisi masbuq dalam shalat?
Jika Syaikhuna punya waktu, mohon Syaikhuna buat rangkuman atau khulashah ttg masalah2 seperti di atas supaya kami mudah mengamalkan.
JazakaLlah Khairan Katsira, Syaikhuna
wassalam
Jawab :
‘Alaikumussalam wr wb
Sebelum menjawab beberapa pertanyaan di atas, perlu dijelaskan di sini lebih dahulu beberapa hal yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, yaitu :

a.    Pengertian masbuq,
وهو من لم يدرك من قيام الامام قدرا يسع الفاتحة بالنسبة الى القراءة المعتدلة
Artinya : Masbuq adalah setiap orang yang tidak mendapati berdiri imam dalam ukuran yang dapat memungkinkan dibaca semua fatihah dengan ukuran bacaan yang pertengahan.[1]

Berdasarkan devinisi ini, maka termasuk masbuq yaitu :
a). setiap orang yang tidak mendapati imam sama sekali pada saat imam berdiri (artinya pada saat makmum takbiratul ihram, imam sudah ruku’ atau rukun sesudah ruku’).
b). setiap orang yang mendapati imam sedang berdiri, tetapi ukurannya tidak sempat membaca qadar fatihah yang ukuran pertengahan kecepatan membacanya.
b. Pengertian muwafiq adalah sebalik masbuq, yaitu setiap orang yang mendapati berdiri imam dalam ukuran yang memuat bacaan fatihah dengan ukuran bacaan yang pertengahan.
c. diantara syarat berjama’ah adalah bagi yang tidak ‘uzur adalah tidak boleh berselisih makmum dengan imam dengan dua rukun fi’li (rukun yang terdiri dari perbuatan) dan bagi orang yang ‘uzur misalnya terlalu cepat bacaan imam, maka syaratnya adalah tidak boleh berselisih makmum dengan imam dengan lebih banyak dari tiga rukun yang panjang. I’tidal dan duduk antara dua sujud adalah rukun pendek.

Maka jawaban untuk pertanyaan pertama :
Menurut hemat kami, orang dengan sifat yang disebut pada pertanyaan pertama tetap disebut sebagai masbuq, karena memenuhi kriteria masbuq sebagaimana disebut dalam devinisi masbuq di atas, meskipun tindakan menunda-nunda takbiratul ihram bersama-sama imam merupakan tindakan yang tidak terpuji, namun tindakannya ini tidak mengeluarkannya dari kriteria masbuq.
Jawaban untuk pertanyaan kedua :
Kalau makmum tersebut tidak memenuhi kriteria masbuq, tetapi dia tidak mampu menghabiskan fatihah, sedangkan imam sudah ruku’, karena faktor imam terlalu cepat, maka makmum tersebut termasuk dalam katagori muwafiq yang ‘uzur, maka makmum itu wajib menghabiskan bacaan fatihah kemudian baru ruku’ dan seterusnya tetapi syaratnya tidak boleh berselisih dengan imam dengan lebih banyak dari tiga rukun yang panjang, misalnya makmum masih berdiri pada raka’at pertama, sedangkan imam sudah ruku’ pada raka’at kedua, maka ini batal shalatnya, karena sudah diselangi oleh empat rukun yang panjang, yaitu ruku’ pada raka’at pertama, dua buah sujud dan berdiri pada raka’at kedua. (I’tidal dan duduk antara dua sujud dianggap rukun pendek)
Jawaban untuk pertanyaan ketiga :
-       Apabila bacaan fatihah makmum lambat karena was-was, maka ini termasuk katagori muwafiq yang tidak ‘uzur, maka makmum itu wajib menghabiskan bacaan fatihah kemudian baru ruku’ dan seterusnya tetapi syaratnya tidak boleh berselisih dengan imam dengan dua rukun fi’li.
-       Apabila bukan karena was-was, maka termasuk katagori ‘uzur, maka makmum itu wajib menghabiskan bacaan fatihah kemudian baru ruku’ dan seterusnya tetapi syaratnya tidak boleh berselisih dengan imam dengan lebih banyak dari tiga rukun yang panjang
Jawaban untuk pertanyaan keempat :
Jawabannya sama dengan makmum lambat karena was-was pada jawaban untuk pertanyaan ketiga
Jawaban untuk pertanyaan kelima :
Sudah dijelaskan pada pembukaan jawaban-jawaban ini. Dengan demikian kedua hal yang Tgk dengar tersebut kedua-duanya benar, tentu dengan penempatan yang berbeda-beda.
Jawaban untuk pertanyaan keenam :
Devinisi masbuq sudah dijelaskan juga pembukaan jawaban-jawaban ini diatas.

Jawaban-jawaban kami diatas dengan merujuk kitab Fathul Mu’in beserta hasyiahnya, I’anah al-Thalibin Juz II, Hal. 31-36.
wassalam



[1] Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, semarang, Juz. II, Hal. 34-35

Minggu, 28 April 2013

Kriteria-kriteria Akidah Islam yang Benar Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah Oleh : Tgk Alizar Usman, S.Ag, M. Hum


A.    Akidah Ahlussunnah wal Jama’ah

Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan nama akidah yang disemat kepada kelompok yang haq, yang mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi SAW dan para salaful saleh. Kelompok ini merupakan kelompok terbesar di kalangan umat Islam. Rumusan mengenai akidah Ahlussunnah wal Jama’ah ini dibahas dalam ilmu akidah. Ilmu akidah disebut juga dengan ushuluddin, yaitu pokok-pokok agama seperti kepercayaan yang menyangkut dengan ketuhanan (ilahiyyat), kepercayaan yang menyangkut dengan kenabian (nubuwwat) dan kepercayaan yang menyangkut dengan hal-hal yang ghaib seperti mengenai hari akhirat, surga, neraka dan lain-lain.

Perkataan “Ahlusunnah wal Jama’ah” tersusun dari tiga kata, yaitu :

1.      Ahl, yang berarti keluarga, pengikut atau golongan

2.      Al-Sunnah, yang berarti jalan dan prilaku. Secara istilah, berarti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

3.      Al-Jama’ah, yang berarti kelompok mayoritas

Dalam Ushuluddin, istilah Ahlusunnah wal Jama’ah berarti aliran yang dianut oleh kelompok mayoritas umat Islam dengan mengikuti jalan-jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Ini sesuai dengan hadits Nabi SAW berbunyi :

تفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة فقالوا من هي يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابي

Artinya : Umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk dalam neraka kecuali satu golongan. Mereka mengatakan, “Siapakah yang satu golongan itu, Ya Rasulullah?”, Rasulullah SAW bersabda : “yang satu golongan itu adalah orang yang berpedoman sebagaimana pedomanku dan para sahabatku.” (H.R. Turmidzi).

 

            Zainuddin al-Iraqi menjelaskan, hadits di atas telah diriwayat oleh Turmidzi dengan kualiatas hasan dan dalam riwayat Abu Daud dari hadits Mu’awiyah dan Ibnu Majah dari hadits Anas dan Auf bin Malik : “Yang satu itu adalah al-jama’ah” dengan sanadnya bernilai jaid (baik).[1]

            Dalam perkembangan sejarah perjalanan pemahaman umat terhadap agamanya dalam bidang akidah, kelompok Ahlusunnah wal Jama’ah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Subki, terbagi dalam tiga golongan, yaitu :

1.    Ahli Hadits, pegangan mereka adalah dalil al-sam’iyah, yakni al-Kitab, al-Sunnah dan ijmak

2.      Ahli al-Nadhar al-Aqliyah, kelompok ini sepakat menggunakan akal dalam hal-hal dimana al-sam’iyah membutuhkan al-nadhar al-aqliyah padanya dan menggunakan dalil al-sam’iyah pada hal-hal dimana akal hanya mampu menetapkan jawaz (berkemungkinan) saja serta sepakat menggunakan al-aqliyah dan al-sam’iyah dalam masalah lainnya. Imam dari golongan ini adalah Imam al-Asy’ari dan al-Maturidy

3.      Ahli Wajdan dan Kasyaf, mereka ini adalah para ahli sufi. Pegangan mereka ini adalah al-nadhar dan hadits pada al-bidayah (awal perjalanan rohaninya) dan kasyaf dan ilham pada al-nihayah (puncak perjalanan rohaninya)[2]

Golongan sufi, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Subki di atas, meskipun dalam hal-hal tertentu berpegang dengan ksyaf dan ilham, namun tetap merujuk kepada al-Qur’an, al-Sunnah dan ijmak. Sehingga seandainya kasyaf dan ilhamnya itu bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah dan ijmak, maka kasyaf dan ilham tersebut tidak dapat diterima, karena tidak ada jaminan kasyaf dan ilham tersebut bukan datang dari bisikan syaithan. Karena itu, Zakariya al-Anshari mengatakan dalam kitab ushul fiqh karya beliau, Ghayatul Wushul :

Ilham yang terjadi pada manusia yang tidak ma’shum tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, karena tidak aman dari tipu daya syaithan” [3]

B.     Kriteria-Kriteria Aliran Sesat

Akidah yang benar yang dianut umat Islam di Aceh adalah akidah berdasarkan i’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. Ini secara tegas dapat diperhatikan dalam salah satu kriteria-kriteria aliran sesat yang dikeluarkan oleh MPU Aceh, yaitu Fatwa MPU Nanggroe Aceh Darussalam No. 04 Tahun 2007 tentang Pedoman Identifikasi Aliran Sesat, Bab IV, point ketiga, berbunyi :

“Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan I’tiqad Ahlus-Sunnah waljama’ah.

Berdasarkan point ketiga dari Bab IV dari fatwa MPU Aceh NO. 04 Tahun 2007 tersebut dapat dipahami bahwa suatu aliran yang bertentangan dengan akidah Ahlus-Sunnah waljama’ah dinyatakan sebagai aliran yang sesat di Aceh. Berikut ini kriteria-kriteria aliran sesat menurut fatwa MPU Aceh NO. 04 Tahun 2007 sebagai berikut :
1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6 (enam), yaitu beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada Kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari akhirat dan kepada Qadha dan Qadar dari-Nya.
2. Mengingkari salah satu dari rukun Islam yang 5 (lima), yaitu Mengucap dua kalimah syahadat, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji.
3. Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan I’tiqad Ahlus-Sunnah waljama’ah.
4. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an.
5. Mengingkari kemurnian dan atau kebenaran Al-Qur’an.
6. Melakukan penafsiran Al-Qur’an tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
7. Mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
8.Melakukan pensyarahan terhadap hadits tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu mushthalah hadits.
9. Menghina dan atau melecehkan para Nabi dan Rasul Allah.
10. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
11. Menghina dan atau melecehkan para sahabat Nabi Muhammad SAW.
12. Merubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syaria’at, seperti berhaji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak 5 waktu dan sebagainya.
13.Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i yang sah, seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan anggota kelompoknya
            MPU Aceh dalam fatwanya No. 08 Tahun 2012 menyebutkan beberapa pemahaman agama yang dihukum sesat dan menyesatkan dan bahkan sebagiannya dapat menjadi murtad, yaitu :
1. Pemahaman bahwa Haji tidak wajib bagi orang biasa dan dapat ditunaikan oleh ‘Abid dengan ruh saja tanpa jasad;
2. Pemahaman Shalat menurut tingkatan (Adanya shalat Abid yang tidak memerlukan syarat, rukun, wudhu` dan kaifiyat tertentu);
3. Pemahaman seorang Abid dapat melihat dan sudah pergi ke 50 alam termasuk alam ghaib; pergi dan melihat neraka, surga, dan alam kubur;
4. Pemahaman seorang Abid mempunyai pasukan malaikat dan menguasainya serta dapat memerintahkannya;
5. Pemahaman boleh makan dan minum di siang Ramadhan dengan niat tidak buka puasa dan tidak didepan umum;
6. Pemahaman boleh berjima` di siang Ramadhan dalam keadaan berpuasa;
7. Pemahaman Dalam belajar wajib tidak bertanya;
8. Pemahaman bahwa Shalat Jumat tidak wajib;
9. Pemahaman bahwa shalat yang wajib hanyalah Maghrib, Isya dan Shubuh. Sedangkan dhuhur dan Ashar boleh dilakukan atau tidak;
10. Pemahaman bahwa ada shalat yang tidak sama dengan shalat Rasulullah saw;
11. Pemahaman bahwa Ka`bah bukan kiblat didalam shalat tetapi Al-Quran yang menjadi kiblat Shalat;
12. Pemahaman bahwa Zakat tidak wajib;
13. Pemahaman bahwa Puasa Ramadhan tidak wajib;
14. Pemahaman bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi Syariat bukan Nabi Hakikat;
15. Pemahaman bahwa tatacara adab kepada Syeikh/Guru sebagai berikut:
a.       Fana` wujudnya dalam wujud gurunya;
b.      Yakin kepada guru lahir dan bathin, awal dan akhir apapun yang terjadi;
c.       Tidak boleh beramal tanpa izin dari guru baik shulok atau zikir lainnya karena tidak akan sampai kepada Allah;
d.      Tidak boleh mengambil keputusan sendiri tetapi harus dengan persetujuan guru walaupun gurunya menyalahi dalam ilmu syariat karena ilmunya diatas ketentuan Qudrah dan Af`al Allah;
e.       Tidak boleh bertanya kepada guru walaupun menyalahi syariat;
f.       Wajib menghormati guru dan ahli familinya walaupun menyalahi syariat;
g.      Pasrahkan hidup atas ketentuan Allah, Rasul-Nya dan gurunya;
h.      Wajib menyerahkan diri kepada guru, lahir dan bathin, awal dan akhir, jasadnya, rohnya dan nyawanya dalam ketentuan syeikh atau gurunya;
16. Pernyataan bahwa tinggalkan Iman diluar ruangan diskusi;
17. Pernyataan bahwa Ijma` bukan Hujjah Syar`iyyah;
18. Pernyataan bahwa Nabi Muhammad di dalam Gua Hira selama 40 hari bersama Allah Ta`ala;
19.Pernyataan bahwa pelopor Ahlussunnah wal Jamaah yaitu Imam Al-Asy`ari dan Imam Maturidi adalah musuh sunnah;
20. Pernyataan bahwa Al-Quran itu tidak benar karena buatan manusia.
            Dalam Fatwa MPU Aceh No. 06 Tahun 2009 dijelaskan beberapa masalah akidah sekaligus status hukumnya, yaitu sebagai berikut :
1.        Ungkapan “Manusia berasal dari Allah” dengan  mengunakan dalil  (Al-Baqarah : 156  :
إنا لله وإنا إليه راجعون

Pengertian manusia berasal dari Allah manusia merupakan limpahan dari zat Allah, Pen.)
Hukum : sesat dan menyesatkan
2.        Ungkapan ; “Beritikat ada wujud diri dosa”.
Hukum : Sesat menyesatkan
Ungkapan tersebut tidak memiliki rujukan baik al-Quran, al-Hadist, ijmak dan qias. Ungkapan ahli sufi “wujuduka zanbon” yang artinya : ada kamu itu dosa, hanya boleh untuk kalangan mereka sendiri dan tidak boleh disampaikan kepada orang awam karena bisa disalah tafsirkan .
3.        Ajaran tentang shalat terdiri atas 4 (empat) unsur, yaitu: Berdiri adalah api; ruku adalah angin; sujud adalah air dan duduk adalah tanah.
Hukum : (Tidak benar) Sesat dan menyesatkan
4.        Ajaran tentang “Mengenal Tuhan baru dianggap sah dengan cara memfanakan wujud dan sifat”.
Hukum : sesat dan menyesatkan
5.        Pengertian
 لا اله الا الله
“Tiada maujud pada hakikat kecuali Allah”.
Hukum : Salah kalau disampaikan pada orang awam.
6.        Ungkapan “Kamu adalah saya, saya adalah kamu, kamu bahagian dari saya, saya bahagian dari kamu”.
Hukum : Sesat menyesatkan
7.      Ungkapan “Shalat tidak akan diterima Allah apabila kita mengatakan bahwa: yang melakukan shalat itu adalah kita sendiri, Maka itu adalah syirik, dan bila kita mengatakan tuhan yang sembahyang adalah murtad”
Hukum : sesat dan menyesatkan
8.      Orang yang mengatakan, Tuhan yang sembahyang.
Hukum : sesat dan menyesatkan
9.      Uraian kalimat الله : alif artinya: zat, lam pertama artinya: sifat, lam kedua artinya: asma, dan ha artinya: af’al,
Hukum : tidak memiliki dalil dan sumber yang jelas
10.    Ajaran yang menyebutkan, bahwa “Muhammad adalah sifat Allah, dan bukan manusia.
Hukum : sesat dan menyesatkan dan menjurus kepada syirik
11.  Ungkapan “Ada Nabi setelah Nabi Muhammad”
Hukum : sesat dan menyesatkan
12.  Ungkapan ” Orang yang tidak mengenal Tuhan, tidak wajib shalat”
Hukum : sesat dan menyesatkan serta dapat membawa kepada keingkaran terhadap kewajiban shalat, sehingga dapat termasuk ke dalam kekufuran.
13.  Ungkapan ”Orang yang mati malam Jum’at, atau waktu yang mulia atau tempat yang mulia, tidak ada perbedaan dengan meninggal pada waktu dan tempat yang lainnya”
Hukum : Sesat dan menyesatkan
14.  Titi Sirathal Mustaqim tidak ada.
Hukum : Sesat dan menyesatkan
15.  Beribadah dengan mengharapkan pahala, adalah syirik.
Hukum : Sesat dan menyesatkan
16.  Mentauhidkan orang supaya keramat.
Hukum : Sesat dan Menyesatkan
17.  Mikraj Nabi Muhammad bukan tubuh Nabi, tetapi ilmu pada hakikat.
Hukum : Sesat dan Menyesatkan

Demikian makalah ini kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfa’at, Amin !


[1] Zainuddin al-Iraqi, Tarij Ihya Ulumuddin, dicetak dibawah Ihya Ulumuddin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 225
[2] Al-Zabidy, Ittihaf  Saddul Muttaqin bi Syarh Ihya Ulumuddin, Darul Fikri, Beirut, Juz. II, Hal. 6-7
[3] Zakariya al-Anshary, Ghayatul Wushul Syarah Labbul Ushul,  Usaha Keluarga, Semarang, Hal 140 dan Al-Banany, Hasyiah Albanany ‘ala Syarah Jam’ul Jawami’, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Juzu’ II, Hal. 356